Site icon SumutPos

Komisi A DPRD Sumut Minta Kapolres Langkat Dicopot

Foto: Hiras/PM Warga Desa Helvetia ditenangkan pihak kepolisian dari sektor Polsek Medan Labuhan usai penyerangan sekelompok OTK, Minggu (6/11) lalu.

MEDAN – Sengekta agraria antara warga di Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat jadi viral di media sosial. Aksi sweeping dan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian diduga atas permintaan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) terhadap warga dirasa sudah menyalahi prosedur.

Sebagai aparat penegak hukum soal masalah agrarian ini, tak seharusya polisi melakukan tindakan represif, melainkan mengedepankan penyelesaian persuasif dengan masyarakat yang merasa memiliki alas hak atas lahan.

Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) lantas diminta untuk mengevaluasi kinerja Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Langkat soal kejadian tersebut.

“Saya cukup prihatin dengan kejadian di Langkat, masyarakat yang menuntut haknya malah dianiaya dan diusir. Kok, bukan memberi perlindungan. Ini sudah menjadi preseden buruk, ketika polisi dijadikan alat oleh pemilik modal untuk menghantam masyarakat,” ungkap Ketua Komisi A DPRD Sumut, Sarma Hutajulu, kepada Sumut Pos, Senin (21/11).

Menurutnya apa yang terjadi di Kabupaten Langkat itu merupakan sengketa agraria, dan tidak ada urusan kepolisian di sana. Diuraikannya bahwa dalam kasus ini PT LNK tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan yang mereka klaim.

“Kalau pun bersengketa itu harusnya antar warga dengan PTPN 2 karena mereka yang punya HGU atas lahan di sana, bukan dengan PT LNK,” sebut Sarma.

Hal ini menurutnya sudah dibicarakan di Komisi A DPRD Sumut. Di beberapa tempat kepolisian menurutnya menjadi bamper PT LNK dalam melakukan okupasi lahan. “Mereka selalu minta bantuan kepolisian soal okupasi. Dengan kejadian di Langkat ini kita meminta agar Kapoldasu memanggil Kapolres Langkat terkait tanggungjawabnya,” harap Sarma.

Jadi bukan cuma di Langkat, di Kota Binjai PT LNK juga meminjam tangan aparat dalam pengamanan yang kata lainnya mengusir warga. “Sehingga kita meminta kepada aparat kepolisian dalam menanggapi permintaan perusahaan dalam sengketa agrarian agar bersikap netral jangan malah menjadi pasukan bayaran untuk mengusir masyarakat. Selesaikanlah secara damai,” harap Sarma.

Kembali dia menegaskan kepada Kapoldasu untuk memerika Kapolres Langkat terkait kejadian di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat itu.

“Bila nanti dalam pemeriksaan internal kepolisian memang ditemukan ada kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Polres Langkat terkait sengketa agrarian di sana, saya harap kepada Kapoldasu untuk mengevaluasi bila perlu mencopot Kapolres Langkat,” pungkas Sarma.

 

Cabut Izin PT LNK

Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPD) SPI Langkat, Suriono mendesak pemprovsu untuk mencabut izin PT LNK. “Kita perjuangkan lahan itu, sebab memang itu lahan yang dibuka oleh masyarakat setempat dan sampai sekarang orangtua kita dulunya ikut buka kawasan hutan masi hidup. Tahun 1947 itu mulanya lahan dibuka dan dijadikan perkampungan namanya, kampung Paya Redas Blok Istiewa dan Paya Kasih dalam status (pemerintahan) Desa Stabat Lama,” ujar Suriono saat mengggelar konfrensi pers di Sekretariat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Sumut, Jalan Ekarasmi, Gang Ekarasmi VI No 9, Medan Johor, kemarin (21/11) siang.

Saat konfrensi pers kemarin, dua korban pertikaian yakni Zulkifli (39) dan Legimin (25) turut hadir. Keduanya warga setempat dan berada di lokasi saat bentrokan langsung.

Zulkifli menceritakan, oknum aparat Polri dan TNI bergabung seolah membela PT LNK. Korban yang mengalami luka jahitan di kepalanya itu, juga tampil dalam video yang diunggah keYoutube.

Dia menilai, aparat suruhan PT LNK pemicu bentrokan tersebut. Sebab, ayah korban, M Saleh ditaksir berusia 80 tahun lebih, hendak diciduk aparat untuk dimasukkan ke dalam truk Dalmas. Melihat itu, Zulkifli berusaha menolong ayahhnya dan mengejar ke arah kerumunan, tempat di mana sang ayah dianiaya. Sempat melarai, namun tak berlangsung lama, karena setelah itu Zulkifli pun dipukul hingga babak belur.

“Punggung saya dipijakin, kepala dipukul habis-habisan. Mau lari, dikejar mereka (aparat) dan dipukuli lagi. Tidak manusiawi sekali, tak ubahnya seperti binatang,” ujar dia.

Saat Zulkifli dalam keadaan terdesak, Legimin berusaha menolong. Dengan tangan kosong, dia berusaha selamatkan Zulkifli. Namun, tetap saja kalah.

`”TNI yang selamatkan saya. Terus lari ke posko,” ujar dia.

