Site icon SumutPos

Dikawal Ketat, PK Amran Sinaga Tegang

Foto: DHEV BAKKARA/METRO SIANTAR Amran Sinaga, wakil bupati terpilih Pilkada Simalungun 2016, digiring petugas menuju menuju mobil usai mengikuti  permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Simalungun, Selasa (23/2/2016).
Foto: DHEV BAKKARA/METRO SIANTAR
Amran Sinaga, wakil bupati terpilih Pilkada Simalungun 2016, digiring petugas menuju menuju mobil usai mengikuti permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Simalungun, Selasa (23/2/2016).

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Setelah menyerahkan diri ke Kejari Simalungun, Senin (22/2/2016), calon Wakil Bupati Simalungun Ir Amran Sinaga mengikuti sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun Jl Asahan, Kec Siantar, Kab Simalungun, Selasa (23/2).

Tiba di pengadilan, Amran yang dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) dikawal ketat. Baik dari pihak Lapas maupun polisi. Bahkan, pendukung Ir Amran Sinaga langsung menyambutnya dengan melakukan pengawalan berlapis.

Bukan itu saja, sejumlah wartawan dari berbagai media langsung dihadang dan dilarang melakukan peliputan. Bahkan, pengawal Amran mengancam dan menggertak wartawan. Situasi tegang. Namun pihak PN Simalungun tak menggubris pendukung Amran. Oleh pihak PN, wartawan diperbolehkan meliput sidang.

Amran terlihat serius mengikuti jalannya persidangan. Dia duduk di samping penasehat hukumnya, Maria Purba, SH. Sesekali ia tertunduk dan mengurut keningnya. Melalui pengacaranya, Amran menolak seluruh dakwaan jaksa. Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Tiares Sirait SH.MH itu Maria mengatakan bahwa alasan PK ini dilakukan setelah mempelajari putusan MA yang bertentangan satu dengan yang lainnya.

Sebelumnya, MA menilai bahwa Amran bersalah melanggar pasal 73 ayat (1) junto pasal 37 ayat (7) UU No 26 Tahun 2007 dengan berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumut Tahun 2003-2018. Terdakwa terbukti secara sah bersalah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan alasan lokasi atau area yang dimohonkan penerbitan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPKTM) yang terletak di Dusun Sinar Dolok, Desa Marihat Dolok, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun yang termasuk dalam kawasan hutan lindung berdasarkan RTRW Sumut Tahun 2003-2018.

Pada memori PK ini, Amran mengajukan bukti baru yaitu berupa surat Gubernur Sumut No 522-779 tanggal 11 Februari 2004 perihal penetapan kawasan hutan Sumut. “Dalam bukti baru ada dugaan kuat, bahwa sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung. Artinya, putusan vonis tidak dapat diterima dan lepas dari tuntutan hukum. Bahwa dengan terbitnya Perda Sumut No 7 Tahun 2003, menetapkan sebagai kawasan hutan,” ungkap Maria.

“Namun dalam hal ini penetapan kawasan hutan wilayah Sumut masih merasa perlu penetapannya melalui pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 14 dan 15 UU N0 41 Tahun 1999 mengenai kehutanan,” sambungnya.

Diuraikan Maria, sesuai dengan surat Gubsu No 522-779 tanggal 11 Februari 2015, kemudian pemerintah pusat melalui Menteri Kehutanan (Menhut) menerbitkan SK 44 Menhut II-2005 Tentang penunjukkan kawasan hutan di Sumut seluas 3.742.120 hektar.

“Terbitnya SK 44 Menhut II-2005 untuk menjamin kepastian hukum mengenai kawasan hutan RTRW Sumut 2003-2018. Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa Perda Sumut No 7 Tahun 2003 tentang RTRW 2003-2018 tidak dapat dijadikan ajuan untuk menentukan kawasan hutan,” tuturnya.

“Ketentuan mengenai kawasan hutan yang harus dipedomani adalah SK 44 Menhut II-2005 sebagai ajuan,” jabar Maria di hadapan JPU Angga Surya Nagara SH.MH, Julita Nababan SH dan Ali Akbar SH.
Alasan lain yang menyatakan Amran tidak bersalah lanjutnya, diperkuat dengan surat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Simalungun No 005-60-BPD/2016 tanggal 27 tahun 2016 menyatakan bahwa ketentuan yang dipedomani untuk menentukan suatu areal berada dalam kawasan hutan atau tidak di daerah Simalungun adalah SK 44 Menhut II-2005. Namun sebelum SK ini terbit yang menjadi ajuan dalam menentukan kawasan hutan di Sumut adalah tata guna hutan kesepakatan yang diterbitkan Menteri Pertanian.

Kemudian tahun 2005 dengan adanya Surat Gubsu No 522-779 tanggal 11 Februari 2004 yang memohonkan agar Menhut menetapkan kawasan hutan di Sumut, maka terbitlah SK 44 Menhut 2005 dengan menetapkan luas kawasan hutan seluas 3.742.120 hektar. Kemudian diperbarui SK 579 Menhut 2014. Bahwa area yang dimohonkan IPKTM di Dusun Sinar Dolok setelah titik kordinat itu dipoting baik melalui melalui surat Menteri Pertanian No 923/KPPS/UN/12/1982 tanggal 23 Desember 1982 tentang penetuan kawasan area hutan Sumut dan SK 44 Menhut II-2005, area yang menjadi persoalan berada diluar kawasan hutan.

Maria Purba menjelaskan bahwa hal ini juga diperkuat dengan Surat Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah II No S.5.56/7/BPKH.I-2.2012 tanggal 11 Juni 2011 yang ditanda tangani Kepala BPKH wilayah I. Diperkuat dengan laporan perjalanan dinas dalam menentukan titik IPKTM, Juni 2010. Isinya menyatakan bahwa tanah yang dimohonkan berada di luar kawasan hutan. Dipertegas, ajuan mengenai titik kordinat kawasan hutan adalah SK 44 Tahun 2005 dan bukan RTRW Sumut.

Selain bukti tertulis sebanyak 12 berkas, Amran juga menghadirkan saksi yaitu Hariono. Hariono merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Kehutanan (Dishut) Simalungun. Dia bertugas melakukan pengukuran dan pemetaan kawasan hutan. Hariono juga sebagai PNS yang pernah menjabat di BPKH dan di Dinas Kehutanan Provinsi Sumut. Hariono mengatakan mengetahui persis mengenai keluarnya peraturan soal titik kordinat kawasan hutan atau tidak. Dan, mengenai area yang dipersoalkan saat ini bukan area kawasan hutan.

Usai mendengarkan keterangan saksi, jaksa akan memberikan pandangannya dengan terlebih dahulu mempelajari isi PK yang diajukan selama satu minggu. Menanggapi itu, ketua majelis hakim Teares Sirait mengatakan akan melanjutkan sidang tanggal 1 Maret. Rencananya tanggal 10 Maret agenda kesimpulan. (pam/gir/th/smg/ala)

Exit mobile version