MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah mega proyek One Belt One Road (OBOR) dari negara Tiongkok akan masuk di Indonesia. Pemerintah Indonesia disebut sepakat untuk ambil bagian dari proyek pembangunan jalur sutera tersebut. Dengan hal itu, Sumatera Utara pun akan menjadi salah satu provinsi yang akan masuk proyek OBOR tersebut.
Salah satunya pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara yang disebut pernah ditolak oleh Gubsu Edy apabila tidak disertai dengan kajian yang mendalam dan tidak ada manfaatnya untuk masyarakat. Namun, saat ini Gubsu Edy Rahmayadi mulai mengkaji proyek OBOR kembali. Entah itu terkait dengan proyek pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung ataupun proyek lainnya.
Menanggapi hal itu, Pengamat Ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menilai, proyek OBOR harus mampu mendorong perekonomian daerah lebih baik lagi. Bukan, malah sebaliknya menguntungkan bagi investor berasal dari China itu.
“Jangan negara digadaikan untuk memberikan fasilitas bagi perusahaan asing dan merugikan bagi usaha lokal,” tegas Pengamat Ekomoni Sumut, Wahyu Ario Pratomo kepada Sumut Pos, Selasa (28/5).
Wahyu menilai, proyek OBOR merupakan upaya China untuk meningkatkan lagi kejayaan ekonominya di masa lalu. Yang diketahui atau dibaca dalam sejarah sebagai Jalur Sutra. Ia menjelaskan dalam jalur Sultra (silk road), Negara tirai bambu itu, berhasil membangun negaranya melalui perdagangan internaional dengan Asia dan Eropa melalui jalur darat.
“Pada waktu itu, perdagangan melalui jalur laut sudah dilakukan karena peradaban di Eropa dan Asia khususnya Asia Timur Tengah yang sudah maju,” ungkap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU) itu.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah China ingin kembali meningkatkan perekonomiannya dan memiliki pengaruh besar khususnya dengan negara-negara Asia dan Afrika dengan membangun jalur perdagangan internasional melalui OBOR tersebut.”Agar produksi dan distribusinya lebih besar dan cepat, maka dipilih beberapa tempat sebagai lokasi sumber bahan baku dan produksi dalam satu mata rantai (supply chain) produksi,” jelas Wahyu.
Wahyu mengatakan, Indonesia terpilih menjadi salah satu bagian dari mata rantai tersebut mengingat Pulau Sumatera berada di jalur yang akan dibangun oleh China yaitu Selat Malaka. “Dari dahulu, perdagangan dunia untuk menghubungkan wilayah barat dan timur melalui selat Malaka,” kata Wahyu.
Dampaknya, lanjutnya, Sumut menjadi salah satu incaran investor China sebagai wilayah tempat produksi dan sumber bahan baku kebutuhan produksi. Tentunya hal ini akan berdampak positip bagi perekonomian Sumut, karena investasi masuk
“Diharapkan masuknya investasi asing dari China ke Sumut akan memberikan dampak langsung berupa penciptaan lapangan pekerjaan dan munculnya usaha-usaha ikutannya seperti transportasi, perumahan, makanan, kesehatan, dan lain-lain,” jelas Wahyu.
Wahyu menilai, keberhasilan sangat tergantung dari apakah investor China akan menggunakan banyak tenaga kerja lokal atau membawa sendiri tenaga kerjanya dari negara asal. “Jika perusahaan-perusahaan tersebut membawa tenaga kerja dari negara asal, jelas manfaatnya bagi Indonesia dan Sumut khususnya tidak berdampak besar. Multiplier effect (dampak berganda) dari investasi akan lebih besar jika mampu meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal,” papar Wahyu.
Menurut Wahyu, yang penting adalah bagaimana ada kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah negara dan tentunya dengan kedaulatan negara tetap dijaga. ”Iya. Harus dinegosiasikan bentuk investasi apa yang akan dilakukan. Apakah akan melibatkan sumber-sumber produksi lokal lebih banyak baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia,” tutur Wahyu.
Sementara itu, Ketua komisi D DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan menyebutkan, bahwa pembangunan yang dilakukan sebaiknya adalah pembangunan yang bermanfaat untuk Sumatera Utara.
“Silahkan dikaji kembali dan memang harus dikaji terlebih dahulu. Tetapi kita berharap bahwa proyek yang harus didahulukan ataupun disetujui adalah proyek – proyek yang memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Sumatera Utara, bukan justru hanya memberikan manfaat bagi pihak lain,” ucap Sutrisno kepada Sumut Pos, Senin (27/5).
Disebutkan Sutrisno, bila proyek tersebut memang dinilai memberikan manfaat bagi pembangunan di Sumut dan mampu membangun kesejahteraan masyarakat Sumut dengan meningkatkan perekonomian masyarakat, maka pembangunan tersebut sah-sah saja untuk didukung.
“Tetapi bila tidak memberikan manfaat bagi rakyat Sumut dan justru hanya akan menguntungkan pihak lain, maka sebaiknya Gubsu menolak pembangunan pada proyek yang dimaksud,” katanya.
Intinya, lanjut Sutrisno, hal ini tidak memandang apakah proyek tersebut merupakan proyek pembangunan OBOR atau tidak, melainkan proyek yang bermanfaat atau tidak bagi masyarakat.
“Apapun nama proyek itu, apabila memang memberikan manfaat yang besar bagi rakyat Sumut, tentu harus kita pertimbangkan. Namun sebaliknya, apapun nama proyeknya bila tidak memberikan manfaat bagi rakyat Sumut, sebaiknya pemerintah berfikir untuk proyek-proyek pembangunan lainnya yang bermanfaat,” pungkasnya. (gus/mag-1)