MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu telah berusia 13 tahun. Kemajuan pembangunan di kabupaten hasil pemekaran yakni Labuhanbatu Selatan (Labusel) dan Labuhanbatu Utara (Labura), memang tidak kalah dengan daerah lain. Namun, pelayanan dan kesejahteraan masyarakatnya masih jauh dari cita-cita pemekaran.
Karenanya, agar Labura dan Labusel bisa cepat survive, perlu banyak belajar ke daerah-daerah hasil pemekaran yang sudah maju. Selain itu, Pemkab disarankan untuk merangkul dan meminta masukan dari tokoh-tokoh pejuang pemekaran, sehingga dapat mengetahui secara jelas apa cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai dari pemekaran itu.
“Perlu ada paguyuban kepala daerah hasil pemekaran, agar bisa saling bertukar informasi dan memberi masukan untuk kemajuan daerahnya masing-masing,” kata Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, Prof Dr Suwardi Lubis MA saat menjadi narasumber dalam Sarasehan dan Silaturrahim bertajuk Refleksi 13 Tahun Pemekaran Labuhanbatu; Harapan Baru Wujudkan Cita-cita Pemekaran Labuhanbatu yang digelar Ikatan Keluarga Labuhanbatu (IKLAB) Raya di Grand Inna Hotel, Jalan Balaikota Medan, Sabtu (18/12).
Suwardi mengatakan, untuk bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, di perbatasan masing-masing kabupaten pemekaran bisa digali potensi apa yang bisa dikembangkan secara bersama-sama. “Dengan program yang selaras di perbatasan antara 2 daerah yang sama-sama baru dimekarkan manfaatnya akan banyak. Misalnya, pengalokasian anggaran program jadi berkurang, karena ditanggulangi secara bersama dua daerah. Dampaknya, pembangunan berjalan lebih maksimal, infrastruktur bisa lebih baik, pelayanan bisa lebih baik dan ekonomi masyarakat di kedua daerah di perbatasan akan ikut meningkat,” ungkapnya.
Menurut Suwardi, hal seperti itu telah dilakukan daerah-daerah pemekaran di Pulau Jawa, dan hasilnya sangat positif. Suwardi juga menyebutkan, Labura dan Labusel adalah daerah yang kaya, karena kedua daerah ini seperti juga Labuhanbatu sebagai kabupaten induk, memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang sangat luas dengan sawit sebagai komuditas unggulannya. “Di era Otonomi Daerah, daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam dan produk-produk unggulan penghasil pajak dan devisa negara, bisa meminta bagi hasil yang sepadan pada pemerintah pusat. Sehingga dengan pemekaran, harusnya daerah-daerah ini tak akan kesulitan dalam pembangunan daerah dan mensejahterakan masyarakatnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi Kajian Ketatanagaraan MPR RI, H Rambe Kamaruzzaman yang juga didaulat sebagai narasumber dalam kegiatan itu menyampaikan, yang terpenting dari pemekaran suatu daerah adalah bagaimana good governance, pelayanan publik, dan daya saing daerah itu setelah dimekarkan. Rambe Kamaruzzaman yang cukup berjasa ‘menggiring’ lahirnya hak inisiatif DPR RI untuk menyetujui pemekaran Labuhanbatu, mengaku memiliki tanggungjawab moral agar Kabupaten Labuhanbatu, Labusel, dan Labura dapat lebih baik dari segi tata kelola pemerintahan, pelayanan publik dan daya saing daerah setelah pemekaran.
Terkait pelayanan publik, Rambe mengaku memiliki hasil penilaian Ombudsman RI terhadap pelayanan publik pemda-pemda, termasuk Labuhanbatu Raya. “Hasil penilaian Ombudsman, pelayanan publik di Labuhanbatu, Labura, dan Labusel, belum ada yang baik, apalagi baik sekali. Penilaiannya ada yang sedang, buruk, dan buruk sekali. Saya tidak akan sebut daerah mana yang buruk dan buruk sekali itu. Silahkan Pemdanya instrospeksi dan segera tingkatkan pelayanan publiknya, karena itu juga cita-cita dari pemekaran,” sebutnya.
Bupati Labusel H Edimin yang hadir dalam acara itu mengatakan, Pemkab Labusel saat ini masih kesulitan untuk melaksanakan sejumlah program pembangunan, karena anggaran yang terbatas. Saat ini, kata Edimin, APBD 2021 Labusel hanya Rp800 miliar, menurun dari tahun sebelumnya yang Rp1 triliun. Penurunan APBD itu disebabkan adanya persoalan dalam pengelolaan RSUD yang sebelumnya sebagai salah satu penyumbang PAD. “Saya baru menjabat bupati 5 bulan lebih, ada persoalan sebelumnya dan imbasnya APBD turun saat saya memimpin, tapi ini kedepan akan kita perbaiki bagaimana APBD Labusel bisa meningkat lagi,” katanya.
Edimin mengatakan, pihaknya juga sedang memperjuangkan adanya bagi hasil yang sepadan dari pajak CPO. Sebab, di Labusel terdapat sekitar 24 pabrik CPO dan nilai produksinya setiap tahun lumayan besar mencapai Rp500 triliun lebih. “Bila dari hasil CPO Labusel kita bisa mendapatkan 5 persen saja bagi hasil pajaknya, PAD kita akan sangat besar, dan itu akan bisa menyelesaikan persoalan infrastruktur serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama ini bagi hasil pajak CPO yang didapat Labusel hanya Rp 5 miliar, kecil sekali,” ujarnya. (adz)