Site icon SumutPos

Saksi: PTPN II Sudah Hapusbuku 106 Ha dari Aset

Palu Hakim-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua orang saksi dari PT Perkebunan Nusantara II mengaku bahwa lahan seluas 106 hektar di Helvetia telah dihapusbuku sebagai aset sejak tahun 2017.

Kesaksian ini disampaikan masing-masing oleh Direktur Operasional PTPN II Marisi Butar-butar dan Pjs Kabag Hukum PTPN II Kennedy Sibarani, dalam sidang lanjutan pengusaha kondang di kota Medan, Tamin Sukardi, kasus dugaan menyelewengkan aset negara berupa tanah dengan nilai sekitar Rp 132 miliar, di Pengadilan Negeri Medan, Senin (21/5).

Tamin diduga telah menjual lahan seluas 74 hektare di Pasar IV Desa Helvitia, Labuhan Deli, Deliserdang. Padahal areal itu masih tercatat sebagai aset PTPN 2 (Persero).

Adapun kedua saksi itu dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung.

Dalam sidang yang berlangsung sekira 2 jam ini, saksi Marisi Butar Butar menjelaskan bahwa tanah seluas 106 dari 5.873 hektar sejak 2002 sudah habis HGUnya dan tidak diperpanjang lagi. Bahkan pada tahun 2011, sebut Marisi, tanah seluas  74 hektar dari 106 hektar tersebut sudah dieksekusi dan diserahkan kepada 65 warga selaku pemiliknya.

Marisi menegaskan seluruh lahan 106 hektar tersebut sudah dihapusbukukan. “PTPN II sudah menghapusbukukan tanah tersebut dari aset setelah minta legal opini dari Kejatisu dan Pengadilan Tinggi (PT) serta BPKP,” ujar Marisi di persidangan yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo itu.

Marisi juga mengaku mengetahui ada 65 orang yang mengajukan gugatan, lalu PTPN II dikalahkan. Dia mengatakan masyarakat menang sampai di tingkat Peninjauan Kembali.

“Di kantor ada putusannya Yang Mulia. Lalu diminta eksekusi di tahun 2011. 65 masyarakat sebagai pemohon eksekusi,” tandasnya.

Sementara saksi kedua, Kennedy Sibarani mengaku penghapusbukuan lahan seluas 106 hektar itu baru dilakukan pada tahun 2017. “Sudah dilepas Yang Mulia. Hapus buku sudah selesai tahun 2017,” ujarnya.

Dalam hal ini, majelis hakim mencecar Kenney dengan menanyakan alasan PTPN II baru melakukan hapus buku pada tahun 2017, padahal aset itu sudah dilepas sejak 2002.

“Kenapa tidak dihapusbukukan segera? ‘Kan dalam SK sudah disebutkan itu menjadi kewenangan Gubernur. Kenapa tidak dihapuskan?? Apa kebijakan dari direksi sehingga tidak menghapuskan?” tanya hakim Wahyu.

“Sebenarnya karena masih belum ada titik temu antara pemegang saham kami dengan Gubernur pada saat itu,” jawab Kennedy yang sebelumnya sempat terdiam beberapa saat.

Mendengar jawaban ini, majelis hakim menyatakan bahwa akibat semua ini yang dirugikan akhirnya masyarakat.

Sidang lanjutan dengan agenda keterangan saksi akan dilanjutkan pada pekan depan. (rel/mea)

Exit mobile version