30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

DPRD Sumut Bantah Gelar “Rapat Gelap”

DANIL SIREGAR/SUMUT POS PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7).  Agenda paripurna pandangan umum fraksi terhadap Ranperda tentang Laporan PertanggungJawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provsu TA 2014.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Ilustrasi Rapat DPRD

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Tudingan kepada Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) yang melaksanakan rapat bersama Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) beserta jajarannya di lingkungan pemerintah provinsi (Pemprov) sebagai pertemuan “gelap” mendapat bantahan dari kalangan dewan sendiri. Bahkan muncul rasa kecewa karena dianggap menjustifikasi lembaga legislatif.

“Pertemuan Komisi C DPRD Sumut dengan Sekdaprov Sumut Hasban Ritonga dan jajarannya adalah hal sah dan sesuai undangan resmi pihak pemprov,” ujar anggota Komisi C DPRD Sumut HM Hanafiah Harahap kepada wartawan digedung dewan, Kamis (23/7).

Bahkan dirinya juga menyayangkan pernyataan sejumlah anggota dewan yang notabene merupakan rekannya di legislatif, yang menyebutkan jika pertemuan mereka pada Sabtu 11 Juli 2015 di gedung pemprov Sumut Jalan Diponegoro Medan telah melanggar aturan dan tata tertib dewan. Padahal pertemuan tersebut berdasarakan surat Sekdaprov nomor 005/5357/2015 perihal undangan rapat evaluasi realisasi penerimaan pendapatan daerah di Sumut yang ditujukan kepada Ketua DPRD Sumut cq Ketua Komisi C.

“Jangan berbicara tanpa memahami secara utuh pasal demi pasal tata tertib. Sesuai peraturan DPRD nomor 4/2014, peraturan DPRD nomor 10/2015 tentang kode etik dan pearaturan DPRD nomor 11/2015 tentang tata cara beracara badan kehormatan dewan. Saya imbau agar kawan-kawan membaca semua peraturan tersebut secara utuh dan menyeluruh,” sebutnya.

Menurutnya, dalam menyampaikan pendapat harus memperhatikan kode etik yang meliputi nilai keadilan, moralitas, objektifitas, kebebasan, solidaritas dan tanggung jawab. Dalam hal ini menurutnya sesama anggota dewan harus memahaminya. Dengan demikian tidak ada alasan bagi mereka untuk memberikan klarifikasi apapun terhadap tudingan tersebut.

“Untuk itu pemahamannya tidak boleh sepotong-sepotong, akhirnya merendahkan keberadaan institusi DPRD Sumut,” tambahnya.

Sementara Ketua Komisi C DPRD Sumut Muchrid Nasution enggan berkomentar lebih jauh. Menurutnya hal tersebut akan dievaluasi dalam rapat pimpinan. Karena menurutnya, surat undangan yang disampaikan oleh Pemprov Sumut tertenggal 18 Juni 2015 lalu, diterima pada 9 Juli 2015 yang saat itu oleh Wakil Ketua DPRD Sumut Parlinsyah Harahap selaku Koordinator Komisi C. “Surat undangan itu diterima pimpinan (Parlinsyah Harahap), jadi tanya saja ke Parlin,” kata Muchrid berulang.

Sebelumnya sejumlah anggota dewan mempertanyakan perihal pertemuan yang digelar antara Komisi C dengan Pemprov Sumut. Dimana Sekdaprov Sumut Hasban Ritonga dinilai ingin menjerumuskan sejumlah anggota dewan saat menerima rapat gelap di hari libur (Sabtu) dan malam hari, bersamaan dengan dilakukannya penggeledahan di beberapa ruangan di kantor Gubernur oleh Koimisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah hakim PTUN Medan.

Anggota DPRD Sumut dari sejumlah fraksi seperti HM Nezar Djoeli dari Fraksi Partai Nasdem, Leonard S Samosir dari Fraksi Partai Golkar dan Astrayuda Bangun dari Fraksi Partai Gerindra, mendesak agar Sekdaprov memberikan klarifikasi terkait rapat yang mereka tuding “gelap” tersebut. Termasuk juga pimpinan Komisi C Muchrid Nasution yang menghadiri rapat dan tidak buang badan.

