Site icon SumutPos

Suap Hakim PTUN Medan, Fuad Lubis Tak Koordinasi

Foto: ok/Sumut Pos Kabiro Hukum Pemprovsu, Sulaiman.
Foto: ok/Sumut Pos
Kabiro Hukum Pemprovsu, Sulaiman.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus suap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang melibatkan nama Gatot Pujo Nugroho dan Ahmad Fuad Lubis disebut tidak atas nama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), melainkan pribadi mantan Kepala Biro Keuangan. Sehingga proses hukum yang berjalan terkait kasus itu bukan secara kelembagaan.

“Saya mohon maaf ya, tidak ada koordinasi dengan kita biro hukum. Itu ’kan gugatan pribadinya Pak Fuad. Jadi dia dalam mengajukan itu tidak ada koordinasi,” ujar Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut, Sulaiman Hasibuan, Senin (21/3).

Sulaiman mengaku mengetahui ada putusan PTUN dianulir oleh putusan PTTUN terkait pemanggilan Fuad Lubis sebagai Kepala Biro Keuangan saat itu. Namun, meskipun gugatan dilakukan secara pribadi, kata Sulaiman, statusnya tetap sebagai pimpinan SKPD. Sebab sempat muncul informasi, gugatan tersebut atas nama Pemprov Sumut.

“Yang banding itu Pak Fuad, bukan Pemprov. Cuma dia sebagai Kabiro Keuangan saat dipanggil itu,” katanya.

Selain itu, lanjut Sulaiman, secara pribadi pula, Fuad Lubis juga mengajukan gugatan atas nama pribadi pula. Namun tetap juga dengan jabatan sebagai kepala biro. Sehingga ditegaskannya, Biro Hukum tidak pernah menunjuk gugatan tersebut atas nama kelembagaan.

“Kalau ada kan pasti berkoordinasi dengan kita. Jadi nggak ada secara kelembaggan itu. Kalau saya menggugat orang, berarti saya, walaupun ada kaitannya dengan jabatan saya,” jelasnya menjelaskan kenapa itu tidak disebutkan atas nama kelembagaan.

Sejalan dengan itu, ia pun tidak mengetahui apa langkah selanjutnya dari Fuad Lubis terkait putusan lembaga hukum tersebut. Apakah akan melakukan upaya banding atau tidak. Sehingga semua tergantung kepada yang bersangkutan tanpa berkoordinasi dengan Pemprov Sumut terutama biro hukum.

“Apakah pak Fuad kasasi atau bagaimana, ya kita nggak tahu. Sekarang tergantung beliau. Yang jelas tidak ada koordinasi dengan biro hukum,” pungkasnya.

Seperti diketahui, dalam kasus ini, Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho telah divonis tiga tahun penjara. Sementara istrinya Evy Susanti divonis 2,5 tahun penjara. Selain itu, keduanya juga didenda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap hakim dan panitera.

Vonis yang diambil majelis hakim Sinung Hermawan, Ibnu Basuki Widodo, Didik Setiono Putro, Ugo dan Sigit Herman G tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK.

Gatot dan Evy dinilai terbukti menyuap Tripeni Irianto Putro selaku hakim PTUN Medan sebesar 5.000 dolar Singapura dan USD 15 ribu, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim PTUN masing-masing sebesar USD 5 ribu dan Syamsir Yusfan sebesar USD 2 ribu selaku panitera untuk mempengaruhi putusan perkara yang diajukan ke PTUN Medan.

Perkara yang dimaksud adalah permohonan pengujian kewenangan Kejatisu tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang kuasa hukumnya diserahkan kepada OC Kaligis.

OC Kaligis bersama anak buahnya M Yagari Bhastara Guntur alias Garry, Yulius Irawansyah, Rico Pandeirot dan Anis Rifai menjadi kuasa hukum atas nama Pelaksana Tugas Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Biro Keuangan Ahmad Fuad Lubis yang menjadi penggugat ke PTUN Medan.

Untuk kelancaran pengurusan gugatan, Gatot dan Evy melalui Mustafa beberapa kali mengirim uang kepada OC Kaligis yaitu USD 25 ribu (senilai Rp325 juta), USD 55 ribu Singapura (senilai Rp538,615 juta), Rp100 juta, dan Rp50 juta.

Terkait perkara ini, sudah ada enam terdakwa yang sudah divonis yaitu OC Kaligis selama 5,5 tahun, Syamsir Yusfan selama tiga tahun, Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing selama dua tahun serta Rio Capella selama 1,5 tahun. (bal/adz)

Exit mobile version