27 C
Medan
Monday, October 28, 2024
spot_img

Perusahaan Jangan Sampai Tutup, Gubsu Masih Pelajari Kenaikan UMP 2019

8,03 Persen Terlalu Kecil

Kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen, dinilai terlalu kecil oleh anggota Komisi E DPRD Sumut, Iskandar Sakty Batubara. Menurutnya, perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut agar kepentingan semua pihak bisa terakomodir.

Menurut Iskandar, dalam menetapkan batasan minimal UMP, perlu banyak variabel yang harus diperhitungkan. Termasuk juga kondisi ekonomi, nilai tukar rupiah serta harga kebutuhan pokok yang berkaitan erat dengan beban hidup masyarakat. Apalagi tingkat kesejahteraan dengan patokan kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan PP 78/2015 tentang Pengupahan, masih menuai protes.

“Termasuk satu variabel yang menjadi perhitungan yakni kenaikan harga dolar atau penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Ini tentu bisa menggerus pemasukan bagi perusahaan,” ujar politisi PAN ini.

Pun begitu, dirinya menilai, kenaikan 8,03 persen atau sekitar Rp171 ribu dari sebelumnya UMP Sumut Rp2,132 juta menjadi Rp 2,303 juta, masih terlalu kecil. Sebab bagi buruh, besaran tersebut tergolong murah di tengah kondisi perekonomian Indonesia khususnya Sumut yang kurang baik. Ditambah lagi dampak nilai tukar rupiah serta kenaikan harga barang.

“Memang benar, saya juga merasa terlalu kecil naiknya. Makanya kita akan membawa persoalan ini di internal Komisi E agar menjadi pembicaraan serius,” jelasnya.

Namun diakuinya Iskandar, kalangan dewan memang tidak dilibatkan dalam hal membahas atau memberikan pertimbangan agar upah yang merupakan hak buruh/pekerja menjadi layak. Meskipun dalam bahasannya, tetap memperhatikan berbagi sisi antara kebutuhan buruh serta kepentingan perusahaan.

“Yang terpenting dan mendasar itu sebenarnya adalah hak-hak normatif buruh yang harus diperjuangkan. Jadi ada rasa aman dan nyaman bagi mereka bekerja di sebuah perusahaan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kemenaker menetapkan kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen. Pengumuman kenaikan UMP ýini akan dilaksanakan secara serentak pada 1 November 2018. Seperti dikutip Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8.240/M-Naker/PHI9SK-Upah/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018 per tanggal 15 Oktober 2018, gubernur diwajibkan untuk menetapkan UMP 2019.

Selain berdasarkan besaran kenaikan yang ditetapkan pemerintah, kenaikan UMP juga dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi. “UMP tahun 2019 ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak pada tanggal 1 November 2018,” ýtulis Menaker dalam surat edaran tersebut.

Selain itu, gubernur juga dapat (tidak wajib) menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) untuk kabupaten/kota tertentu, yang mampu membayar upah minimum lebih tinggi dari UMP. “UMK tahun 2019 ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada 21 November 2019. UMP dan UMK yang ditetapkan oleh gubernur berlaku terhitung mulai 1 Januari 2019,” tandas SE tersebut.

Sementara pada 2019, ada 8 provinsi yang harus menyesuaikan UMP sama dengan KHL, antara lain Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Perhitungan kenaikan UMP 2019 untuk provinsi yang telah memenuhi KHL dan yang belum memenuhi KHL juga berbeda. Jika yang telah memenuhi KHL, maka perhitungan kenaikannya yaitu UMP tahun berjalan dikalikan dengan 8,03 persen.

Khusus provinsi yang belum memenuhi KHL, maka UMP tahun berjalan dikalikan dengan 8,03 persen ditambah dengan persentase untuk memenuhi KHL. Besaran persentase masing-masing provinsi berbeda-beda sesuai dengan besaran kenaikan untuk mencapai nilai KHL.

Adapun nilai UMP Sumut sesuai hasil simulasi dari persentase kenaikan 8,03% yang ditetapkan menaker, yakni Rp 2.303.402. Artinya merujuk kenaikan 8,03% itu, besaran kenaikan UMP Sumut 2019 adalah Rp 171.214 dari UMP 2018 yang nilainya sebesar Rp2.132.188.

Kadianaker Sumut Harianto Butarbutar sebelumnya mengatakan, UMP Sumut Rp 2.303.402 itu belum bisa menjadi kesimpulan. Sebab meskipun sudah disurati menaker bahwa UMP Sumut 2019 mengacu pada kenaikan 8,03%, namun tetap saja harus dibahas dengan stakeholder terkait. “Sudah kita terima surat menaker, benar demikian disebutkan ya kenaikan UMP 8,03%, mengacu pada nilai inflasi 2,88% dan PDRB 5,15%. Gambarannya untuk Sumut adalah 8,03% dikalikan UMP tahun 2018,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (18/10).

Namun Harianto menyebutkan soal berapa nilai UMP Sumut 2019 harus tetap melalui pembahasan di Dewan Pengupahan Sumut. Pesertanya adalah Disnaker Sumut, perwakilan pengusaha atau Apindo dan perwakilan buruh.

Setelah nilai UMP diputuskan dalam rapat Dewan Pengupahan, imbuh dia lalu disampaikan kepada gubernur untuk ditetapkan dalam surat keputusan. “Dan biasanya per 1 November, nilai UMP Sumut 2019 sudah diumumkan ke publik. Jadi sama-sama kita tunggulah keputusan gubernur. Sekali lagi kami belum bisa saat ini menyebut nilai UMP Sumut 2019,” tambah dia. (prn/gus/bal)

8,03 Persen Terlalu Kecil

Kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen, dinilai terlalu kecil oleh anggota Komisi E DPRD Sumut, Iskandar Sakty Batubara. Menurutnya, perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut agar kepentingan semua pihak bisa terakomodir.

