BINJAI-Setelah bentrok pada Selasa (22/5) lalu, suasana di Kutalimbaru kembali memanas. Sebuah rumah atau posko yang biasa menjadi tempat pembayaran gaji karyawan dan tempat penyimpanan pupuk mitra PTPN 2 dibakar orang tak dikenal.
Adalah rumah yang dihuni Ibrahim Perangin-angin (65) warga Dusun III Namurube Jahe, Desa Namurube Julu, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, dibakar pada Jumat (25/5) dini hari, tepatnya sekira pukul 01.30 WIB.
Menurut Sekdes Namurube Julu, Rusidi Waruwu (41) saat ditemui di lokasi mengatakan, peristiwa itu terjadi saat sedang mati lampu. Penghuni rumah, Riadi (anak Ibrahim), mendengar jejak kaki dari belakang rumah. Namun dia tak menggubris langkah kaki tersebut karena sudah larut malam dan kondisi sangat gelap.
Tak lama setelah terdengar suara jejak kaki tersebut, suara gemuruh dinding yang terbakar mulai terdengar. Dia pun mencoba melihat suara gemuruh tersebut. Ternyata, dinding tepas di belakang rumah sudah terbakar. Riadi pun berlari menuju perkampungan untuk meminta pertolongan.
Lebih jauh diceritakan Rusidi, saat dirinya dan sejumlah masyarakat datang ke lokasi, api sudah membesar dan hampir menghanguskan seluruh bangunan rumah. Untungnya, kata dia, rumah tersebut berada jauh di pemukiman warga, sehingga api tidak menyulut ke rumah-rumah lainnya.
Dikatakan dia, rumah tersebut selama ini dijadikan posko CV Firma Sejati, selaku perusahaan yang bekerjasama dengan pihak PTPN2. “Rumah ini milik Ibrahim Peranginangin yang disewakan ke CV Firma Sejati milik Ramalan Sinuraya,” ungkapnya.
Selama ini, lanjutnya, rumah tersebut dijadikan posko tempat pembayaran gaji karyawan, tempat penyimpanan pupuk dan lain sebagainya. Karena, kata dia, Firma Sejati telah mengontrak lahan PTPN2 seluas 80 hektar. “Rumah ini disewa oleh Ramalan Sinuraya, selaku KSO yang mempunyai lahan tebu seluas 80 Ha diatas areal eks HGU PTPN2. Selama ini yang jaga malam anak Ibrahim Peranginangin, Riadi (25),” cetus Rusidi Waruwu.
Kepala Desa Namurube Julu, Setta Effendi Ginting, ketika dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut. Dirinya mendapat kabar dari warga sekitar pukul 03.00 WIB. Selanjutnya, dia melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. “Lokasi ini masih masuk ke wilayah saya,” kata Setta.
Dia menduga, terbakarnya posko CV Firma Sejati itu terkait konflik lahan di areal eks PTPN 2 Kutalimbaru yang terjadi beberapa waktu lalu. “Karena lokasinya masih dalam areal yang sama,” ucapnya.
Mengenai pelaku pembakaran, Setta belum bisa memastikan siapa pelaku di balik pembakaran rumah tersebut. “Sampai saat ini kami belum menerima laporan adanya keterlibatan warga disini terkait pembakaran itu. Karena, penghuni rumah (Riadi), tidak melihat satu orang pun pelaku,” urainya.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Kutalimbaru Ipda Manis Sembiring, saat ditemui di lokasi kebakaran mengatakan, kejadian tersebut tidak dapat dipastikan siapa pelakunya. “Kita tidak dapat memastikan apa motif terjadinya pembakaran ini. Karena, menurut penjaga malam Riadi, pada malam itu, ia hanya ada mendengar suara dari belakang rumah, waktu dia terbangun dilihatnya api sudah membesar dan langsung pergi meninggalkan rumah itu,” tegasnya.
