25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Dapat Program Bedah Rumah 20 KK Warga Miskin Dipungut Rp400 Ribu

DIBANGUN: Rumah Adria, sebagai penerima bedah rumah dari Pemkab Humbahas sedang dalam proses pembangunan.
DEDI/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Program pengentasan kemiskinan lewat program bedah rumah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, menuai masalah. Pasalnya, 20 KK yang mendapat program bedah rumah dipungut sebesar Rp400 ribu dengan alasan uang administrasi.

Seperti pengakuan dari warga Desa Parsingguran 1 Kecamatan Pollung, Adria Banjarnahor. Kepada wartawan, bapak tiga anak ini mengatakan, berawal dari warga yang mendapat bantuan bedah rumah itu dikumpulkan di kantor Kepala Desa setempat untuk mengisi syarat-syarat penerima bedah rumah. Namun, karena syarat dinilai rumit, warga yang dikumpulkan membuat kesekapakatan melalui masing-masing kelompok memberikan uang dengan alasan jasa adminitrasi.

“Sebelum dimulai bedah rumah, kami dikumpulkan, ada sebanyak 20 kepala rumah tangga sebagai penerima disatu kelompok desa ini untuk mengisi syarat-syarat adminitrasi, tapi karena sulit kami sepakat dengan memberikan uang Rp400 ribu untuk jasa adminitrasi,” kata suami boru Simarmata ini, Selasa (24/9).

Adria menceritakan, uang itu diberikan kepada Jonson Banjarnahor, sebagai ketua kelompok di daerah mereka. “ Jadi uang itu kami kasih kepada ketua kelompok,” katanya.

Adrian yang mendapat bantuan bedah rumah dari Dinas Perumahaan Permukiman berupa material. Yakni, seng, pasir, besi, batu sertu dan semen, paku untuk merenovasi rumah mereka yang berukuran 7×6 m2. Namun, dari bahan material yang diterima mereka, harganya tidak sesuai dipasaran. Ia mencontohkan, harga semen dijual Rp 75 ribu per sak, kemudian batubata per batang Rp 700 perak.

Sementara, Jonson Banjarnahor, oknum yang mengumpulkan uang jasa adminitrasi membenarkan kutipan tersebut. Ia beralasan, uang itu dikarenakan untuk jasa pengisian syarat-syarat adminitrasi yang diberikan kepada pihak Dinas Perkim.

“Ini bukan kutipan tetapi kita berikan uang jasa atau sukarela yang diberikan penerima bedah rumah,” katanya saat dijumpai di rumahnya. Jonson yang diangkat menjadi ketua kelompok di desanya itu juga menerima bedah rumah dari pemerintah setempatnya. Menurut dia, uang yang diminta kepada warga karena merasa syarat-syarat adminitrasi yang harus diisi terlalu rumit.

Karena rumit, sehingga mereka sepakat meminta tolong agar pihak Dinas Perkim untuk mengisi syarat yang diminta. “ Sebenarnya uang yang kami kasih ini paling sedikit, di daerah lain ada sampai Rp 600 ribu,” katanya.

Disinggung masalah bahan bangunan, Jonson juga mengamini. “ Benar, terlalu mahal tidak sesuai yang diharapkan,” katanya.

Dia menceritakan, harga bahan material yang diberikan kepada warga di desanya itu harus disesuaikan dengan standar harga barang pemerintah. Sehingga, bahan material dari toko yang ditetapkan tidak lagi sesuai dengan harga pasaran toko lainnya.

“ Sebenarnya harga bahan material yang diambil dari toko itu tidak segitu harganya, tapi karena pemerintah bilang harus sesuai standar harga barang jadi harus disesuaikan. Padahal dari toko itu, seperti batubata per batang Rp 600 ribu namun dari standar harga barang pemerintah jadi naik Rp 700 perak,” keluhnya.

Namun, karena sudah menjadi kesepakatan, Jonson mau tidak mau dengan warga lainnya sebagai penerima bedah rumah memaui standar harga barang yang dibuat pemerintah. Padahal, tambah dia, jauh sebelumnya desanya disuruh mencari toko penjual bahan material yang paling murah.

“ Jadi kita sebelumnya disuruh cari mana yang lebih murah dan kulihat ada toko marga Siregar ini yang murah, namun karena ada keputusan di kantor desa ada keputusan harus dibuat sesuai harga kabupaten yakni standar harga barang. Jadi jelas percuma yang disuruh,” keluhnya.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Perkim Rockeffeler Simamora melalui Kepala Seksi Perumahaan menangani bedah rumah , Dina Simamora membantah ada menerima uang jasa untuk mengisi adminitrasi yang dibilang warga. “Tidak ada ito, untuk apa katanya? Maaf low bt, ini lagi sambil ngecas,” katanya melalui sms.

