SUMUTPOS.CO – Dari tiga usulan pembentukan provinsi baru pecahan Sumut, pembahsan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) dan RUU pembentukan Provinsi Kepulauan Nias akan mendapat prioritas. Sementara, untuk RUU Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng) akan dibahas di gelombang berikutnya.
Anggota Komisi II DPR Yassona H Laoly menjelaskan, untuk RUU Protap dan RUU Provinsi Kepulauan Nias, sudah disetujui DPR untuk dilanjutkan pembahasannya dan sudah disodorkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Untuk Protap dan Nias tinggal menunggu Surat Presiden (Surpres) atau Ampres (amanat presiden) yang menunjuk mendagri dan menkeu membahasnya bersama DPR,” ujar Yassona kepada koran ini di Jakarta, kemarin (18/11).
Sementara, untuk Sumteng, lanjut politisi dari PDIP itu, berkas persyaratannya masih harus dibahas di internal Komisi II DPR, melalui Panja. Jika sudah disetujui, baru masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk proses sinkronisasi. Setelah nantinya lolos di Baleg, baru lah DPR menggelar paripurna untuk persetujuan pembahasan sebagai hak inisiatif dewan.
Menurut Yassona, baik Protap, Sumteng, maupun Kepulauan Nias, semuanya layak menjadi provinsi. Dia membantah argumen sejumlah kalangan yang menilai, pembentukan provinsi baru harus dilihat juga dari kesiapan kemampuan keuangan daerah, termasuk kesiapan infrastrukturnya.
Justru, kata dia, pembentukan daerah baru adalah dalam rangka menggenjot kemampuan ekonomi daerah, termasuk infrastrukturnya. Pasalnya selama ini, perputaran uang lebih banyak di Jakarta dibanding di daerah.
“Misalnya dana APBN yang 1200 triliun itu, hanya sekitar 582 triliun yang menjadi dana transfer ke daerah. Itu terlalu kecil buat 594 kabupaten/kota dan 34 provinsi yang ada. Paling banyak masih di pusat. Nah, pemekaran itu dalam rangka memaksa pusat mengalirkan dana lebih banyak lagi ke daerah. Karena dengan adanya daerah baru, pusat harus memberikan DAU dan DAK. Dana itu bisa untuk membangun daerah, agar perekonomian di daerah bisa berkembang,” beber Yassona.
Dia memberi contoh kawasan Nias, antara sebelum dimekarkan dengan sesudah dimekarkan. Saat kepulauan Nias masih dua kabupaten, tidak bisa berkembang sama sekali. “Sekarang setelah ada lima kabupaten/kota, lihat saja, penerbangan empat sampai lima kali dalam sehari, kapal-kapal juga penuh. Ini karena ada perputaran uang yang bertambah,” terangnya.
Jika ada yang mengatakan bahwa pemekaran hanya bertujuan menyedot uang APBN, lanjut Yassona, ya memang tugas negara memberikan uang ke daerah. “Kalau tidak ada pemekaran, uang APBN itu incrit-incrit diberikan ke daerah. Dulu saat Indonesia merdeka, 90 persen rakyat miskin. Bung Karno bilang, merdeka adalah jembatan emas,” pungkasnya. (sam)