JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Pertamina (Persero) akan menjalankan tugas dari Kementerian ESDM dalam mengonversi BBM ke gas. Namun demikian, butuh dana setidaknya Rp 22 triliun untuk membangun infrastrukturnya.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, jangan melihat nilai dari investasinya, namun lebih kepada manfaatnya dalam menekan impor minyak.
“(Konversi BBM ke gas) jangan lihat dari situ (investasi Rp 22 triliun). Tapi bagaimana menggunakan gas ini akan lebih murah dan bisa mengurangi impor BBM,” katanya saat ditemui di Dirjen Ketenagalistrikan, Jakarta Selatan, Kamis (6/2)
Darmawan menjelaskan saat ini pemakaian BBM adalah 2,6 juta kilo liter per tahun. Sementara konsumsi BBM 1,5 juta barrel dan produksinya hanya 750.000 barrel dan pertumbuhan konsumsi BBM sekitar 6 persen. Ini artinya dalam 10 tahun, penggunaan BBM itu 2,5 juta barrel per hari ditambah produksi yang menurun terus.
“Sehingga BBM ini (harus) impor ditambah lagi mahalnya per MNBTU, kalau bbm ini sekitar 20 dollar AS ini kalori ya bukan liter,” ungkapnya.
Di sisi lain, PLN dan Pertamina akan joint venture untuk konvesi BBM ke gas ini. Darmawan menyebut PLN siap menjadi anchor buyer-nya Pertamina.
“Ini kerja sama sama dengan Pertamina ya, tapikan membangun infrastruktur gas itu mahal dan harus ada anchor buyer. PLN ini anchor buyer-nya,” kata Darmawan.
Darmawan menyebut dengan nilai inveatasi yang besar, tentunya Pertamina berharap adanya pengembalian investasi. Sehingga jika bersinergi dengan PLN, maka pengembalian investasi dapat dilakukan secara jangka panjang.
“Jadi kalau mereka bangun investasi di infrastruktur gas yang masih hijau , tentu saja pengembalian investsu itu harus ada anchor buyer,” jelasnya.
Darmawan mengatakan dengan kerja sama bersama PLN, ini akan menjadikan kesempatan bagi Pertamina untuk penetrasi dari yang tidak ada anchor buyer menjadi ada. “Untuk itu kan Pertamina membutuhkan anchor buyer dan ini kerjasama saling menguntungkan bagi Pertamina,” tegasnya. (kpc/ram)