PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Puluhan delegasi dari sejumlah negara anggota G20, berdecak kagum melihat budaya dan keindahan alam Danau Toba. Saat para delegasi mengunjungi The Kaldera Toba, Kabupaten Samosir, terlihat senyum dan tawa menghiasi raut wajah mereka sepanjang mengikuti pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Women20 (W20), Rabu (20/7).
PARA delegasi tersebut tak henti-hentinya memuji keindahan Danau Toba dan terus mengabadikannya melalui kamera telepon genggamnya. Ketika memasuki kawasan The Kaldera Toba, musik khas Batak turut memeriahkan kegiatan tersebut.
Tampak beberapa delegasi terlihat bergoyang mengikuti alunan musik dan irama. Uniknya, delegasi dari negara India juga mencoba menikmati alunan musik gondang yang disajikan, dan ia pun menari dengan riang sembari berlenggak-lenggok mengikuti para penari yang menampilkan tarian Tor-tor.
Sementara delegasi dari Rusia, Elena Myakotnikova Sibur, memuji keindahan danau vulkanik terbesar di dunia itu. “Beberapa negara lain memiliki danau dan dari yang pernah saya kunjungi, Danau Toba lebih indah,” ujarnya di Danau Toba, Parapat, Kabupaten Simalungun.
Dia mengatakan, keindahan alam dan udara dingin di kawasan Tanah Batak itu membuatnya akan kembali merencanakan kunjungan kedua setelah gelaran W20. Elena Miyakotcova Ksenia adalah salah satu delegasi dari 15 negara yang hadir dalam agenda Women 20 Summit.
Selain ke kawasan The Kaldera Toba, para delegasi W20 Summit juga berkesempatan mengunjungi destinasi wisata Huta Siallagan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Rabu (20/7). Sebelum memasuki Huta Siallagan, delegasi W20 disematkan ulos oleh Bupati Samosir Vandiko T Gultom dan sejumlah pejabat daerah setempat sebagai ucapan selamat datang.
Bupati Samosir Vandiko T Gultom menyebutkan, pihaknya menyambut baik kedatangan delegasi W20 karena kegiatan ini akan semakin mengenalkan pariwisata Samosir di dunia. Vandiko mengaku bangga wilayahnya menjadi salah satu yang dikunjungi para delegasi W20 Summit.
Menurutnya, kunjungan para delegasi ini menjadi pemicu peningkatan pariwisata Danau Toba, khususnya Samosir. “Apalagi mereka (delegasi) memiliki keluarga, dan saat pulang ke negaranya akan bercerita tentang keindahan Danau Toba, dan harapan kita akan kembali lagi ke mari bersama keluarganya,” kata Vandiko.
Menurut Vandiko, keterlibatan perempuan di Samosir sangat penting. Dicontohkannya, banyak para pedagang souvenir dari kaum perempuan, yang tentunya juga menjadi tulang punggung untuk menopang ekonomi keluarga. “Lihat saja, banyak perempuan yang terlibat dalam industri pariwisata di sini, harapan kita W20 ini membuat suara dan hak para perempuan, khususnya di Samosir semakin diperhitungkan lagi,” tandasnya.
Di lokasi acara, para delegasi W20 mendapat penjelasan tentang sejarah Huta Siallagan yang dipandu Gading Siallagan. Di tengah perkampungan terdapat meja dan kursi batu yang melingkarinya. Situs tersebut disebut Batu Persidangan yang berusia ratusan tahun. Ada dua batu kursi persidangan, pertama, kelompok batu kursi yang berada di depan rumah raja berdekatan dengan rumah adat lainnya. Kedua, rangkaian batu kursi beserta meja lengkap dengan kursi untuk raja, para penasehat, dan tokoh adat.
Di lokasi para delegasi peserta W20 juga turut belajar menari tarian daerah yang dipandu instruktur Pery Sagala, Marlita Simbolon, Herlina Manalu, dan penari Huta Siallagan. Para delegasi W20 Summit diinstruksikan oleh salah satu tetua adat Huta Siallagan untuk berbaris, kemudian manortor dengan para warga setempat. Senyum semringah pun tampak dari wajah-wajah para delegasi saat manortor.
Huta Siallagan adalah sebuah kawasan wisata di tepian Danau Toba peninggalan budaya Batak Toba dengan latar belakang Rumah Bolon. Huta Siallagan berada di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Setelah direvitalisasi, Huta Siallagan diresmikan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada Februari 2022. Huta Siallagan terkenal dengan Batu Persidangan, peninggalan budaya persidangan Batak Toba.
Sementara, Chairwomen W20 Handriani Uli menyampaikan para delegasi ini menyaksikan sendiri bahwa isu yang dibawa dalam W20 Summit ini secara nyata dilihat langsung oleh delegasi tersebut. “Pada waktu perjalanan dari Bandara ke Danau Toba dan ketika saat ini dari Hotel Niagara kita bawa ke The Kaldera Toba, mereka melihat sendiri bagaimana women empowerment sudah ada di sekitar kita,” ujarnya sembari didampingi Co-Chair W20 Indonesia Dian Siswarini, di The Kalder Toba, Rabu (20/7).
