Site icon SumutPos

Gatot Bisa Nyanyi Soal Dana Bansos, Kejagung Ketakutan

Gubsu Gatot Pujo Nugroho merangkul bahu istri mudanya, Evy Susanti.
Gubsu Gatot Pujo Nugroho merangkul bahu istri mudanya, Evy Susanti.

Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut yang digarap Kejaksaan Agung (Kejagung) belakangan tampaknya mengendor. Ada apa? Kecurigaan pun mengemuka Kejagung takut jika Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho yang dikaitkan dengan kasus tersebut ‘nyanyi’ alias membeberkan keterlibatan politisi di kasus tersebut.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO-Setidaknya hal ini adalah buah analisis Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Dia menyebut dua faktor yang diduga menjadi penyebab perubahan sikap kejaksaan agung, yang semula ngebet mengusut kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut, namun belakangan tampaknya mengendur.

Faktor pertama, kemungkinan kejagung mulai takut jika dalam pemeriksaan nantinya Gatot membeber pihak-pihak lain yang ikut menerima dana bansos. Tidak tertutup kemungkinan, nyanyian Gatot menyeret sejumlah politisi. Menurut Uchok, kemungkinan itu terbuka lebar karena biasanya para politisi ikut menikmati kucuran dana bansos.

“Kalau Gatot merasa menjadi bidikan, maka dia bisa nyanyi dan ini bisa merembet ke para politisi karena biasanya orang partai ikut menikmati bansos,” ujar Uchok kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (30/8).

Faktor kedua adalah instruksi Presiden Jokowi yang meminta aparat penegak hukum tidak gegabah mengusut kepala daerah karena hal itu bisa menimbulkan ketakutan pejabat daerah yang berdampak pada lambatnya penyerapan anggaran.

“Bisa jadi, instruksi Jokowi itu yang membikin kejaksaan agung mengerem (langkah pengusutan kasus bansos Sumut, Red). Karena instruksi seperti itu bisa dimaknai sebagai sikap Jokowi yang tidak mendukung langkah kejaksaan, jadi kendor semangatnya,” kata Uchok.

Seperti diketahui, pada Senin (24/8). Presiden Joko Widodo, mengumpulkan para gubernur, kepala kejaksaan tinggi (kajati), dan kapolda seluruh Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor. Jokowi menyampaikan lima instruksi terkait upaya memaksimalkan penyerapan anggaran di daerah.

Intinya, aparat penegak hukum dimintai tidak memidanakan kebijakan atau terobosan yang diambil pejabat negara atau daerah. Ditekankan, langkah penegakan hukum harus tetap sejalan dengan semangat memercepat pertumbuhan ekonomi.

Diberitakan sebelumnya, beberapa pekan lalu para petinggi lembaga pimpinan MPrasetyo itu sudah umbar omongan bahwa nama tersangka kasus bansos Sumut sudah ada, tinggal diumumkan saja. Begitu pun soal pengumpulan bukti-bukti. Dijanjikan akan segera dilakukan gelar perkara, sekaligus untuk menginventarisir alat-alat bukti, setelah tim penyidik kejaksaan agung melakukan serangkaian penggeledahan dan pemeriksaan di Medan.

Nyatanya, hingga kemarin urusan barang bukti ini belum juga beres. Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, hingga kini anak buahnya masih sedang memilah-milahkan alat bukti. Karenanya, penetapan nama tersangka juga belum bisa dilakukan.

Hanya 1 SKPD yang Beres
Sementara, berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2013 untuk laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Tahun Angaran 2012, didapati ada Rp75 miliar penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos) dan Hibah yang tak disertai Laporan Pertanggungjawaban (LPj). Dari 13 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penyalur Bansos dan Hibah, cuma Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut yang penyaluran Hibahnya disertai LPj, yakni pada nomenklatur belanja Hibah untuk Kodam I Bukit Barisan dalam rangka Hari Menanam Nasional di Sumut senilai Rp500 juta.

Sementara 12 SKPD lainnya amburadul tanpa ada LPj. Ke-12 SKPD tersebut antara lain Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial (Binkemsos), Biro Pemberdayaan Perempuan; Biro Otonomi Daerah (Otda), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Kesehatan (Dinkes), Badan Kesatuan Kebangsaan, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol dan Linmas), Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), serta Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Kepala Badan Kesbangpolinmas Eddy Sofiyan yang dikonfirmasi Sumut Pos, Minggu (30/8), menyebutkan, di instansinya tinggal empat lembaga atau penerima hibah bansos yang belum menyerahkan LPj untuk tahun anggaran 2012-2013. Eddy tak mengingat persis nama keempat lembaga penerima hibah bansos tersebut. Satu di antaranya, sebut dia, ialah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) senilai Rp150 juta. Sisa lembaga penerima lainnya bernilai masing-masing Rp75 juta.

“Saya tak terlalu hafal ya nama-nama lembaganya. Tapi kalau di total tinggal Rp400 juta lagilah nilainya yang belum dikembalikan,” ungkapnya.

Eddy menjelaskan, PMII sebelumnya sudah memberikan LPj kepada pihaknya. Namun karena LPj tersebut tidak disusun dengan baik, maka pihaknya mengembalikan laporan dimaksud. Ditanya soal besaran anggaran di Kesbangpolinmas Rp2,340 miliar (tidak termasuk Hibah untuk Komisi Pemilihan Umum Sumut Rp60 miliar dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Rp5 miliar), Eddy mengaku tak mengingat persis. Menurutnya ada tim teknis yang bekerja untuk itu. Namun pada pemberian hibah untuk KPU dan Panwas dalam rangka Pemilu, Eddy menyatakan bahwa hal tersebut langsung dikoreksi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Oh iya, kalau KPU itu langsung mereka (BPK) yang tangani, kita tak ikut campur soal itu. Tapi untuk nilai keseluruhannya, saya tak mengingat kali karena memang ada tim teknis kita yang menangani,” urai pejabat yang sejak Juli 2012 sudah menduduki posisi Kaban Kesbangpolinmas tersebut.

Eddy menambahkan, pihaknya tetap terus berupaya mengimbau para penerima hibah bansos untuk segera menyerahkan LPj ke Pemprovsu. Bahkan, sebanyak 7 surat himbauan sudah mereka layangkan guna meminta laporan tersebut. “Jadi bukan tiga kali lagi, kita sudah meminta 7 kali ke si penerima untuk mengembalikan uang tersebut ke kas daerah, andai kata LPj tak juga diserahkan,” sebut mantan Kadis Kominfo Sumut ini. “Kalau memang tidak bisa juga diimbau, kita minta mereka-mereka (penerima) itu segera diproses hukum. Karena menurut Undang-undang, tanggung jawab penggunaan dana ini memang ada pada si penerima,” pungkasnya. (sam/prn/rbb)

Exit mobile version