30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Kisah Ferianti Sidabutar, Wirausaha Muda dalam Boot Camp 2019, Pakai Medsos, Banyak Pesanan Ulos dari Luar Provinsi

pran Hasibuan/Sumut Pos
SEMRINGAH: Wirausaha muda asal Samosir, Ferianti Sidabutar semringah saat disambangi Tim UNESCO, City Indonesia dan wartawan di kediamannya di Desa Siopat Sosor, Kecamatan Pengururan, Kabupaten Samosir, Sumut, Senin (18/2) lalu.

SUMUTPOS.CO – Kehadiran teknologi berwujud media sosial, sungguh membantu para penenun ulos di Tanah Toba. Jika dulu mereka kesulitan berbelanja bahan baku hingga memasarkan produknya, kini semua lebih mudah dan terbuka. Para penenun Tanah Toba siap menatap masa depan gemilang dari hasil karyanya. Semua karena media sosial alias medsos.

Ferianti Sinabutar, satu di antara 117 wirausaha muda beruntung asal Tanah Toba. Ini dikarenakan ia berkesempatan ikut dalam Boot Camp Youth Entreprenuer, inisiasi City Indonesia dan UNESCO. Selama acara berlangsung dua hari (19-20/2) pekan lalu, Ferianti tampak antusias ingin mendalami pengetahuan seputar usaha yang kini ia tekuni, yakni menenun ulos.

Tak sekadar soal bagaimana cara memasarkan produk yang dihasilkan, melalui boot camp, peserta juga diajarkan pendekatan asal usul dan sejarah ulos. Begitupun tren dan perkembangan ulos, variasi motif, dan cara modifikasinya, sehingga tidak hanya dapat digunakan pada acara adat.

“Kalau dulu (motif ulos) yang kami tenun, itu ada gambar cicak, gorga, dan bintang. Kalau sekarang, kami tambahi pernak-perniknya seperti bunga tabur untuk latarnya, sehingga dia kelihatan lebih cantik,” ujar Ferianti saat disambangi tim City Indonesia, UNESCO, dan wartawan di kediamannya, Desa Siopat Sosor, Kecamatan Pengururan, Kabupaten Samosir, Sumut, Senin (18/2).

Sebelum menggeluti tenun ATBM, Ferianti mengaku fokus menenun ulos secara tradisional. Keahliannya diperoleh dari nenek. Pemasaran produk ulos mereka hanya di sekitaran Pulau Samosir dan kawasan Danau Toba saja. Sejak mendapat banyak pelatihan dan binaan dari Deskranasda Samosir serta City Indonesia dan UNESCO, kini dia bisa menjual hasil karyanya hingga ke Bogor, Jawa Barat.

“Itu semua setelah saya diajari bisnis pemasaran melalui medsos Instagram. Kalau dulu itu bingung, karena pasarnya mentok di sini-sini aja. Setelah dilatih cara berbisnis melalui medsos, banyak pesanan datang dari luar provinsi. Medsos sangat membantu saya memasarkan hasil tenun ulos,” ujar wanita berparas sawo matang ini semringah.

Untuk produksi ulos, kini ia sudah menggunakan alat tenun semi modern. Dalam seminggu, ia bisa membuat tiga stel untuk bakal baju. “Jika kita fokus dan konsern siapkan satu bakal, paling cepat itu bisa selesai dalam dua hari. Itu untuk bakal baju ya. Dulu produksinya dijual melalui Deskranasda di sini. Tapi sejak diajari jualan menggunakan Instagram dan Facebook, sekarang semuanya jauh lebih mudah,” ujarnya.

Saat ini, fokus UNESCO dan City Indonesia dalam membimbing wirausaha muda di Tanah Toba, masih tahap marketing dan pemasaran. Para wirausahawan diajari cara mengemas hasil produk dan karya mereka, yang ditampilkan melalui akun medsos pribadi si penenun dan akun resmi instansi.

Diharapkan setiap kali hasil produk itu terpampang di medsos, mampu menggugah calon pembeli, baik dari dalam negeri hingga mancanegara.

“Produksi ulos paling murah itu harganya kisaran Rp450 ribu, paling mahal bisa sampai Rp1,8 juta. Tergantung jenis bakal kain dan motifnya. Semakin rumit membuatnya, semakin mahal harganya,” kata Ferianti.

Hasil produk Ferianti dan 116 wirausaha muda di lima kabupaten se kawasan Danau Toba, sering dipamerkan setiap kali ada event kebudayaan dan UMKM. Baik di Samosir sebagai inisiator dari Pemkab, juga dari pemda lainnya di Sumut. Bukan tak hanya itu, hasil karya wirausaha muda dibawah masing-masing Deskranasda mereka, juga kerap dipamerkan melalui acara Inacraft yang mewakili Provinsi Sumut.

