MEDAN- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) secara otomatis akan berdampak dengan naiknya harga kebutuhan pokok dan komoditas secara bersamaan. Bukan hanya itu, Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM juga akan berdampak pada peningkatan biaya produksi yang akan berimbas pada peningkatan inflasi.
Pernyataan tersebut ditegaskan Pengamat Ekonomi dari Universitas HKBP Nommensen, Parulian Simajuntak, pada Sumut Pos Jumat (3/5) kemarin. Sebenarnya, lanjut Parulian, harga barang bisa saja tidak naik meskipun BBM naik, “Jika harga BBM naik tetapi harga barang produksi tidak naik, maka kualitas barang itulah yang berkurang. Itu sudah hukum alam kalau kenaikan BBM akan disertai kenaikan bahan pokok produksi,”ujarnya.
Kenaikan harga BBM ini bukan hanya berdampak pada kebutuhan pokok dan komoditas saja, tapi juga akan merambah dunia properti. Kecemasan akan kenaikan BBM seperti diungkapkan Tomi Wistan, selaku ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut. Dia mengatakan pengembangan perumahaan akan turut terganggu dengan kenaikan BBM nantinya.
“Kenaikan harga BBM juga akan memicu tergereknya harga penjualan properti. Sebab siapa bisa menjamin kalau kenaikan BBM tidak berpengaruh pada peningkatan biaya transportasi dan harga barang produksi untuk pembangunan seperti semen, besi, pasir, keramik, kusen, dan lainnya,” tegasnya.
Ia melanjutkan, kalau untuk saat ini masih menunggu keputusan pemerintah. Kalau sudah terjadi kenaikan, maka akan bisa diketahui mengenai besaran tarif yang akan dinaikkan. “Dari situ biasanya kami melakukan penghitungan. Saat itupun belum ditentukan tarifnya dinaikkan, karena pengembang juga akan melakukan penyesuaian harga penjualan produk properti. Memerlukan penghitungan hingga mengambilkan keputusan, akan memakan waktu dua bulan pasca pemerintah menaikkan BBM,”ungkapnya.
Dikatakannya juga, kalau untuk saat ini mungkin para pengembang masih memiliki stok semen, pasir maupun besi dan lainnya. Ia juga mengharapkan pemerintah benar-benar memikirkan, dampak kenaikan BBM. Khususnya untuk pengembang, yang sebagian besar membidik masyakarat kecil untuk rumah yang layak. Jadi kalau rumah tipe rendah pun harganya menjadi lebih mahal nantinya, maka tidak bisa dipastikan kebijakan ini benar-benar dibuat untuk kemakmuran rakyat. (mag-9)