RI Hemat Rp400 Miliar
Senior Resident Representative International Monetary Fund (IMF) Milan Zavadjil menilai bahwa rupiah masih memiliki ruang untuk mengalami penguatan di tahun 2011.
“Rupiah masih bisa terapresiasi. Nilainya sendiri saat ini masih ada dalam rentang keseimbangan, jadi tidak over value atau under value,” kata Milan di kantornya Jakarta, Selasa (3/5).
Dia menjelaskan penguatan nilai tukar rupiah tersebut, tidak akan mengurangi daya saing Indonesia kawasan Asia. “Di Indonesia, rupiah menguat, tapi tetap real effective exchange rate per Maret 2011 berada di posisi positif. Jadi ini sangat baik,” tandas Milan.
Dia menuturkan bila melihat nilai mata uang negara-negara di Asia secara keseluruhan, lanjutnya, memiliki kecenderungan untuk under value. Di mana kebanyakan tidak bisa mencapai level efektif sejak mengalami krisis di 2008 lalu. “Kebanyakan tidak terlalu terapresiasi bila dibandingkan tahun 2006-2007 (sebelum kreisis),” ucapnya.
Real effective exchange rate sendiri merupakan alat untuk mengukur nilai mata uang dan daya saing eksternal negara yang bersangkutan. Dari perhitungan IMF per Maret 2011, negara-negara di kawasan Asia, yang daya saing mata uangnya masih positif antara lain India, Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Australia.
Sementara negara-negara seperti Jepang, Filipina, Cina, Selandia Baru, Taiwan, Hong Kong, Vietnam dan Korea memiliki mata uang dengan daya saing negatif.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan, penguatan rupiah yang terjadi belakangan ini, telah terjadi penghematan mencapai Rp400 miliar.
Pengematan tersebut, kata Hatta, berasal dari akumulasi penguatan rupiah hingga sekarang. “Jadi setelah keseluruhan dihitung, kita bisa menghemat Rp350 miliar-Rp400 miliar dan itu cukup baik,” ungkap Hatta di kantornya, Jakarta, Selasa (3/5).
Selain itu, sambung Hatta, penguatan rupiah juga merupakan bentuk kepercayaan dari para investor asing untuk melakukan investasi di Indonesia. ”Yang paling baik lagi adalah cara internasional memandang kita memandang perekonomian kita dan memandang makroekonomi kita,” tambahnya.
Dia menjelaskan hal itu dapat dilihat dari yield/price rata-rata tertimbang Global Bond yang diterbitkan belakangan hanya sebesar 5,1 persen. “Itu juga yang menjadi salah satu, yield kita sampai lima persen,” ungkap Hatta.
Seperti diketahui meskipun rupiah melemah tipis ke Rp8.554 per USD dibandingkan dengan periode perdagangan sebelumnya yang ada di Rp8.551 per USD namun angka tersebut masih jauh dari asumsi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp9.250 per USD. (net/jpnn)