Disinggung, masalah standar harga barang harus disesuaikan dengan aturan standar harga barang pemerintah, Dina juga membantah. “ Yang bilang siapa amang? Dan desa mana? Biar kami panggil,” katanya sembari mengaku lagi rapat. (mag-12/han)

DIBANGUN: Rumah Adria, sebagai penerima bedah rumah dari Pemkab Humbahas sedang dalam proses pembangunan.
DEDI/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Program pengentasan kemiskinan lewat program bedah rumah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, menuai masalah. Pasalnya, 20 KK yang mendapat program bedah rumah dipungut sebesar Rp400 ribu dengan alasan uang administrasi.

Seperti pengakuan dari warga Desa Parsingguran 1 Kecamatan Pollung, Adria Banjarnahor. Kepada wartawan, bapak tiga anak ini mengatakan, berawal dari warga yang mendapat bantuan bedah rumah itu dikumpulkan di kantor Kepala Desa setempat untuk mengisi syarat-syarat penerima bedah rumah. Namun, karena syarat dinilai rumit, warga yang dikumpulkan membuat kesekapakatan melalui masing-masing kelompok memberikan uang dengan alasan jasa adminitrasi.

“Sebelum dimulai bedah rumah, kami dikumpulkan, ada sebanyak 20 kepala rumah tangga sebagai penerima disatu kelompok desa ini untuk mengisi syarat-syarat adminitrasi, tapi karena sulit kami sepakat dengan memberikan uang Rp400 ribu untuk jasa adminitrasi,” kata suami boru Simarmata ini, Selasa (24/9).

Adria menceritakan, uang itu diberikan kepada Jonson Banjarnahor, sebagai ketua kelompok di daerah mereka. “ Jadi uang itu kami kasih kepada ketua kelompok,” katanya.

Adrian yang mendapat bantuan bedah rumah dari Dinas Perumahaan Permukiman berupa material. Yakni, seng, pasir, besi, batu sertu dan semen, paku untuk merenovasi rumah mereka yang berukuran 7×6 m2. Namun, dari bahan material yang diterima mereka, harganya tidak sesuai dipasaran. Ia mencontohkan, harga semen dijual Rp 75 ribu per sak, kemudian batubata per batang Rp 700 perak.

Sementara, Jonson Banjarnahor, oknum yang mengumpulkan uang jasa adminitrasi membenarkan kutipan tersebut. Ia beralasan, uang itu dikarenakan untuk jasa pengisian syarat-syarat adminitrasi yang diberikan kepada pihak Dinas Perkim.

“Ini bukan kutipan tetapi kita berikan uang jasa atau sukarela yang diberikan penerima bedah rumah,” katanya saat dijumpai di rumahnya. Jonson yang diangkat menjadi ketua kelompok di desanya itu juga menerima bedah rumah dari pemerintah setempatnya. Menurut dia, uang yang diminta kepada warga karena merasa syarat-syarat adminitrasi yang harus diisi terlalu rumit.

Karena rumit, sehingga mereka sepakat meminta tolong agar pihak Dinas Perkim untuk mengisi syarat yang diminta. “ Sebenarnya uang yang kami kasih ini paling sedikit, di daerah lain ada sampai Rp 600 ribu,” katanya.

Disinggung masalah bahan bangunan, Jonson juga mengamini. “ Benar, terlalu mahal tidak sesuai yang diharapkan,” katanya.

Dia menceritakan, harga bahan material yang diberikan kepada warga di desanya itu harus disesuaikan dengan standar harga barang pemerintah. Sehingga, bahan material dari toko yang ditetapkan tidak lagi sesuai dengan harga pasaran toko lainnya.

“ Sebenarnya harga bahan material yang diambil dari toko itu tidak segitu harganya, tapi karena pemerintah bilang harus sesuai standar harga barang jadi harus disesuaikan. Padahal dari toko itu, seperti batubata per batang Rp 600 ribu namun dari standar harga barang pemerintah jadi naik Rp 700 perak,” keluhnya.

Namun, karena sudah menjadi kesepakatan, Jonson mau tidak mau dengan warga lainnya sebagai penerima bedah rumah memaui standar harga barang yang dibuat pemerintah. Padahal, tambah dia, jauh sebelumnya desanya disuruh mencari toko penjual bahan material yang paling murah.

“ Jadi kita sebelumnya disuruh cari mana yang lebih murah dan kulihat ada toko marga Siregar ini yang murah, namun karena ada keputusan di kantor desa ada keputusan harus dibuat sesuai harga kabupaten yakni standar harga barang. Jadi jelas percuma yang disuruh,” keluhnya.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Perkim Rockeffeler Simamora melalui Kepala Seksi Perumahaan menangani bedah rumah , Dina Simamora membantah ada menerima uang jasa untuk mengisi adminitrasi yang dibilang warga. “Tidak ada ito, untuk apa katanya? Maaf low bt, ini lagi sambil ngecas,” katanya melalui sms.

Disinggung, masalah standar harga barang harus disesuaikan dengan aturan standar harga barang pemerintah, Dina juga membantah. “ Yang bilang siapa amang? Dan desa mana? Biar kami panggil,” katanya sembari mengaku lagi rapat. (mag-12/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/