25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dana Jamkesmas Buat Beli Lembu dan Sirup

BINJAI- Kasus dugaan penyelewengan anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di RSU dr Djoelham Binjai, masih diusut penyidik Polresta Binjai. Sejauh ini, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

“Kita masih mendalami kasus tersebut, semua yang dimintai keterangan masih sebagai saksi. Hari ini kita tidak melakukan pemeriksaan,” kata Kasat Reskrim Polresta Binjai AKP Ronni, Rabu (19/10).

Terpisah, mantan Dirut RSUD dr Djoelham Binjai Dr Fuad El Murad, ketika dikonfirmasi menyebutkan, sesuai petunjuk pelaksanaan (Juklak) Depkes, anggaran Jamkesmas dibenarkan untuk digunakan membeli lembu dan sirup.
“Siapa bilang anggaran Jamkesmas tidak boleh dibelikan lembu dan sirup. Menurut Juklak yang dikeluarkan Depkes, anggaran Jamkesmas dapat digunakan sesuai kebijakan Dirut sebanyak 44 persen. Lebih dari itu, memang sudah melanggar Juklak. Sehingga, anggaran untuk membeli lembu dan sirup setiap tahunnya di RSU dr Djoelham Binjai itu, dikeluarkan dari 44 persen anggaran Jamkesmas, karna itu dibenarkan dalam Juklak Depkes,” kata Fuad.

Lebih lanjut dijelaskan Dr Fuad, anggaran Jamkesmas berasal dari Pusat. Setelah itu, akan digunakan oleh setiap masyarakt kurang mampu untuk berobat di rumah sakit. “Seperti yang saya katakan sebelumnya, jika pasien sudah pulang ke rumah. Maka biaya ditanggung negara. Maka, biaya itu sendiri akan diambil oleh pihak rumah sakit. Nah, disinilah ada hak rumah sakit dalam anggaran itu sebesar 44 persen. Kalau anggaran Jamkesmas dari Pusat kita belikan lembu dan sirup memeng tidak bolah,” jelasnya.

Disinggung dugaan Mark Up anggaran yang kerap dilakukan pihak rumah sakit dalam anggaran Jamkesmas, Dr Fuad membantah. “Mark Up dari mana? Di setiap rumah sakit itu ada dua orang petugas untuk melakukan audit atau pemeriksaan data peserta Jamkesmas yang dilakukan setiap hari. Petugas ini, ditunjuk langsung dari Depkes dan orangnya juga dari Depkes. Tanpa ada tanda tangan dua petugas ini, pihak rumah sakit tidak dapat mengambil anggaran Jamkesmas dari Pusat. Kalau memang ada kesalahan, berarti dua petugas ini juga bersalah dan terlibat,” ucapnya.
Menanggapi persoalan ini, Togar Lubis, selaku Koordinator Kelompok Study dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR) Sumut, kepada wartawan Sumut Pos, mengatakan, permainan dalam anggaran Jamkesmas di rumah sakit sudah menjadi rahasia umum.

Dijelaskannya, dugaan korupsi anggaran Jamkesmas bukanlah hal yang baru. Sejak program tersebut bernama Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) berganti nama menjadi Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) dan sekarang bernama Jamkesmas, anggaran program ini selalu menjadi ajang korupsi bagi oknum pejabat Rumah Sakit (Rumkit) milik pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah.

Bukan itu saja, kata Togar, selain menjadi ajang korupsi untuk memperkaya diri, program tersebut juga sangat rentan dengan praktek Mark Up anggaran, manipulasi jumlah data pasien, tindakan medik dan obat-obatan sampai kepada praktek pungli terhadap pasien pemegang kartu Jamkesmas. Yang pasti menurutnya, berbagai program pemerintah untuk masyarakat miskin, sampai saat ini masih tetap menjadi lahan empuk untuk melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor).(dan)

BINJAI- Kasus dugaan penyelewengan anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di RSU dr Djoelham Binjai, masih diusut penyidik Polresta Binjai. Sejauh ini, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

“Kita masih mendalami kasus tersebut, semua yang dimintai keterangan masih sebagai saksi. Hari ini kita tidak melakukan pemeriksaan,” kata Kasat Reskrim Polresta Binjai AKP Ronni, Rabu (19/10).

Terpisah, mantan Dirut RSUD dr Djoelham Binjai Dr Fuad El Murad, ketika dikonfirmasi menyebutkan, sesuai petunjuk pelaksanaan (Juklak) Depkes, anggaran Jamkesmas dibenarkan untuk digunakan membeli lembu dan sirup.
“Siapa bilang anggaran Jamkesmas tidak boleh dibelikan lembu dan sirup. Menurut Juklak yang dikeluarkan Depkes, anggaran Jamkesmas dapat digunakan sesuai kebijakan Dirut sebanyak 44 persen. Lebih dari itu, memang sudah melanggar Juklak. Sehingga, anggaran untuk membeli lembu dan sirup setiap tahunnya di RSU dr Djoelham Binjai itu, dikeluarkan dari 44 persen anggaran Jamkesmas, karna itu dibenarkan dalam Juklak Depkes,” kata Fuad.

Lebih lanjut dijelaskan Dr Fuad, anggaran Jamkesmas berasal dari Pusat. Setelah itu, akan digunakan oleh setiap masyarakt kurang mampu untuk berobat di rumah sakit. “Seperti yang saya katakan sebelumnya, jika pasien sudah pulang ke rumah. Maka biaya ditanggung negara. Maka, biaya itu sendiri akan diambil oleh pihak rumah sakit. Nah, disinilah ada hak rumah sakit dalam anggaran itu sebesar 44 persen. Kalau anggaran Jamkesmas dari Pusat kita belikan lembu dan sirup memeng tidak bolah,” jelasnya.

Disinggung dugaan Mark Up anggaran yang kerap dilakukan pihak rumah sakit dalam anggaran Jamkesmas, Dr Fuad membantah. “Mark Up dari mana? Di setiap rumah sakit itu ada dua orang petugas untuk melakukan audit atau pemeriksaan data peserta Jamkesmas yang dilakukan setiap hari. Petugas ini, ditunjuk langsung dari Depkes dan orangnya juga dari Depkes. Tanpa ada tanda tangan dua petugas ini, pihak rumah sakit tidak dapat mengambil anggaran Jamkesmas dari Pusat. Kalau memang ada kesalahan, berarti dua petugas ini juga bersalah dan terlibat,” ucapnya.
Menanggapi persoalan ini, Togar Lubis, selaku Koordinator Kelompok Study dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR) Sumut, kepada wartawan Sumut Pos, mengatakan, permainan dalam anggaran Jamkesmas di rumah sakit sudah menjadi rahasia umum.

Dijelaskannya, dugaan korupsi anggaran Jamkesmas bukanlah hal yang baru. Sejak program tersebut bernama Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) berganti nama menjadi Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) dan sekarang bernama Jamkesmas, anggaran program ini selalu menjadi ajang korupsi bagi oknum pejabat Rumah Sakit (Rumkit) milik pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah.

Bukan itu saja, kata Togar, selain menjadi ajang korupsi untuk memperkaya diri, program tersebut juga sangat rentan dengan praktek Mark Up anggaran, manipulasi jumlah data pasien, tindakan medik dan obat-obatan sampai kepada praktek pungli terhadap pasien pemegang kartu Jamkesmas. Yang pasti menurutnya, berbagai program pemerintah untuk masyarakat miskin, sampai saat ini masih tetap menjadi lahan empuk untuk melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor).(dan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/