Ajang sebesar Inacraft, diakui Ferianti, membantunya mendapatkan keuntungan lumayan besar dari biasanya. Sebab tamu yang hadir datang dari banyak belahan dunia dan juga daerah.

“Iya, setiap Inacraft hasil-hasil tenun ulos saya selalu dibawa untuk dipajang. Saya tentu senang bisa jalan-jalan ke daerah lain setiap tahunnya, dan mengenalkan ulos kepada banyak pengunjung,” kata wanita 22 tahun yang sudah menenun ulos sejak SMP tersebut.

“Jika dulu itu bahan baku susah kita dapat dari sini, tapi sejak belajar jualan di medsos saya bisa pesan motif-motif baru untuk diproduksi, sehingga banyak variasi yang nantinya akan dipasarkan,” pungkasnya.

Prioritas Pendampingan

Director and Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia, Elvera N Makki, mengatakan kawasan Danau Toba merupakan satu dari 10 destinasi prioritas pariwisata. Sehingga dengan pendampingan wirausaha mudanya, diharapkan dapat memajukan industri kreatif dan peningkatan pendapatan ekonomi.

“Ada 5 kabupaten/kota yang kita lakukan pembinaan. Yakni Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Simalungun, Samosir, dan Tapanuli Utara. Dengan rangkaian pelatihan kewirausahaan ini, kita berharap peserta memiliki keterampilan yang memiliki daya saing, akses finansial serta sumber daya lain yang dapat mengarahkan mereka menuhu sukses,” ujarnya menjawab wartawan, di Samosir Cottage, Selasa (19/2).

Adapun penerima manfaat program ini, yakni yang bergerak pada tradisi budaya khas Sumut. Seperti tenun, ulos, pahat gorga, serta industri kreatif lainnya. Kurikulum yang ditawarkan termasuk pelatihan di bidang pengembangan usaha dan metodologi pengelolaan finansial, serta promosi melalui sosial media dan metode pengambilan gambar berkualitas menggunakan ponsel pintar.

Setelah mengikuti program boot camp, para penerima manfaat akan mendapatkan online mentoring pengembangan rencana strategi usaha selama tiga bulan ke depan. Proses mentoring dan pendampingan teknis akan disesuaikan dengan kebutuhan dan masing-masing sektor yang mengikuti program ini.

“Informasi terkini mengenai program dapat disaksikan di akun sosial media @kitamudakreatif yang berfungsi juga menjadi sarana promosi untuk produk dan jasa dari para anak muda penerima manfaat,” katanya. (**)

pran Hasibuan/Sumut Pos
SEMRINGAH: Wirausaha muda asal Samosir, Ferianti Sidabutar semringah saat disambangi Tim UNESCO, City Indonesia dan wartawan di kediamannya di Desa Siopat Sosor, Kecamatan Pengururan, Kabupaten Samosir, Sumut, Senin (18/2) lalu.

SUMUTPOS.CO – Kehadiran teknologi berwujud media sosial, sungguh membantu para penenun ulos di Tanah Toba. Jika dulu mereka kesulitan berbelanja bahan baku hingga memasarkan produknya, kini semua lebih mudah dan terbuka. Para penenun Tanah Toba siap menatap masa depan gemilang dari hasil karyanya. Semua karena media sosial alias medsos.

Ferianti Sinabutar, satu di antara 117 wirausaha muda beruntung asal Tanah Toba. Ini dikarenakan ia berkesempatan ikut dalam Boot Camp Youth Entreprenuer, inisiasi City Indonesia dan UNESCO. Selama acara berlangsung dua hari (19-20/2) pekan lalu, Ferianti tampak antusias ingin mendalami pengetahuan seputar usaha yang kini ia tekuni, yakni menenun ulos.

Tak sekadar soal bagaimana cara memasarkan produk yang dihasilkan, melalui boot camp, peserta juga diajarkan pendekatan asal usul dan sejarah ulos. Begitupun tren dan perkembangan ulos, variasi motif, dan cara modifikasinya, sehingga tidak hanya dapat digunakan pada acara adat.

“Kalau dulu (motif ulos) yang kami tenun, itu ada gambar cicak, gorga, dan bintang. Kalau sekarang, kami tambahi pernak-perniknya seperti bunga tabur untuk latarnya, sehingga dia kelihatan lebih cantik,” ujar Ferianti saat disambangi tim City Indonesia, UNESCO, dan wartawan di kediamannya, Desa Siopat Sosor, Kecamatan Pengururan, Kabupaten Samosir, Sumut, Senin (18/2).

Sebelum menggeluti tenun ATBM, Ferianti mengaku fokus menenun ulos secara tradisional. Keahliannya diperoleh dari nenek. Pemasaran produk ulos mereka hanya di sekitaran Pulau Samosir dan kawasan Danau Toba saja. Sejak mendapat banyak pelatihan dan binaan dari Deskranasda Samosir serta City Indonesia dan UNESCO, kini dia bisa menjual hasil karyanya hingga ke Bogor, Jawa Barat.

