LANGKAT- Maraknya pengeksploitasian sumur minyak tua di Kabupaten Langkat, persisnya Kecamatan Padang Tualang, harus disikapi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Menyusul maraknya pengelolaan ilegal dilakukan masyarakat.
“Untuk saat ini, tidak sedikit diantara warga bermukim di wilayah Padang Tualang mengelola sumur minyak mentah (condensate) diduga diluar kelegalannya. Untuk itu, BP Migas harus tegas menyikapinya dengan acuan UUD 45 Pasal 33 ayat 3,” kata anggota DPRD Kabupaten Langkat Efendi Lubis.
Politisi asal PAN ini mengemukakan, sesuai ketentuan (UUD 1945 Pasal 33 ayat 3) bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Karena itu, sebut dia, BP Migas yang nota bene perpanjangan tangan pemerintah mengurusi hasil kekayaan bumi dimaksud sewajarnya melakukan atau mengambil sikap tegas, bertujuan memakmurkan rakyat sebagaimana dimaksudkan di pembukaan UUD 1945.
Lubis yang duduk di Komisi II (Bid Kesra) kepada Sumut Pos di parkiran gedung DPRD Langkat, Senin (2/4) kemarin, melihat keberadaan PT Heksindo selaku pihak ketiga dimandatkan PT Pertamina mengelola sumur-sumur tua minyak mentah hingga 2022 mendatang tidak cukup mumpuni menjalankan peran fungsinya.
Pasalnya, sambung dia memperkirakan, kekuatan materi PT Heksindo berestafet tak cukup kuat dengan dalih cost (pengeluaran) tidak sesuai penghasilan eksploitasi minyak mentah di sumur-sumur tua peninggalan Belanda itu, sehingga tak jauh berbeda dengan kondisi PT Pertamina.
Ketidakmampuan pihak ketiga menjalankan estafet PT Pertamina dinilai bukan menjadi persoalan urgent sekarang ini, namun tumbuh suburnya sumur baru dilakukan masing-masing warga kemungkinan tanpa pengawasan berarti dapat dijadikan langkah pengelolaan dikuasai pemerintah.
“Sesuai amanat UU dimaksud, lahan sumur-sumur tua atau baru potensinya sangat terbuka memakmurkan rakyat,” tukas dia. (mag-4)