29 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Dari Kopi Batok sampai Gordang Sambilan

Mengikuti Romantisme Pulang Kampung Gus Irawan (1)

Momen pulkam benar-benar dimanfaatkan cagubsu Gus Irawan. Meskipun kurang fit, pria berkacamata ini seperti tak kehabisan tenaga. Selepas mengunjungi empat pesantren sepanjang pekan lalu di Paluta dan Tapsel, siang hari Gus dan rombongan lanjut ke Madina.

GORDANG: Gus Irawan (tengah) saat mencoba gordang sembilan, salah satu alat kesenian Tapsel ketika pulang kampung halaman sepekan lalu.//sumut pos
GORDANG: Gus Irawan (tengah) saat mencoba gordang sembilan, salah satu alat kesenian Tapsel ketika pulang kampung halaman sepekan lalu.//sumut pos

SEBELUM melaksanakan pelantikan KONI Madina, Gus meminta rombongan singgah di sebuah rumah makan di jalan lintas timur Panyabungan. “Udah pernah Dek minum kopi dalam batok (tempurung) kelapa?” ujar Gus kepada wartawan yang ikut bersamanya. “Belum Bang. Gimana itu kopi dari batok kelapa?” si wartawan balik tanya. “Oke, kita ke sana, biar saya tunjukkan kopi khas Panyabungan ini,” kata Gus.

Tanpa menunggu lama, mobil memasuki area parkir rumah makan tersebut. Pria yang terkenal lincah ini langsung turun dan dengan lancar Gus berbicang menggunakan bahasa Mandailing dengan pelayan.

Sesampainya di meja makan, Gus mempersilakan wartawan duduk. “Sebentar ya, kopinya sedang dibuat. Berdoa saja supaya batok kelapanya sudah diturunkan dari pohonnya, jadi kita gak menunggu lama,” ujar Gus disambut tawa rombongan dan bahkan pengunjung lain yang duduk di sebelah meja Gus. Menunggu hidangan datang, Gus membuka cerita soal masalah di daerah.

enurut mantan direktur utama Bank Sumut ini, banyak ketimpangan pembangunan antara daerah yang satu dengan lainnya di Sumut. Menurut dia, tidak ada rencana pembangunan strategis yang sesuai dengan potensi daerah itu sendiri.

“Sesungguhnya harus ada pemetaan potensi dan persoalan di daerah, sehingga fokus pembangunan lebih jelas. Kalau memang daerah itu wilayah perkebunan, maka skala prioritasnya bagaimana perkebunan itu benar-benar dirasakan masyarakat manfaatnya. Begitu juga kelautan, pertanian, industri dan sektor lain,” paparnya.

Dalam hal ini, kata Gus, keberpihakan pemerintah harus menjadi prioritas, kemudian harus ada budaya kerja dalam birokrasi yang bersifat melayani dan terukur. “Harus ada evaluasi yang jelas, sehingga pemerintahan yang baik dan bersih itu bisa diterapkan dengan sungguh-sungguh,” tambah suami Asrida Murni Siregar ini.

Pembicaraan terpotong saat pelayan mengantarkan pesanan. Tampak secangkir kopi hitam dihidangkan menggunakan cangkir yang terbuat dari batok kelapa. Di samping ada sebatang kayu manis. “Ini sendoknya. Silakan Dek, hajar. Ini namanya Kopi Takar. Takar itu bahasa Mandailing, artinya tempurung kelapa. Nanti ceritakan cemmana rasanya,” ujar Gus.

Habis menyeruput kopi, Gus mengaku prihatin soal kopi Mandailing. Gus bercerita kopi Mandailing termasuk dalam jajaran kopi terbaik di Indonesia. Bahkan, di Eropa dan Amerika kopi Mandailing sangat digemari.

