Site icon SumutPos

Camat Divonis, Keluarga Histeris

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sidang korupsi pembebasan lahan pembangunan basecamp dan akses road PLTA Asahan III 2010 kembali digelar Pengadilan Negeri Medan, Kamis (22/1). Kali ini dua terdakwa, Tumpal Enryko Hasibuan selaku Camat Pintu Pohanmeranti Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) divonis 1,5 tahun atau 18 bulan dan Marole Siagian selaku Kepala Desa Meranti Utara Kabupaten Tobasa, divonis 2 tahun penjara.

Usai persidangan, seketika keluarga terdakwa Tumpal, Enryko Hasibuan berteriak histeris. Dengan menggunakan bahasa batak, dirinya pun terus mengoceh sambil teriak dan mennangis karena tak terima atas putusan yang menghukum anaknya.

Sementara itu, isteri Tumpal, Hepi Sirait menyatakan kalau seharusnya yang bertanggung jawab dalam kasus ini adalah pihak PT Perusahaan Listrik Negera (PLN), karena sebagai penguasa anggaran. “Orang bodoh saja tahu, kalau di sini PLN sebagai penguasa anggaran, seharusnya PLN yang bertanggung jawab, tetapi tidak ada pihak PLN yang terlibat,” kesal wanita yang memakai batik biru ini di luar ruang persidangan.

Dirinya pun menyatakan tak terima atas putusan tersebut. “Inikan pengadilan, tempat mencari keadilan, tapi kenapa kami yang disalahkan. Kami terima kalau kami dihukum, tetapi seharusnya PLN ikut bertanggung jawab,” kesalnya.

Sama halnya dengan adik kandung korban, Feri Hasibuan. Pria ini menyebutkan kalau dalam persidangan sebelumnya dengan saksi Bupati Tobasa, Kasmin Simanjuntak pernah menyatakan kalau Tumpal adalah korban. “Kan sudah ada keterangan dari bupati semalam kalau menyatakan abang saya tidak bersalah dan merupakan tumbal. Kami menduga kalau ini adalah rekayasa kasus,” ungkapnya.

Akibat keributan tersebut, sidang lainnya pun sempat tertunda karena pihak keluarga masih teriak-teriak dan tak terima atas putusan tersebut.

Sebelumnya, dalam persidangan dengan agenda putusan tersebut, majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga SH menyebutkan kedua terdakwa bersalah. “Untuk terdakwa Tumpal terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan (1,6 tahun). Dan untuk Marole dijatuhi pidana selama 2 tahun,” jelas majelis hakim.

Kedua terdakwa dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua terdakwa juga dikenakan denda masing-masing sebesar Rp50 juta dan subsider 1 bulan kurungan.

Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa dalam keterangan saksi-saksi yakni Bupati Tobasa, Pandapotan Kasmin Simanajuntak menyatakan telah menerima uang senilai Rp2 miliar dan Rp1,8 miliar yang ditransfer direkeningnya. Dan terdakwa Marole telah menjual lahan kepada isteri Bupati Tobasa, Netty Pardosi.

“Menimbang dalam keterangan saksi Kasmin Simanjuntak kalau menerima uang Rp2 miliar dan Rp1,8 miliar melalui transfer,” jelas majelis hakim.

Usai putusan, terlihat mata dari Tumpal berkaca-kaca seolah tak terima akan vonis tersebut. Sementara Marole terlihat hanya tersenyum saja tanpa berkomentar sedikit pun.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan Jaksa sebelumnya.  Sebelumnya, jaksa menuntut Tumpal dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara untuk Marole Siagian dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dengan denda yang sama Rp500 juta dan subsider 3 bulan kurungan.

Atas putusan tersebut, kedua terdakwa pun menyatakan pikir-pikir untuk banding. Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Praden Simanjuntak, juga menyatakan pikir-pikir.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, kedua terdakwa dijelaskan tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota P2T sebagaimana mestinya.

Yang mana pembayaran ganti rugi kepada masyarakat untuk pengadaan lahan basecamp dan akses road PLTA Asahan III di Dusun Batumamak, Desa Meranti Utara, Kabupaten Tobasa, dinilai menyalahi peraturan perundang-undangan. (bay/smg/azw)

Karena lahan seluas 9 hektare itu masuk dalam kawasan hutan register 44, namun diklaim milik warga Dusun Batumamak.

Dijelaskan jaksa, kedua terdakwa bersama Ketua dan Wakil Ketua P2T tidak menginventarisasi lahan dan tanaman yang akan dibebaskan. Sehingga ganti rugi diberikan kepada warga Dusun Batumamak, Desa Meranti Utara, Tobasa, yang mengklaim memiliki 286 persil lahan. Akibat perbuatan terdakwa, telah memperkaya
orang lain, dalam hal ini penerima ganti rugi, yang merugikan negara. Padahal, kata jaksa, berdasarkan koordinatnya, lahan itu berada di atas kawasan hutan lindung register 44. (bay/smg/azw)

Exit mobile version