26 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Kasus Tambang Emas Liar di Madina, Kapoldasu: Menunggu Keterangan Ahli Kemenkes

ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda Sumut telah melakukan penyelidikan terkait kasus tambang emas liar di Kabupaten Mandaling Natal (Madina). Pun demikian, pihak kepolisian belum bisa memastikan apakah penyelidikan dilanjutkan ke tahap penyidikan.

“Kita tidak bisa perintah-perintah begitu saja, karena harus ada dasar yang kuat. Sejauh ini Polres Madina sudah turun melakukan penyelidikan, tetapi belum ditemukan adanya tindak pidana. Namun demikian, kita masih menunggu keterangan ahli dari Kementerian Kesehatan, termasuk dari akademisi,” kata Kapolda Sumut Irjen, Pol Agus Andrianto di Mapolda Sumut, baru-baru ini.

Disampaikan Kapoldasu, dalam persoalan ini pihaknya harus berhati-hati melakukan penyelidikan. Pasalnya, kasus ini menyangkut kehidupan masyarakat luas. “Intinya begini, menciptakan lapangan kerja itu tidak mudah. Kalau memang ada yang membahayakan, harus kita lokalisir, sehingga investor tidak akan meninggalkan Sumut untuk menanamkan modalnya. Dengan kata lain, harus ada kepastian hukum kepada investor dalam menjalankan usahanya. Namun begitu, kita juga mencegah jangan sampai masyarakat menjadi korban. Makanya, kita menangani persoalan itu harus hati-hati, jangan sampai iklim investasi yang menjadi harapan pemerintah pusat akan terus hadir di Sumut. Jangan mereka takut karena tidak adanya kepastian hukum di Sumut. Jadi, kita tetap memberikan jaminan bahwa kalau ada hal yang merugikan masyarakat, maka kita akan lokalisir supaya tetap bisa berinvestasi, sehingga masyarakat bisa menjadi tenaga kerja di perusahaan itu. Sebab, penciptaan lapangan kerja merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” paparnya.

Ia mengatakan, penegakan hukum bukan satu-satunya langkah yang harus ditempuh. Artinya, masih ada pilihan lain yang bisa diambil. “Untuk itu, kita imbau dulu kepada penambang-penambang liar supaya menghentikan aktivitas mereka. Selanjutnya, akan kita dorong pemerintah kabupaten setempat untuk menyediakan pekerjaan penggantinya apa kepada masyarakat,” sebut Agus.

Jenderal bintang dua di pundaknya ini menambahkan, Pemkab Madina disarankan ke depannya menyiapkan fasilitas terkait Izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) untuk melakukan kegiatan pertambangan di sana. “Kalau boleh saran, kepada Pemkab setempat menyiapkan fasilitas Amdal yang benar. Hal ini supaya bisa dimanfaatkan oleh penambang itu. Kemudian, pajaknya harus bayar kepada pemerintah. Dengan begitu, masyarakat bisa menikmati bonus geografi di wilayahnya, sedangkan negara bisa mendapatkan income dari pajaknya,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus sejumlah bayi lahir cacat di Madina diduga akibat maraknya aktivitas pertambangan liar menggunakan zat kimia merkuri. Kejadian ini mendapat perhatian dari pemerintah pusat.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumut, Zubaidi mengatakan, tim dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Dirjen Minerba Kementerian ESDM sudah turun ke Madina. “Saya sudah mengutus inspektur tambang untuk mendampingi tim ke sana. Mereka memang melacak semua, terutama di lima titik kejadian. Di semua titik itu telah diambil sampel, baik tanah, air dan rambut orangtuanya untuk dianalisa,” katanya kepada wartawan di Medan, Sabtu (23/11).

Pihaknya berharap, dalam sebulan ini analisa terhadap sampel sudah membuahkan hasil. Zubaidi juga menyebut, kasus tersebut menyebar pada beberapa desa yang ada di Madina.

“Yang kami tahu, masyarakat di sana sudah lama mengambil emas. Namun di sekitar sungai mereka tidak menggunakan merkuri. Umumnya mereka pakai saringan dan didulang gitu, berupa sabut-sabut gitu,” katanya.

Diungkapkan dia, penambangan memakai merkuri di Madina masih dilakukan pada lokasi batuan induk. Sebab merkuri itu bertujuan mengambil dan memecahkan batuan emas tersebut. “Jadi (yang pakai merkuri) tinggal di wilayah pengunungan. Seperti di Hutabargot dan Sihayo. Dan memang kalau di darat itu, bukan masyarakat murni lagi. Karena banyak terlihat alat-alat berat. Tidak mungkinlah orang awam yang menambang. Antara orang yang punya kekuasaan dan punya modal,” terangnya.