Lanjutnya, sehingga para delegasi tersebut melihat langsung sehingga mereka merasakan bahwa apa isu yang dibawa dalam W20 ini ke dunia secara nyata dilihat langsung. Ia mengatakan, ternyata pertemuan W20 ini disambut luar biasa oleh negara terkait, bahkan tidak ada satupun para delegasi yang komplain. “Kami tidak menyediakan steak tetapi menyediakan rendang, kami tidak sediakan salad tetapi gado-gado, dan mereka tidak ada komplain bahkan menikmati semua hidangan selama tiga hari ini, “ ungkapnya.
Perempuan Sumut Lawan Deforestasi
Sementara, perhelatan Women 20 (W20) di Parapat, Simalungun, diwarnai aksi dari sejumlah aktivis dan para perempuan pedesaan Toba. Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan sebuah spanduk raksasa yang mengapung di atas permukaan air Danau Toba bertuliskan ‘Perempuan Sumatera Utara Lawan Deforestasi’.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji mengungkapkan, aksi ini untuk menyampaikan kepada delegasi W20 bahwa pentingnya menyelamatkan hutan dan hak masyarakat adat dari ancaman deforestasi maupun eksploitasi lahan. “Aksi ini sebagai bentuk penyampaian aspirasi kami bahwa pertemuan W20 Summit, seharusnya juga berkaca pada apa yang terjadi di hutan Sumut dan sekitarnya,” katanya.
Banyak masyarakat adat, khususnya perempuan adat dan pedesaan terpaksa kehilangan ruang hidupnya akibat perampasan tanah dan hutan yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar, demi meraup keuntungan semata,” kata Sekar Banjaran Aji dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/7).
Menurutnya, perempuan adat di Sumut dan hampir seluruh wilayah Indonesia telah lama menjadi korban akibat ketimpangan struktural dan pembangunan eksploitatif yang tidak memperhatikan aspek gender. Berbagai program pembangunan telah menimbulkan konflik sosial serta kehancuran lingkungan hidup yang mengesampingkan dan melanggar hak-hak perempuan. Kelompok perempuan adalah kelompok paling rentan kehilangan sumber penghidupan akibat kasus penghancuran hutan dan perampasan lahan serta seringkali mengalami kekerasan di wilayah konflik agraria.
Aktivis Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Rocky Pasaribu menambahkan, meski Presiden Jokowi telah menyerahkan 4 SK Hutan Adat di Danau Toba Februari 2022 lalu, namun belum menjawab persoalan masyarakat adat di Danau Toba. Masih banyak konflik agraria yang belum diselesaikan. Atas nama pembangunan perampasan tanah terus terjadi. Selain perampasan tanah adat, kerusakan hutan dan lingkungan juga tidak serius ditangani.
Dijelaskan Rocky, kehadiran dua perusahaan besar seperti PT TPL dan PT DPM di KDT juga ikut merenggut hak-hak perempuan pedesaan di wilayah Toba dan menghancurkan hutan kemenyan. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi menyebabkan krisis iklim yang menyulitkan para petani untuk menentukan musim tanam. “Para petani seringkali mengalami gagal panen akibat buruknya cuaca yang tidak dapat diprediksi,” kata Rocky.
Kemudian pada pertengahan 2020, datang ancaman baru seiring lahirnya proyek pangan skala besar atau food estate. Proyek yang digadang-gadang sebagai program ketahanan pangan untuk menangani krisis pangan di masa yang akan datang, nyatanya malah menghilangkan budaya, pengalaman, dan pengetahuan perempuan dalam corak pertanian lokal. “Mereka harus berpatokan pada sistem pasar yang ditentukan oleh pemerintah dan korporasi besar. Proyek ini, sama halnya dengan proyek pertanian sebelumnya, hanya akan melahirkan konflik baru, industrialisasi pangan yang mengenyampingkan masyarakat, serta monopolisasi lahan-lahan pertanian dengan skema yang tampak baik di permukaan saja,” kata Rocky.
Dijelaskan Rocky, negara anggota G20 yang merupakan forum ekonomi utama dunia dimana secara kolektif mewakili dua per tiga atau sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia memiliki posisi strategis bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan penanganan krisis iklim.
“Indonesia sebagai pemegang Presidency G20 harus memastikan ada kesepakatan yang harus dicapai untuk mengedepankan model pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dengan beralih ke energi terbarukan yang berkeadilan dan menghentikan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang berbasis lahan yang mendorong deforestasi, merampas hak- hak masyarakat adat dan petani serta hanya menguntungkan segelintir elit. (ant/trb/lp6/bbs/adz)