Terkait pembakaran rumah itu, puluhan personel dari Mapoldasu, Polresta Medan dan Polresta Binjai, terjun ke lokasi pembakaran untuk mengetahui pasti peristiwa tersebut. Setelah melakukan olah TKP, petugas kepolisian langsung memasang garis polisi di sekeliling rumah.
Memanasnya kembali Kutalimbaru, membuat Wakapoldasu Brigjen Cornelis Hutagaol berencana mengunjungi lokasi. Rencana kunjungan Wakapoldasu tersebut, sontak membuat seluruh petinggi Polresta Binjai turun ke lokasi menunggu kehadiaran orang nomor dua di Poldasu tersebut. Namun, hingga pukul 17.30 WIB, jenderal bintang satu ini tak kunjung datang sehingga petugas Polresta Binjai secara berangsur-angsur meninggalkan lokasi.
Disebut Soal Mafia Tanah, Anggota Dewan Tertawa
Soal sengketa tanah yang melibatkan PTPN 2, banyak pihak yang menduga terjadi karena keterlibatan pengusaha ‘nakal’. Beberapa kalangan malah menyebut beberapa nama. Satu di antaranya, seorang pengusaha yang dikenal sebagai ‘raja property’ di Sumut bernama Benny Basri. Terkait dengan itu, Sumut Pos berusaha mengkonfirmasi pada Benny Basri soal tudingan itu. Benny Basri pun langsung membantah bila dirinya berada di belakang peristiwa Binjai dan Durin Tunggal.
“Di Binjai, tidak ada saya itu. Informasi dari mana? Jangan katanya-katanya,” jawabnya.
Bagaimana pula dengan soal tanah PTPN 2 di Brayan dan Marelan, yang kabarnya juga melibatkan dirinya? Kembali lagi, Benny Basri membantah hal itu dengan mengatakan, dia tidak pernah mengambil alih tanah-tanah milik PTPN 2.
“Saya tidak pernah bermain dengan PTPN 2. Tidak ada itu,” akunya lagi.
Nah bagaimana dengan tanah-tanah di pinggiran Sungai Deli, Tanah PJKA, Polonia dan sebagainya di Kota Medan? Kembali lagi, bantahan yang dilontarkan oleh Benny Basri terkait semua yang ditanyakan kepadanya itu. “Tidak ada itu!” katanya.
Sedangkan Anggota Komisi A DPRD Sumut, Syamsul Hilal, saat disinggung Sumut Pos terkait sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai mafia tanah, politisi senior PDI P Sumut hanya tertawa. “Anda sudah tahu itu siapa-siapa orangnya,” katanya.
Kemudian Sumut Pos menyinggung, jika Benny Basri membantah semua isu yang menyebutkannya sebagai mafia tanah, kembali Syamsul Hilal tertawa dan menjawab dengan sebuah pepatah. “Tidak ada maling yang mau mengaku maling,” tukasnya.
Bagaimana dengan bentrok di Kutalimbaru dari sudut pandangnya? Terkait hal itu, Syamsul Hilal secara tegas menyatakan, tim khusus yang bertugas untuk menyelesaikan persoalan tanah sama sekali tidak bekerja. Kendati sudah dibiayai baik oleh PTPN II maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut 2012 sebesar Rp600 juta.
“Kuat indikasinya ada konspirasi antara tim itu, PTPN dan BPN. PTPN disinyalir kuat memperlambat proses pematokan-pematokan itu. Jadi kuat dugaan adanya unsur memperlambat proses penyelesaian masalah ini. Jawaban atau solusinya, pemerintah harus serius menjalankan Undang-undang (UU) Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dengan mengembalikan tanah-tanah perkebunan itu kepada rakyat. Berdasarkan UU itu, negara bukan untuk memiliki tapi hanya sekedar menguasai. Jika UU pertanahan zaman kolonial tahun 1987, negara bisa memiliki tanah tapi tidak menguasai,” terangnya. (ndi/ari)