Saya termasuk orang yang suka membaca kolom Dahlan Iskan, baik sebelum dia jadi menteri, maupun sesudahnya. Tulisannya selalu mengangkat topik sederhana, tetapi mencerminkan kondisi keseluruhan. Uraiannya jelas, susunan katanya tidak membingungkan. Singkat kata, enak dibaca, meski kadang menipu.
Maksud saya, Dahlan tidak sedang menimpu pembacanya. Tidak. Tetapi, karena tujuan tulisannya yang belakangan ini, terutama setelah jadi menteri adalah memberi harapan, maka dia lebih banyak bicara yang baik-baik saja. Yang buruk atau kemungkinan buruk, sering tidak diungkapkan, bahkan cenderung disembunyikan.
Coba baca kembali beberapa kolom Dahlan dua tahun lalu, lalu bandingkan dengan kondisi riil saat ini. Jaka sembung, alias tidak nyambung. Harapan dipupuk demikian tinggi, sehingga kita yakin, pada saatnya kita akan benar-benar mengalami apa yang diceritakan Dahlan. Kenyataannya, situasinya tidak berubah, atau malah lebih buruk.
Bagaimana dengan hasil peternakan sapi model baru yang dikembangkan BUMN di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur? Bagaimana dengan ternak sapi di kebun-kebun sawit, yang katanya mampu menambah berlipat jumlah sapi potong karena jutaan hektar kebun sawit belum dimanfaatkan untuk itu? Tidak jelas lagi kabarnya.
Menurut Dahlan, model baru berternak sapi di savana dan pemanfaatan kebun sawit itu akan membuat produksi daging sapi meningkat pesat, sehingga kita tidak perlu ribut kembali soal mahalnya daging sapi. Kalau tidak mampu mencegah impor, setidaknya mengurangi. Apakah impor daging sapi berkurang? Jawabnya tidak.
Pada awal masa jabatannya, Dahlan juga menceritakan akan produksi buah tropik: pisang, manggis, durian, duku, dll. Katanya, BUMN-BUMN perkebunan sudah menanam secara luas pohon-pohon buat itu, baik di lahan khusus, maupun ditumpangsarikan dengan pohon perkebunan lain.
Dengan menyakinkan Dahlan mengungkapkan, tidak lama lagi Jakarta dan kota-kota besar lainnya akan dibanjiri buah tropik yang memang lebih digemari. Produksi meningkat pesat karena pengelolaan terfokus dan bersungguh-sungguh. Targetnya membanjiri pasar di Eropa atau negara-negara subtropik.
Sudah adakah tanda-tanda banjir buah tropik di dalam negeri? Jawabnya, belum. Supermarket, toko-toko dan kios-kios buah tetap menjajakan buah yang sama dari tahun ke tahun: apel, jeruk, anggur, duren, kelengkeng dan pisang impor. Angka ekspor buah? Tidak ada tanda-tanda peningkatan.
Tentu Dahlan dan para pengikutnya akan membantah, jika Dahlan disebut omdo, apalagi disebut menipu. Sebab, meningkatkan jumlah ternak sapi dan buah tropik, tidak cukup dalam sekejap. Jangankan dua tahun, perlu waktu lima sampai sepuluh tahun, sesuai dengan umur sapi bisa dipotong dan pohon bisa berbuah.
Baiklah, kalau itu alasannya. Kita bisa sedikit bersabar untuk menunggu. Katakanlah dua atau tiga tahun mendatang. Namun sesungguhnya kita tidak butuh waktu selama itu, seakan sampai Dahlan terpilih menjadi presiden nanti.
Datang saja ke lokasi-lokasi peternakan dan perkebunan yang dulu sempat disebut-sebut Dahlan: buktikan, ada tanda-tanda peningkatan jumlah ternak sapi dan pohon buat, atau tidak? Simpel cara membuktikannya, sesederhana dengan cara Dahlan menuliskannya.
Kalau Anda tak mau capek datang ke lokasi peternakan sapi dan perkebunan BUMN, baca saja berita tentang impor beras Vietnam yang lagi ramai diberitakan. Ini kontras dengan beberapa kolom Dahlan terakhir, yang membanggakan kinerja Bulog dalam mencegah impor. Katanya, 2013 tidak ada impor beras; kenyataannya, mbelgedes.
Impor beras masih terus berlangsung. Memang illegal, karena izin impor beras premium ternyata digunakan untuk mengimpor beras medium. Ah, itu kan jumlahnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan jutaan ton stok beras yang disediakan Bulog. Ya, tidak seberapa itu karena baru itu yang ketahuan, yang tidak ketahuan bagaimana? Sebab, beras illegal tersebut mengalir sepanjang tahun.
Saya takkan menyarankan Anda untuk tidak mempercayai Dahlan, tetapi sekadar mengingatkan, jangan telan mentah-mentah cerita heboh nan menyenangkan darinya. Optimisme harus terjaga, tetapi jangan lupakan daya kritis. Sebab, kita tidak tahu apa maunya Dahlan sesungguhnya.
Masih inget heboh berita Dahlan yang membuka pintu tol Semanggi karena petugas tolnya dianggap lambat? Yang jadi pertanyaan, mengapa dan bagaimana kejadian itu bisa meluas jadi konsumsi media? Sederhana saja: staf Dahlan yang menyebarkan!
[war]