Dari posko ke lokasi bentrok berjarak 2 km. Ia memastikan, TNI turut dalam pengamanan saat bentrokan. Tapi, aparat berseragam loreng tak melakukan penganiayaan ke masyarakat.

Dalam video yang beredar di Youtube, Zulkifli juga mengamini ada oknum aparat diduga dari Provos Sat Brimob melakukan kekerasan terhadap masyarakat. Meski sudah diminta untuk tidak menganiaya, tapi oknum Brimob itu tetap saja mengejar masyarakat kembali.

Dia menambahkan, bentrokan itu seperti sudah tersusun dan terencana. Sebab, dua bulan sebelumnya, polisi kerap mengintai perkampungan tersebut. “Saya kabarnya dicari-cari,” tambah dia dengan raut wajah takut. Rasa trauma, Zulkifli bilang pasti ada.

Suriono menceritakan bahwa upaya penggusuran ini memang sudah lama terjadi. Tahun 1974 misalnya, lahan pertanian masyarakat digusur yang kemudian disulap jadi perkebunan kelapa sawit dan karet PTPN II.

Dia menuding, PT LNK biang kerok kericuhan ini. Sejak tanah PTPN II yang disewakan kepada PT LNK, mulai proses intimidasi terjadi terus-menerus kepada petani.

“Sampai sekarang masih terjadi penggusuran. Sumur tempat air ditutup. Ditimbun pakai alat berat itu. Kita tetap menahan diri untuk tidak melawan, walau anak-anak kita tidak sekolah lagi,” ujar dia.

Menurut dia, proses mediasi sudah dilakukan. Mereka jelaskan, punya dasar untuk klaim lahan tersebut. “Tapi miris, polisi lebih memilih untuk membantu penggusuran daripada dengar alasan kita,” sambung dia.

Disoal membuat laporan ke Mabes Polri atas tindak kekerasan dan penganiayaan oleh oknum aparat, itu akan dilakukan SPI. Tapi sebelumnya, proses membuat laporan itu akan dimatangkan dengan diskusi lebih dulu.

“Meski masyarakat sudah mundur, tetap saja aparat melakukan penyerangan. Seorang yang pegang handycamp, juga berusaha dirampas. Tapi ga berhasil dirampas,” tambah Ketua SPI Basis Desa mekar Jaya, Khairman.

Jelang magrib, kata dia, belasan anggota yang dianiaya oleh oknum aparat, sempat dilarikan ke RS Nurita di Pasar II untuk mendapatkan perawatan medis dan visum. Namun, pihak rumah sakit tak bersedia dengan alasan perintah dari polisi.

“Jam 10 malam, Kanit Intel menelpon dan menanyakan kabar anggota yang terluka dan akan bertanggung jawab. Tapi, kita tidak gubris. Kemudian sabtu paginya jam 8, kami dapat informasi kalau aparat melakukan perusakan tanaman ubi, jagung milik masyarakat. Bahkan ada juga personel di lapangan yang mengambil ayam milik masyarakat,” kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Ketua DPW SPI Sumut, Zubaidah meminta agar Pemkab Langkat dan Pemprov Sumut turun ke lapangan melihat warganya yang diintimidasi oleh PT LNK melalui aparat penegak hukum. Dia pun mendesak, Pemprov Sumut untuk mencabut izin operasional PT LNK dan usir dari bumi tanah Langkat. “Petani kerap jadi korban ketika dihadapkan dengan kekuatan polisi dan pihak keamanan lainnya,” kata dia.

Menanggapi apa yang terjadi, Kapolres Langkat, AKBP Mulya Hakim membantah jika terjadi bentrokan antara masyarakat dengan aparat penegak hukum dalam penggusuran tersebut. “Bukan (bentrok), hanya miss komunikasi saja,” ungkap dia ketika dihubungi.

Ditanya apakah ada koban luka-luka dari bentok itu, Mulya seolah tak perduli. “Saya juga enggak tahu 15 orang (korban luka),” tambah dia. Selanjutnya Mulya mengatakan bahwa ada juga anak buahnya yang menjadi korban. “Polisi pun juga ada yang korban. Kami (polisi) enggak melawan sebenarnya,” ujar dia.

Menurutnya, petani yang disebutnya sebagai penggarap, melakukan perlawanan hingga berujung bentrok. “Masyarakat sudah menyiapkan batu, bom molotov. Oleh penggarap (ralat) bukan masyarakat. Oleh penggarap ya. Mereka kita himbau berulang kali dari tahun 2013. Sudah kita pertemukan juga dengan BPN,” ujarnya.

Disinggung fasilitasi Polres Langkat antara masyarakat dengan BPN itu bukan berlangsung di Kantor BPN sesuai permintaan masyarakat, dia tak merespon.

“Itu bukan terakhir, bukan satu kali. Berulang kali, rangkaian kegiatan dari tahun 2013 dan sempat terjadi pengukuran lahan oleh BPN. Yang terakhir, mereka minta ketemu BPN. Kita sudah saiapkan BPN hadir, tapi yang bersangkutan tidak hadir. Polres netral, kita memfasilitasi saja. BPN pun mintanya di Polres,” sebutnya. (ted/mag-1/ije)

 

 

 

Exit mobile version