Konflik Lahan Eks HGU
LUBUK PAKAM- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deliserdang dan Langkat menolak keras sinyalemen yang menyebutkan institusi yang mengurusi pertanahan itu menjadi pemicu berkembangnya sengketa dan konflik di atas lahan eks HGU PTPN2 di Deliserdang dan Binjai. Kedua kantor BPN itu tak mau dipersalahkan atas eskalasi konflik antar PTPN2 dan warga yang meluas belakangan ini.
Menurut Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendataan Tanah BPN Deliserdang, Muklis, dan Kepala Sub Bidang Pendaftaran Tanah, Supli, hingga saat ini dari sekitar 5.873 lahan eks HGU milik PTPN2 yang hendak dilepaskan itu tak pernah melibatkan pihaknya. BPN Deliserdang sebatas tempat pendaftaran sertifikat yang diterbitkan BPN pusat dan Kanwil BPN Sumut.
Muklis mengungkapkan, Kanwil BPN Sumut yang dilibatkan sebagai Kelompok Kerja (Pokja) yang diketuai Gubsum adalah pihak yang melaksanakan pemetaan, pengukuran, dan pematokan atas lahan-lahan eks HGU. Pasalnya salah satu tugas pokok Pokja itu adalah memetakan dan membuat patok di lahan eks HGU PTPN2. ”Ini lanjutan dari kerja tim B plus yang pernah dibentuk tapi sudah dibubarkan. Hampir 12 tahun hasil kerja tim B plus itu tapi sekarang ditindaklanjuti,” ujarnya.
Lahan eks HGU PTPN2 yang masuk dalam 5.873 hektare itu sampai saat ini sertifikat tanahnya belum pernah diterbitkan. Data rincinya juga tak pernah dimiliki BPN Deliserdang. “Data ada di Kanwil BPN Sumut, silakan tanya ke sana, kami tak diajak dalam Pokjaitu,” kata Muklis.
Terkait instruksi agar BPN Deliserdang membuat kajian wilayah di atas lahan eks HGU PTPN2 pada tahun 2006 silam disangkal Muklis karena itu bukan kewenangan BPN tingkat kabupaten/kota.
Muklis mengakui lahan eks HGU PTPN2 yang bersertifikat pernah diterbitkan bersamaan dikeluarkannya sertifikat lahan kantor Gubsu. Tetapi pelepasan lahan eks HGU disesuaikan kebutuhan tata ruang yang dibuat pemerintah, serta permintaan kelompok petani pengarap. ”Kewenangan BPN Deliserdang sebatas menerbitkan sertifikat seluas 2 hektare untuk lahan pertanian, dan 2.000 meter untuk lahan perumahan,” katanya.
BPN Langkat juga mengakui tak punya kewenangan menerbitkan sertifikat lahan hingga ribuan hektar. Menurut seorang staf di BPN Langkat, konflik penguasaan lahan antara PTPN maupun pihak swasta dan petani memang seringkali terjadi. Namun staf itu tak bersedia berkomentar lebih jauh karena merasa bukan kapasitasnya memberikan pernyataan soal itu.
“Untuk lebih jelasnya silakan bertemu langsung pimpinan BPN atau staf yang membidangi (seksi) sengketa,” tukas staf tersebut. Sayangnya, Ketua BPN Langkat, Nurhayati, dan Kepala Seksi Bidang Sengketa yang hendak dikonfirmasi Sumut Pos, tidak berada di tempat. Konfirmasi lewat telepon juga tidak membuahkan hasil.
Humas PTPN2 Rachmuddin yang ditanyai justru tak bisa memaparkan jumlah lahan milik PTPN2 yang dikuasai pihak ketiga. Kerugian PTPN2 atas sengketa itu juga belum diketahui jumlahnya. “Kami belum hitung berapa nilai kerugian, luas lahannya juga belum kami tahu pasti,” katanya.
Terkait aksi penyerangan di Gohor Lama Langkat, Jumat (25/5). Rachmuddin menyatakan, ada sekelompok warga yang mengatas namakan petani penggarap hendak memasuki lahan perkebunan sawit PTPN2 seluas 400 hektare. Lahan itu ditumbuhi tanaman sawit.
Sementara itu, pihak Poldasu mulai menyelidiki kasus-kasus tanah yang terjadi di Sumut. Tim penyelidikan masalah-masalah sengketa lahan yang diduga melibatkan oknum pemerintaham dan pengusaha juga segera dibentuk. ”Kasus sengketa lahan ini menjadi prioritas kami,” ujar Kapoldasu Irjen Wisjnu Amat Sastro.
Dia menegaskan pihaknya siap menurunkan personel untuk mengantisipasi terjadinya konflik berulang di lahan-lahan yang disengketakan tersebut. ”Kami sadar masalah lahan ini krusial dan sensitif,” ujar Wijsnu kepada wartawan, Sabtu (26/5).
Terkait penanganan pasca bentrokan antara petani dan karyawan PTPN II di Kecamatan Kutalimbaru, Rabu (23/5) lalu, pihak Poldasu sudah memeriksa 20 saksi dari warga, kelompok tani setempat, serta karyawan PTPN2. Wisjnu menekankan pihaknya tidak akan berhenti pada kasus tanah di Dusun Salang Desa Namo Rube Julu, namun juga akan mengusut sejumlah kasus lahan rentan konflik lainnya di Sumut. (btr/mag-4/rud)