25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

DPR Prediksi Anjloknya Rupiah jadi Alasan NAA Nego Inalum

New ImageJAKARTA-Pihak konsorsium perusahaan Jepang, Nippon Asahan Alumunium (NAA) yang menguasai 58,88 persen saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), berbelit-belit saat melakukan proses negosiasi pengambilalihan perusahaan yang berdiri tahun 1978 itu.

Karenanya, hingga saat ini perundingan belum juga kelar dan masih berkutat soal total nilai aset. Pihak pemerintah RI pun mulai putus asa dan mengancam penyelesaian akan dibawa ke forum arbitrase Internasional jika pihak Jepang masih ngotot,

Melihat prosesnya yang berbelit-belit, DPR pun gerah. Lewat Komisi VI yang membidangi masalah perindustrian dan BUMN, DPR dalam pekan-pekan ini akan membentuk panitia kerja (panja) yang akan memantau proses negosiasi.

Anggota Komisi VI DPR yang juga akan masuk menjadi anggota Panja Inalum, Nasril Bahar, merisaukan sikap tim negosiasi pemerintah yang dinilainya tidak tegas. Panja, lanjutnya, akan menyemprit jika pemerintah RI ikut berbelit-belit, terbawa genderang NAA.

“Ini nanti kan menggunakan uang APBN. Makanya, panja akan mengawasi proses negosiasi. Panja akan mendesak, pokoknya pastikan ambil alih dulu. Harus tegas, jangan menuruti alasan-alasan pihak Jepang,” ujar Nasril Bahar kepada koran ini di Jakarta, kemarin (27/8).

Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu menduga, pihak NAA akan menjadikan anjloknya nilai rupiah terhadap dollar AS, sebagai alasan tambahan untuk meminta harga lebih tinggi lagi, dibanding harga yang sudah diminta selama proses perundingan. Pasalnya, pihak NAA ngotot perhitungan nilai aset berdasar nilai pasar, sedang pihak RI berdasar master agreement.

“Karena sudah dikonversi ke dollar. Saya menduga NAA akan menjadikan melemahnya rupiah sebagai alasan yang baru. Tapi mestinya pemerintah tegas, tidak ada alasan-alasan lagi menyangkut harga,” cetusnya.

Panja yang nantinya terbentuk, lanjut dia, juga tidak akan mempersoalkan apakah nanti yang mengelola Inalum BUMN baru atau konsorsium BUMN yang sudah ada. “Yang terpenting ambil alih dulu. Dan yang penting lagi, nantinya ada share saham untuk Sumut,” lanjut dia.

Seperti diketahui, komposisi saham PT Inalum adalah pemerintah RI sebesar 41,12 persen, dan NAA 58,88 persen. Kontrak NAA berakhir 31 Oktober 2013.

Pemerintah RI sudah menyiapkan Rp7 triliun untuk mengambil alih 58,88 persen saham itu, yang dianggarkan dari APBNP 2012 dan APBN 2013. (sam)

New ImageJAKARTA-Pihak konsorsium perusahaan Jepang, Nippon Asahan Alumunium (NAA) yang menguasai 58,88 persen saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), berbelit-belit saat melakukan proses negosiasi pengambilalihan perusahaan yang berdiri tahun 1978 itu.

Karenanya, hingga saat ini perundingan belum juga kelar dan masih berkutat soal total nilai aset. Pihak pemerintah RI pun mulai putus asa dan mengancam penyelesaian akan dibawa ke forum arbitrase Internasional jika pihak Jepang masih ngotot,

Melihat prosesnya yang berbelit-belit, DPR pun gerah. Lewat Komisi VI yang membidangi masalah perindustrian dan BUMN, DPR dalam pekan-pekan ini akan membentuk panitia kerja (panja) yang akan memantau proses negosiasi.

Anggota Komisi VI DPR yang juga akan masuk menjadi anggota Panja Inalum, Nasril Bahar, merisaukan sikap tim negosiasi pemerintah yang dinilainya tidak tegas. Panja, lanjutnya, akan menyemprit jika pemerintah RI ikut berbelit-belit, terbawa genderang NAA.

“Ini nanti kan menggunakan uang APBN. Makanya, panja akan mengawasi proses negosiasi. Panja akan mendesak, pokoknya pastikan ambil alih dulu. Harus tegas, jangan menuruti alasan-alasan pihak Jepang,” ujar Nasril Bahar kepada koran ini di Jakarta, kemarin (27/8).

Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu menduga, pihak NAA akan menjadikan anjloknya nilai rupiah terhadap dollar AS, sebagai alasan tambahan untuk meminta harga lebih tinggi lagi, dibanding harga yang sudah diminta selama proses perundingan. Pasalnya, pihak NAA ngotot perhitungan nilai aset berdasar nilai pasar, sedang pihak RI berdasar master agreement.

“Karena sudah dikonversi ke dollar. Saya menduga NAA akan menjadikan melemahnya rupiah sebagai alasan yang baru. Tapi mestinya pemerintah tegas, tidak ada alasan-alasan lagi menyangkut harga,” cetusnya.

Panja yang nantinya terbentuk, lanjut dia, juga tidak akan mempersoalkan apakah nanti yang mengelola Inalum BUMN baru atau konsorsium BUMN yang sudah ada. “Yang terpenting ambil alih dulu. Dan yang penting lagi, nantinya ada share saham untuk Sumut,” lanjut dia.

Seperti diketahui, komposisi saham PT Inalum adalah pemerintah RI sebesar 41,12 persen, dan NAA 58,88 persen. Kontrak NAA berakhir 31 Oktober 2013.

Pemerintah RI sudah menyiapkan Rp7 triliun untuk mengambil alih 58,88 persen saham itu, yang dianggarkan dari APBNP 2012 dan APBN 2013. (sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/