Zubaidi mengaku mayoritas aktivitas tambang liar di Madina dilakukan kelompok masyarakat bukan perusahaan. Bahkan pada lahan konsesi di Hutabargot dan Sihayo milik PT Sorik Mas Mining (SMM), juga terdapat kelompok masyarakat penambang emas di sana. “Namun itu belum dibebaskan. Dan, Sorik Mas Mining sendiri juga belum eksplorasi. Sampai saat ini mereka masih dalam tahap konstruksi. Izin mulai dari 1997,” katanya.

Lantas kenapa PT SMM seperti membiarkan pemanfaatan lahan mereka untuk aktivitas tambang liar oleh masyarakat setempat? “Mungkin karena SMM akan berhadapan dengan masyarakat. Jadi mereka tidak sanggup (melarang aktivitas tambang liar),” katanya.

Sebelumnya Gubsu Edy Rahmayadi dengan tegas akan menutup tam bang emas liar yang ada di Madina. Ia pun mengaku sudah membentuk tim khusus untuk itu. Meski mengaku itu bukanlah pekerjaan mudah, ia mengamini kehidupan dan masa depan anak-harus menjadi prioritas dan pemerintah punya andil melakukan upaya ke arah itu.

Sampai sekarang perizinan tambang aktif di Madina yang masih hidup, sebut Zubaidi lagi, yakni PT SMM dan PT Kontrak Karya. Masing-masing mengantongi satu izin. Khusus PT SMM adalah IUP logam. “Yang PT Madina Maining belum aktif tapi sudah proses pencarian yang baik, namun belum produksi. Sedangkan SMM sudah mengarah ke konstruksi dan OP nantinya,” katanya.

Sementara untuk izin batuan dan nonlogam di Madina, sekarang ini ada enam yang masih aktif. Namun Zubaidi tak ingat persis kepada siapa diberikan enam izin itu. Ia hanya kembali menekankan, bahwa proses izin tersebut juga tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Pemprov.

Diketahui, Bupati Madina Dahlan Nasution dalam suratnya ke Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, melapor kan sedikitnya ada lima bayi yang lahir cacat diduga dampak aktivitas pertambangan liar di Madina. Sementara berdasarkan catatan Pemkab Madina, jumlah bayi cacat 6 orang. Gubsu pun lantas merespon hal itu dengan membentuk tim. Edy menyebutkan aktivitas pertambangan liar di Madina itu menggunakan merkuri. Karenanya aktivitas pertambangan itu harus dihentikan. (ris/han)

ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda Sumut telah melakukan penyelidikan terkait kasus tambang emas liar di Kabupaten Mandaling Natal (Madina). Pun demikian, pihak kepolisian belum bisa memastikan apakah penyelidikan dilanjutkan ke tahap penyidikan.

“Kita tidak bisa perintah-perintah begitu saja, karena harus ada dasar yang kuat. Sejauh ini Polres Madina sudah turun melakukan penyelidikan, tetapi belum ditemukan adanya tindak pidana. Namun demikian, kita masih menunggu keterangan ahli dari Kementerian Kesehatan, termasuk dari akademisi,” kata Kapolda Sumut Irjen, Pol Agus Andrianto di Mapolda Sumut, baru-baru ini.

Disampaikan Kapoldasu, dalam persoalan ini pihaknya harus berhati-hati melakukan penyelidikan. Pasalnya, kasus ini menyangkut kehidupan masyarakat luas. “Intinya begini, menciptakan lapangan kerja itu tidak mudah. Kalau memang ada yang membahayakan, harus kita lokalisir, sehingga investor tidak akan meninggalkan Sumut untuk menanamkan modalnya. Dengan kata lain, harus ada kepastian hukum kepada investor dalam menjalankan usahanya. Namun begitu, kita juga mencegah jangan sampai masyarakat menjadi korban. Makanya, kita menangani persoalan itu harus hati-hati, jangan sampai iklim investasi yang menjadi harapan pemerintah pusat akan terus hadir di Sumut. Jangan mereka takut karena tidak adanya kepastian hukum di Sumut. Jadi, kita tetap memberikan jaminan bahwa kalau ada hal yang merugikan masyarakat, maka kita akan lokalisir supaya tetap bisa berinvestasi, sehingga masyarakat bisa menjadi tenaga kerja di perusahaan itu. Sebab, penciptaan lapangan kerja merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” paparnya.

Ia mengatakan, penegakan hukum bukan satu-satunya langkah yang harus ditempuh. Artinya, masih ada pilihan lain yang bisa diambil. “Untuk itu, kita imbau dulu kepada penambang-penambang liar supaya menghentikan aktivitas mereka. Selanjutnya, akan kita dorong pemerintah kabupaten setempat untuk menyediakan pekerjaan penggantinya apa kepada masyarakat,” sebut Agus.