Menurut Iskandar, dalam menetapkan batasan minimal UMP, perlu banyak variabel yang harus diperhitungkan. Termasuk juga kondisi ekonomi, nilai tukar rupiah serta harga kebutuhan pokok yang berkaitan erat dengan beban hidup masyarakat. Apalagi tingkat kesejahteraan dengan patokan kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan PP 78/2015 tentang Pengupahan, masih menuai protes.

“Termasuk satu variabel yang menjadi perhitungan yakni kenaikan harga dolar atau penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Ini tentu bisa menggerus pemasukan bagi perusahaan,” ujar politisi PAN ini.

Pun begitu, dirinya menilai, kenaikan 8,03 persen atau sekitar Rp171 ribu dari sebelumnya UMP Sumut Rp2,132 juta menjadi Rp 2,303 juta, masih terlalu kecil. Sebab bagi buruh, besaran tersebut tergolong murah di tengah kondisi perekonomian Indonesia khususnya Sumut yang kurang baik. Ditambah lagi dampak nilai tukar rupiah serta kenaikan harga barang.

“Memang benar, saya juga merasa terlalu kecil naiknya. Makanya kita akan membawa persoalan ini di internal Komisi E agar menjadi pembicaraan serius,” jelasnya.

Namun diakuinya Iskandar, kalangan dewan memang tidak dilibatkan dalam hal membahas atau memberikan pertimbangan agar upah yang merupakan hak buruh/pekerja menjadi layak. Meskipun dalam bahasannya, tetap memperhatikan berbagi sisi antara kebutuhan buruh serta kepentingan perusahaan.

“Yang terpenting dan mendasar itu sebenarnya adalah hak-hak normatif buruh yang harus diperjuangkan. Jadi ada rasa aman dan nyaman bagi mereka bekerja di sebuah perusahaan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kemenaker menetapkan kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen. Pengumuman kenaikan UMP ýini akan dilaksanakan secara serentak pada 1 November 2018. Seperti dikutip Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8.240/M-Naker/PHI9SK-Upah/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018 per tanggal 15 Oktober 2018, gubernur diwajibkan untuk menetapkan UMP 2019.

Selain berdasarkan besaran kenaikan yang ditetapkan pemerintah, kenaikan UMP juga dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi. “UMP tahun 2019 ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak pada tanggal 1 November 2018,” ýtulis Menaker dalam surat edaran tersebut.

Selain itu, gubernur juga dapat (tidak wajib) menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) untuk kabupaten/kota tertentu, yang mampu membayar upah minimum lebih tinggi dari UMP. “UMK tahun 2019 ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada 21 November 2019. UMP dan UMK yang ditetapkan oleh gubernur berlaku terhitung mulai 1 Januari 2019,” tandas SE tersebut.

Sementara pada 2019, ada 8 provinsi yang harus menyesuaikan UMP sama dengan KHL, antara lain Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Perhitungan kenaikan UMP 2019 untuk provinsi yang telah memenuhi KHL dan yang belum memenuhi KHL juga berbeda. Jika yang telah memenuhi KHL, maka perhitungan kenaikannya yaitu UMP tahun berjalan dikalikan dengan 8,03 persen.

Khusus provinsi yang belum memenuhi KHL, maka UMP tahun berjalan dikalikan dengan 8,03 persen ditambah dengan persentase untuk memenuhi KHL. Besaran persentase masing-masing provinsi berbeda-beda sesuai dengan besaran kenaikan untuk mencapai nilai KHL.

Adapun nilai UMP Sumut sesuai hasil simulasi dari persentase kenaikan 8,03% yang ditetapkan menaker, yakni Rp 2.303.402. Artinya merujuk kenaikan 8,03% itu, besaran kenaikan UMP Sumut 2019 adalah Rp 171.214 dari UMP 2018 yang nilainya sebesar Rp2.132.188.

Kadianaker Sumut Harianto Butarbutar sebelumnya mengatakan, UMP Sumut Rp 2.303.402 itu belum bisa menjadi kesimpulan. Sebab meskipun sudah disurati menaker bahwa UMP Sumut 2019 mengacu pada kenaikan 8,03%, namun tetap saja harus dibahas dengan stakeholder terkait. “Sudah kita terima surat menaker, benar demikian disebutkan ya kenaikan UMP 8,03%, mengacu pada nilai inflasi 2,88% dan PDRB 5,15%. Gambarannya untuk Sumut adalah 8,03% dikalikan UMP tahun 2018,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (18/10).

Namun Harianto menyebutkan soal berapa nilai UMP Sumut 2019 harus tetap melalui pembahasan di Dewan Pengupahan Sumut. Pesertanya adalah Disnaker Sumut, perwakilan pengusaha atau Apindo dan perwakilan buruh.

Setelah nilai UMP diputuskan dalam rapat Dewan Pengupahan, imbuh dia lalu disampaikan kepada gubernur untuk ditetapkan dalam surat keputusan. “Dan biasanya per 1 November, nilai UMP Sumut 2019 sudah diumumkan ke publik. Jadi sama-sama kita tunggulah keputusan gubernur. Sekali lagi kami belum bisa saat ini menyebut nilai UMP Sumut 2019,” tambah dia. (prn/gus/bal)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/