“Banyak potensi komoditi pertanian dan perkebunan di Sumut yang bernilai, seperti kopi, jeruk, dan salak. Tapi banyak yang mulai punah. Bila diberi ruang, tentu produk pertanian dan perkebunan bisa menjadi sektor unggulan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,”ujar tokoh penggerak ekonomi kerakyatan. (bersambung)

Mengikuti Romantisme Pulang Kampung Gus Irawan (1)

Momen pulkam benar-benar dimanfaatkan cagubsu Gus Irawan. Meskipun kurang fit, pria berkacamata ini seperti tak kehabisan tenaga. Selepas mengunjungi empat pesantren sepanjang pekan lalu di Paluta dan Tapsel, siang hari Gus dan rombongan lanjut ke Madina.

GORDANG: Gus Irawan (tengah) saat mencoba gordang sembilan, salah satu alat kesenian Tapsel ketika pulang kampung halaman sepekan lalu.//sumut pos
GORDANG: Gus Irawan (tengah) saat mencoba gordang sembilan, salah satu alat kesenian Tapsel ketika pulang kampung halaman sepekan lalu.//sumut pos

SEBELUM melaksanakan pelantikan KONI Madina, Gus meminta rombongan singgah di sebuah rumah makan di jalan lintas timur Panyabungan. “Udah pernah Dek minum kopi dalam batok (tempurung) kelapa?” ujar Gus kepada wartawan yang ikut bersamanya. “Belum Bang. Gimana itu kopi dari batok kelapa?” si wartawan balik tanya. “Oke, kita ke sana, biar saya tunjukkan kopi khas Panyabungan ini,” kata Gus.

Tanpa menunggu lama, mobil memasuki area parkir rumah makan tersebut. Pria yang terkenal lincah ini langsung turun dan dengan lancar Gus berbicang menggunakan bahasa Mandailing dengan pelayan.

Sesampainya di meja makan, Gus mempersilakan wartawan duduk. “Sebentar ya, kopinya sedang dibuat. Berdoa saja supaya batok kelapanya sudah diturunkan dari pohonnya, jadi kita gak menunggu lama,” ujar Gus disambut tawa rombongan dan bahkan pengunjung lain yang duduk di sebelah meja Gus. Menunggu hidangan datang, Gus membuka cerita soal masalah di daerah.

enurut mantan direktur utama Bank Sumut ini, banyak ketimpangan pembangunan antara daerah yang satu dengan lainnya di Sumut. Menurut dia, tidak ada rencana pembangunan strategis yang sesuai dengan potensi daerah itu sendiri.

“Sesungguhnya harus ada pemetaan potensi dan persoalan di daerah, sehingga fokus pembangunan lebih jelas. Kalau memang daerah itu wilayah perkebunan, maka skala prioritasnya bagaimana perkebunan itu benar-benar dirasakan masyarakat manfaatnya. Begitu juga kelautan, pertanian, industri dan sektor lain,” paparnya.

Dalam hal ini, kata Gus, keberpihakan pemerintah harus menjadi prioritas, kemudian harus ada budaya kerja dalam birokrasi yang bersifat melayani dan terukur. “Harus ada evaluasi yang jelas, sehingga pemerintahan yang baik dan bersih itu bisa diterapkan dengan sungguh-sungguh,” tambah suami Asrida Murni Siregar ini.

Pembicaraan terpotong saat pelayan mengantarkan pesanan. Tampak secangkir kopi hitam dihidangkan menggunakan cangkir yang terbuat dari batok kelapa. Di samping ada sebatang kayu manis. “Ini sendoknya. Silakan Dek, hajar. Ini namanya Kopi Takar. Takar itu bahasa Mandailing, artinya tempurung kelapa. Nanti ceritakan cemmana rasanya,” ujar Gus.

Habis menyeruput kopi, Gus mengaku prihatin soal kopi Mandailing. Gus bercerita kopi Mandailing termasuk dalam jajaran kopi terbaik di Indonesia. Bahkan, di Eropa dan Amerika kopi Mandailing sangat digemari.

“Banyak potensi komoditi pertanian dan perkebunan di Sumut yang bernilai, seperti kopi, jeruk, dan salak. Tapi banyak yang mulai punah. Bila diberi ruang, tentu produk pertanian dan perkebunan bisa menjadi sektor unggulan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,”ujar tokoh penggerak ekonomi kerakyatan. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/