Jenderal bintang dua di pundaknya ini menambahkan, Pemkab Madina disarankan ke depannya menyiapkan fasilitas terkait Izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) untuk melakukan kegiatan pertambangan di sana. “Kalau boleh saran, kepada Pemkab setempat menyiapkan fasilitas Amdal yang benar. Hal ini supaya bisa dimanfaatkan oleh penambang itu. Kemudian, pajaknya harus bayar kepada pemerintah. Dengan begitu, masyarakat bisa menikmati bonus geografi di wilayahnya, sedangkan negara bisa mendapatkan income dari pajaknya,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus sejumlah bayi lahir cacat di Madina diduga akibat maraknya aktivitas pertambangan liar menggunakan zat kimia merkuri. Kejadian ini mendapat perhatian dari pemerintah pusat.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumut, Zubaidi mengatakan, tim dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Dirjen Minerba Kementerian ESDM sudah turun ke Madina. “Saya sudah mengutus inspektur tambang untuk mendampingi tim ke sana. Mereka memang melacak semua, terutama di lima titik kejadian. Di semua titik itu telah diambil sampel, baik tanah, air dan rambut orangtuanya untuk dianalisa,” katanya kepada wartawan di Medan, Sabtu (23/11).

Pihaknya berharap, dalam sebulan ini analisa terhadap sampel sudah membuahkan hasil. Zubaidi juga menyebut, kasus tersebut menyebar pada beberapa desa yang ada di Madina.

“Yang kami tahu, masyarakat di sana sudah lama mengambil emas. Namun di sekitar sungai mereka tidak menggunakan merkuri. Umumnya mereka pakai saringan dan didulang gitu, berupa sabut-sabut gitu,” katanya.

Diungkapkan dia, penambangan memakai merkuri di Madina masih dilakukan pada lokasi batuan induk. Sebab merkuri itu bertujuan mengambil dan memecahkan batuan emas tersebut. “Jadi (yang pakai merkuri) tinggal di wilayah pengunungan. Seperti di Hutabargot dan Sihayo. Dan memang kalau di darat itu, bukan masyarakat murni lagi. Karena banyak terlihat alat-alat berat. Tidak mungkinlah orang awam yang menambang. Antara orang yang punya kekuasaan dan punya modal,” terangnya.

Zubaidi mengaku mayoritas aktivitas tambang liar di Madina dilakukan kelompok masyarakat bukan perusahaan. Bahkan pada lahan konsesi di Hutabargot dan Sihayo milik PT Sorik Mas Mining (SMM), juga terdapat kelompok masyarakat penambang emas di sana. “Namun itu belum dibebaskan. Dan, Sorik Mas Mining sendiri juga belum eksplorasi. Sampai saat ini mereka masih dalam tahap konstruksi. Izin mulai dari 1997,” katanya.

Lantas kenapa PT SMM seperti membiarkan pemanfaatan lahan mereka untuk aktivitas tambang liar oleh masyarakat setempat? “Mungkin karena SMM akan berhadapan dengan masyarakat. Jadi mereka tidak sanggup (melarang aktivitas tambang liar),” katanya.

Sebelumnya Gubsu Edy Rahmayadi dengan tegas akan menutup tam bang emas liar yang ada di Madina. Ia pun mengaku sudah membentuk tim khusus untuk itu. Meski mengaku itu bukanlah pekerjaan mudah, ia mengamini kehidupan dan masa depan anak-harus menjadi prioritas dan pemerintah punya andil melakukan upaya ke arah itu.

Sampai sekarang perizinan tambang aktif di Madina yang masih hidup, sebut Zubaidi lagi, yakni PT SMM dan PT Kontrak Karya. Masing-masing mengantongi satu izin. Khusus PT SMM adalah IUP logam. “Yang PT Madina Maining belum aktif tapi sudah proses pencarian yang baik, namun belum produksi. Sedangkan SMM sudah mengarah ke konstruksi dan OP nantinya,” katanya.

Sementara untuk izin batuan dan nonlogam di Madina, sekarang ini ada enam yang masih aktif. Namun Zubaidi tak ingat persis kepada siapa diberikan enam izin itu. Ia hanya kembali menekankan, bahwa proses izin tersebut juga tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Pemprov.

Diketahui, Bupati Madina Dahlan Nasution dalam suratnya ke Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, melapor kan sedikitnya ada lima bayi yang lahir cacat diduga dampak aktivitas pertambangan liar di Madina. Sementara berdasarkan catatan Pemkab Madina, jumlah bayi cacat 6 orang. Gubsu pun lantas merespon hal itu dengan membentuk tim. Edy menyebutkan aktivitas pertambangan liar di Madina itu menggunakan merkuri. Karenanya aktivitas pertambangan itu harus dihentikan. (ris/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/