“Sekdaprovsu dan Ketua Komisi C DPRDSU Muchrid Nasution segera memberikan klarifikasi terkait ‘rapat gelap’ yang mereka gelar baru-baru ini di Kantor Gubsu. Ini penting, agar citra dan nama baik dewan secara menyeluruh tidak tercemar. Kita juga berharap pimpinan komisi segera memberikan klarifikasinya. Jangan malah terkesan ‘buang badan’ melibatkan koordinator komisi yang dipimpinnya. Sebab, sesungguhnya segala tindak tanduk penyusunan agenda rapat di Badan Musyawarah sepenuhnya dijalankan oleh pimpinan komisi yang bersangkutan,” kata Nezar Djoeli.

Mereka mempertanyakan dasar digelarnya rapat tersebut pada hari libur dan malam hari. Sehingga muncul kecurigaan, seolah ingin menjerumuskan anggota dewan, dimana pada saat bersamaan ada operasi penggeledahan ruang kerja Gubernur oleh KPK.

“Jika rapat tersebut benar didasari adanya surat resmi dari Sekdaprov Sumut, maka hal itu akan menjadi tanda tanya besar bagi kita, mengapa mengeluarkan undangan dengan jadwal pada malam hari diluar jam kerja dan hari libur. Apa jangan-jangan Sekdaprov mau menjerumuskan anggota dewan, karena rapat itu pas bersamaan dengan dilakukannya penggeledahan oleh KPK di sejumlah ruangan kantor Gubsu,” kata Leonard.

Meskipun sudah dibuktikan dengan adanya surat undangan dari Sekdaprov Sumut, pihaknya tetap berharap ada peran aktif dari masyarakat pemerhati kinerja dewan serta kalangan dewan sendiri untuk mempertanyaka perihal agenda rapat diluar jam dan hari kerja tersebut. (bal/ije)

DANIL SIREGAR/SUMUT POS PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7).  Agenda paripurna pandangan umum fraksi terhadap Ranperda tentang Laporan PertanggungJawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provsu TA 2014.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Ilustrasi Rapat DPRD

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Tudingan kepada Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) yang melaksanakan rapat bersama Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) beserta jajarannya di lingkungan pemerintah provinsi (Pemprov) sebagai pertemuan “gelap” mendapat bantahan dari kalangan dewan sendiri. Bahkan muncul rasa kecewa karena dianggap menjustifikasi lembaga legislatif.

“Pertemuan Komisi C DPRD Sumut dengan Sekdaprov Sumut Hasban Ritonga dan jajarannya adalah hal sah dan sesuai undangan resmi pihak pemprov,” ujar anggota Komisi C DPRD Sumut HM Hanafiah Harahap kepada wartawan digedung dewan, Kamis (23/7).

Bahkan dirinya juga menyayangkan pernyataan sejumlah anggota dewan yang notabene merupakan rekannya di legislatif, yang menyebutkan jika pertemuan mereka pada Sabtu 11 Juli 2015 di gedung pemprov Sumut Jalan Diponegoro Medan telah melanggar aturan dan tata tertib dewan. Padahal pertemuan tersebut berdasarakan surat Sekdaprov nomor 005/5357/2015 perihal undangan rapat evaluasi realisasi penerimaan pendapatan daerah di Sumut yang ditujukan kepada Ketua DPRD Sumut cq Ketua Komisi C.

“Jangan berbicara tanpa memahami secara utuh pasal demi pasal tata tertib. Sesuai peraturan DPRD nomor 4/2014, peraturan DPRD nomor 10/2015 tentang kode etik dan pearaturan DPRD nomor 11/2015 tentang tata cara beracara badan kehormatan dewan. Saya imbau agar kawan-kawan membaca semua peraturan tersebut secara utuh dan menyeluruh,” sebutnya.