“Itu semua setelah saya diajari bisnis pemasaran melalui medsos Instagram. Kalau dulu itu bingung, karena pasarnya mentok di sini-sini aja. Setelah dilatih cara berbisnis melalui medsos, banyak pesanan datang dari luar provinsi. Medsos sangat membantu saya memasarkan hasil tenun ulos,” ujar wanita berparas sawo matang ini semringah.

Untuk produksi ulos, kini ia sudah menggunakan alat tenun semi modern. Dalam seminggu, ia bisa membuat tiga stel untuk bakal baju. “Jika kita fokus dan konsern siapkan satu bakal, paling cepat itu bisa selesai dalam dua hari. Itu untuk bakal baju ya. Dulu produksinya dijual melalui Deskranasda di sini. Tapi sejak diajari jualan menggunakan Instagram dan Facebook, sekarang semuanya jauh lebih mudah,” ujarnya.

Saat ini, fokus UNESCO dan City Indonesia dalam membimbing wirausaha muda di Tanah Toba, masih tahap marketing dan pemasaran. Para wirausahawan diajari cara mengemas hasil produk dan karya mereka, yang ditampilkan melalui akun medsos pribadi si penenun dan akun resmi instansi.

Diharapkan setiap kali hasil produk itu terpampang di medsos, mampu menggugah calon pembeli, baik dari dalam negeri hingga mancanegara.

“Produksi ulos paling murah itu harganya kisaran Rp450 ribu, paling mahal bisa sampai Rp1,8 juta. Tergantung jenis bakal kain dan motifnya. Semakin rumit membuatnya, semakin mahal harganya,” kata Ferianti.

Hasil produk Ferianti dan 116 wirausaha muda di lima kabupaten se kawasan Danau Toba, sering dipamerkan setiap kali ada event kebudayaan dan UMKM. Baik di Samosir sebagai inisiator dari Pemkab, juga dari pemda lainnya di Sumut. Bukan tak hanya itu, hasil karya wirausaha muda dibawah masing-masing Deskranasda mereka, juga kerap dipamerkan melalui acara Inacraft yang mewakili Provinsi Sumut.

Ajang sebesar Inacraft, diakui Ferianti, membantunya mendapatkan keuntungan lumayan besar dari biasanya. Sebab tamu yang hadir datang dari banyak belahan dunia dan juga daerah.

“Iya, setiap Inacraft hasil-hasil tenun ulos saya selalu dibawa untuk dipajang. Saya tentu senang bisa jalan-jalan ke daerah lain setiap tahunnya, dan mengenalkan ulos kepada banyak pengunjung,” kata wanita 22 tahun yang sudah menenun ulos sejak SMP tersebut.

“Jika dulu itu bahan baku susah kita dapat dari sini, tapi sejak belajar jualan di medsos saya bisa pesan motif-motif baru untuk diproduksi, sehingga banyak variasi yang nantinya akan dipasarkan,” pungkasnya.

Prioritas Pendampingan

Director and Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia, Elvera N Makki, mengatakan kawasan Danau Toba merupakan satu dari 10 destinasi prioritas pariwisata. Sehingga dengan pendampingan wirausaha mudanya, diharapkan dapat memajukan industri kreatif dan peningkatan pendapatan ekonomi.

“Ada 5 kabupaten/kota yang kita lakukan pembinaan. Yakni Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Simalungun, Samosir, dan Tapanuli Utara. Dengan rangkaian pelatihan kewirausahaan ini, kita berharap peserta memiliki keterampilan yang memiliki daya saing, akses finansial serta sumber daya lain yang dapat mengarahkan mereka menuhu sukses,” ujarnya menjawab wartawan, di Samosir Cottage, Selasa (19/2).

Adapun penerima manfaat program ini, yakni yang bergerak pada tradisi budaya khas Sumut. Seperti tenun, ulos, pahat gorga, serta industri kreatif lainnya. Kurikulum yang ditawarkan termasuk pelatihan di bidang pengembangan usaha dan metodologi pengelolaan finansial, serta promosi melalui sosial media dan metode pengambilan gambar berkualitas menggunakan ponsel pintar.

Setelah mengikuti program boot camp, para penerima manfaat akan mendapatkan online mentoring pengembangan rencana strategi usaha selama tiga bulan ke depan. Proses mentoring dan pendampingan teknis akan disesuaikan dengan kebutuhan dan masing-masing sektor yang mengikuti program ini.

“Informasi terkini mengenai program dapat disaksikan di akun sosial media @kitamudakreatif yang berfungsi juga menjadi sarana promosi untuk produk dan jasa dari para anak muda penerima manfaat,” katanya. (**)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/