Site icon SumutPos

DPRD Humbahas Akui Efek Positif TPL bagi Ekonomi Masyarakat

Foto: Istimewa Ketua DPRD Humbang Hasundutan Manaek Hutasoit bersama anggota Dewan lainnya mendengarkan penjelasan dari peneliti kemenyan TPL, Adventeris Hutagaol di areal pembibitan.
Foto: Istimewa
Ketua DPRD Humbang Hasundutan Manaek Hutasoit bersama anggota Dewan lainnya mendengarkan penjelasan dari peneliti kemenyan TPL, Adventeris Hutagaol di areal pembibitan.

PARMAKSIAN, SUMUTPOS.CO – Ketua DPRD Humbahas (Humbang Hasundutan) Manaek Hutasoit dan 14 orang anggota dewan lainnya mengakui bahwa PT TPL (PT Toba Pulp Lestari,Tbk), industri pulp berbasis hutan tanaman di Parmaksian, Tobasamosir, telah memberikan efek positif bagi kehidupan.

”Hanya saja, masyarakat khususnya di Humbahas sebagai salah satu lokasi HTI pabrik pulp ini belum puas. Antara lain karena penataan-batas yang belum tersosialisasikan, kekhawatiran terhadap masa depan haminjon (kemenyan, Red) sebagai dampak dari keberadaan HTI dengan tanaman pokok ekaliptus, serta tekanan angkutan logistik terhadap life-time prasarana jalan,” kata Manaek Hutasoit, didampingi anggota dewan lainnya, di antaranya wakil ketua Masono Simamora, ketua komisi C membidangi Kehutanan Marolop Manik, serta Beresman Sianturi dari Partai Demokrat, saat mengunjungi kompleks TPL, Senin (25/5).

Di kompleks itu berdiri industri pengolahan bahan baku kayu ekaliptus (Eucalyptus sp) hasil HTI (hutan tanaman industri) menjadi pulp (bubur kayu) dan sebagian besar produksinya untuk tujan ekspor.

Terhadap semua persoalan tersebut, Hutasoit mengaku telah memperoleh informasi dari berbagai kalangan. Dan khusus mengenai ekaliptus menerima masukan positif dari ahli pertanian IPB Bogor yang pernah berkunjung Humbahas. Namun ia berharap TPL lebih gencar lagi menjelaskannya.

Ketua Dewan juga mengakui, sejauh ini pihak TPL selalu terbuka menjelaskan hal-hal yang sebenarnya terjadi. Misalnya beroperasi di areal konsesi yang legal di kawasan hutan register berfungsi HP (hutan produksi tetap), bukan di hutan adat, dan dalam hal ini juga diperkuat oleh instansi Kehutanan baik di level kabupaten maupun provinsi.

Ketua Komisi C, Marolop Manik juga mengakui keberdaan TPL memberikan efek positif bagi perekonomian masyarakat. Tetapi ia tidak merincinya secara spesifik.

Humbahas salah satu dari 12 kabupaten di Sumatera Utara, lokasi hamparan sekitar 28% dari seluruh konsesinya seluas 188 ribu hektar. Kawasan hutan alamnya ditumbuhi sekitar 80 jenis vegetasi, dan secara spesifik terdapat pula pohon-pohon kehidupan seperti haminjon yang sudah diambil getahnya oleh petani sekitar hutan sejak turun-temurun. Getah haminjon diperdagangkan sebagai bahan baku industri kosmetika, rokok klobot, serta asap pembakarannya yang mengeluarkan bau khas menjadi pelengkap ritual kepercayaan tertentu.

Secara luas, TPL yang menjadi salah satu obyek vital nasional (OVN) bidang industri ini secara keseluruhan mempekerjakan sekitar seribu karyawan, 80% putra-putri lokal. Selain itu memberdayakan sekitar 400 mitra-bisnis yang merekrut sekitar 5.000 tenaga setempat dengan nilai transaksi sejak 2003 melampaui Rp3 triliun. Selain itu juga ada pengalokasian dana pemberdayaan masyarakat (CD – commmunity development), nilainya sejak 2003 mencapai Rp95 miliar.

“Kalau ada yang menginginkan TPL ini dihentikan, ini jelas mematikan perekonomian di daerah Tapanuli,“ kata Marolop sambil berharap distribusi dana CD ke depan lebih proporsional dan adil.

Sama halnya dengan Marolop Manik, Bresman Sianturi juga mengakui TPL telah berkontribusi nyata dalam perekonomian lokal dan berharap angka-angkanya dapat menjadi bagian dari LPj (laporan pertanggung jawaban) pemerintah kabupaten.

Direktur TPL Juanda Panjaitan yang menerima Dewan Humbahas bersama sejumlah anggota manajemen –di antaranya Direktur Leonard Hutabarat– mengatakan menerima semua masukan termasuk kritik. Mereka mengemukakan, TPL dengan kapasitas mesin 240 ribu ton per tahun sebenarnya hanyalah pabrik kecil dibandingkan dengan pabrik sejenis di tanah air, karena di antaranya ada yang memiliki kapasitas diatas 2 juta ton. “Gaung-nya saja yang besar di media,” katanya setengah berseloroh.

Ia menjelaskan hanya 40% dari seluruh konsesi direncanakan menjadi areal HTI meski dalam izin diperkenankan hingga 70%. Kebijakan itu ditetapkan untuk memberi ruang lebih luas –dari yang diwajibkan dalam izin– untuk konservasi dalam bentuk green belt (sekat antarblok tanaman ekaliptus), sempadan sungai dan KPPN (kawasan pelestarian plasma nutfah).

Dalam izin, kawasan lindung hanya dipersyaratkan 10% tetapi dalam praktek mencapai 24% lebih (45.590 hektar). Di Humbahas haminjon di konservasi pasti dilestarikan bersama sekitar 80 jenis vegetasi lainnya. Sedangkan di blok-blok kerja HTI juga sudah menjadi komitmen perusahaan melindunginya sepanjang nyata-nyata sudah diusahai oleh petani. Bahkan, belakangan ada gerakan penanaman baru (pembudidayaan) dengan memakai bibit klon, bersama-sama dengan petani. Tujuannya memperkaya (enrichment) tanaman yang ada. Seluruh hasilnya kelak, diperuntukkan bagi petani.

Dalam kunjungan tersebut rombongan meninjau pembibitan, termasuk pembibitan haminjon dengan mengadopsi teknik klon (clone). Para peserta kunjungan ternyata berselera membawa-serta bibit-bibit haminjon untuk ditanam secara pribadi. (rel/mea)

Exit mobile version