Menurutnya, dalam menyampaikan pendapat harus memperhatikan kode etik yang meliputi nilai keadilan, moralitas, objektifitas, kebebasan, solidaritas dan tanggung jawab. Dalam hal ini menurutnya sesama anggota dewan harus memahaminya. Dengan demikian tidak ada alasan bagi mereka untuk memberikan klarifikasi apapun terhadap tudingan tersebut.

“Untuk itu pemahamannya tidak boleh sepotong-sepotong, akhirnya merendahkan keberadaan institusi DPRD Sumut,” tambahnya.

Sementara Ketua Komisi C DPRD Sumut Muchrid Nasution enggan berkomentar lebih jauh. Menurutnya hal tersebut akan dievaluasi dalam rapat pimpinan. Karena menurutnya, surat undangan yang disampaikan oleh Pemprov Sumut tertenggal 18 Juni 2015 lalu, diterima pada 9 Juli 2015 yang saat itu oleh Wakil Ketua DPRD Sumut Parlinsyah Harahap selaku Koordinator Komisi C. “Surat undangan itu diterima pimpinan (Parlinsyah Harahap), jadi tanya saja ke Parlin,” kata Muchrid berulang.

Sebelumnya sejumlah anggota dewan mempertanyakan perihal pertemuan yang digelar antara Komisi C dengan Pemprov Sumut. Dimana Sekdaprov Sumut Hasban Ritonga dinilai ingin menjerumuskan sejumlah anggota dewan saat menerima rapat gelap di hari libur (Sabtu) dan malam hari, bersamaan dengan dilakukannya penggeledahan di beberapa ruangan di kantor Gubernur oleh Koimisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah hakim PTUN Medan.

Anggota DPRD Sumut dari sejumlah fraksi seperti HM Nezar Djoeli dari Fraksi Partai Nasdem, Leonard S Samosir dari Fraksi Partai Golkar dan Astrayuda Bangun dari Fraksi Partai Gerindra, mendesak agar Sekdaprov memberikan klarifikasi terkait rapat yang mereka tuding “gelap” tersebut. Termasuk juga pimpinan Komisi C Muchrid Nasution yang menghadiri rapat dan tidak buang badan.

“Sekdaprovsu dan Ketua Komisi C DPRDSU Muchrid Nasution segera memberikan klarifikasi terkait ‘rapat gelap’ yang mereka gelar baru-baru ini di Kantor Gubsu. Ini penting, agar citra dan nama baik dewan secara menyeluruh tidak tercemar. Kita juga berharap pimpinan komisi segera memberikan klarifikasinya. Jangan malah terkesan ‘buang badan’ melibatkan koordinator komisi yang dipimpinnya. Sebab, sesungguhnya segala tindak tanduk penyusunan agenda rapat di Badan Musyawarah sepenuhnya dijalankan oleh pimpinan komisi yang bersangkutan,” kata Nezar Djoeli.

Mereka mempertanyakan dasar digelarnya rapat tersebut pada hari libur dan malam hari. Sehingga muncul kecurigaan, seolah ingin menjerumuskan anggota dewan, dimana pada saat bersamaan ada operasi penggeledahan ruang kerja Gubernur oleh KPK.

“Jika rapat tersebut benar didasari adanya surat resmi dari Sekdaprov Sumut, maka hal itu akan menjadi tanda tanya besar bagi kita, mengapa mengeluarkan undangan dengan jadwal pada malam hari diluar jam kerja dan hari libur. Apa jangan-jangan Sekdaprov mau menjerumuskan anggota dewan, karena rapat itu pas bersamaan dengan dilakukannya penggeledahan oleh KPK di sejumlah ruangan kantor Gubsu,” kata Leonard.

Meskipun sudah dibuktikan dengan adanya surat undangan dari Sekdaprov Sumut, pihaknya tetap berharap ada peran aktif dari masyarakat pemerhati kinerja dewan serta kalangan dewan sendiri untuk mempertanyaka perihal agenda rapat diluar jam dan hari kerja tersebut. (bal/ije)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/