MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sederet harga yang diatur pemerintah bakal naik mulai tahun depan. Harga-harga yang bakal naik tersebut mulai dari cukai dan harga rokok, tarif sejumlah tol, tarif listrik, hingga BPJS Kesehatan.
BADAN Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah mengumumkan kenaikan ruas tol, yang sudah berlaku sejak pelantikan Presiden akhir Oktober lalu.
Berdasarkan jadwal 2 tahunan, sedikitnya 13 ruas tol yang berpotensi mengalami kenaikan tarif hingga akhir tahun. Namun, secara total ada 18 ruas tol yang menurut aturan bisa disesuaikan tarif, karena penundaan tahun lalu. Namun 18 ruas tol tersebut sifatnya masih pengajuan.
Kepala BPJT, Danang Parikesit mengatakan, ruas-ruas tol yang mengalami kenaikan, karena adanya penggabungan tarif. Adapun ruas-ruas tol tersebut, yakni Tol I Integrasi Jakarta-tangerang & Tangerang-Merak (Cikupa), Tangerang (Cikupa)-Merak, Jagorawi, Kertosono Mojokerto, Makassar Seksi IV, Cikampek-Palimanan, Gempol-Pandaan Tahap I, Surabaya-Mojokerto, Palimanan-Kanci, Semarang Seksi A-B-C, Tol Dalam Kota Jakarta (JIUT), Pondok Aren-Serpong, Belawan-Medan-Tanjungmorawa (Belmera), Ujungpandang Seksi I-II, Nusadua-Ngurahrai-Benoa, Surabaya-Gempol, Pasirkoja-Soreang, dan Surabaya-Gresik.
Selain itu, Presiden Jokowi telah menyetujui tarif cukai rokok yang baru sebesar 23 persen, dan akan mulai berlaku pada Januari 2020. Keputusan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, usai menggelar rapat secara tertutup di Istana Kepresidenan. “Kenaikan average 23 persen untuk tarif cukai, dan 35 persen dari harga jualnya yang akan kami tuangkan dalam Permenkeu,” ungkap Sri Mulyani.
Kepala Sub Direktotat Publikasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro mengatakan, kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok yang disampaikan Menkeu merupakan harga rata-rata.
Deni memastikan, kenaikan HJE secara tidak langsung akan mengerek naik harga rokok yang dijual di pasaran. Namun, sampai saat ini pemerintah belum menetapkan kisaran HJE.
Setelah cukai rokok, pemerintah juga sepakat menghapus subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA, mulai tahun depan. Imbasnya, pelanggan tersebut akan kena penyesuaian tarif mulai 2020.
Direktur Pengadaan Strategis II PLN, Djoko Abumanan mengatakan, memang kebijakan pemerintah menginginkan subsidi yang lebih tepat sasaran, untuk pelanggan 900 VA adalah pelanggan yang masuk kategori rumah tangga mampu saja yang dicabut.
“PLN minta itu tepat sasaran, jangan duplikasi. Tapi kan susah selama ini, karena yang disubsidi adalah 900 VA dan 450 VA. Maka diputuskan pada 2016, 900 VA dicabut, kecuali yang masuk dalam keluarga miskin. 450 VA juga campur, ada yang harusnya tak berhak, tapi tetap subsidi,” bebernya.
Keputusannya adalah mencabut pelanggan 900 VA yang mampu dan tak mampu, yang diperkirakan berjumlah 27 juta pelanggan di 2020. “Kan nyambungnya 3 jutaan setiap tahun, kami prediksi Januari nanti jumlahnya jadi 27 juta,” imbuh Djoko.
Berhubung keputusan sudah bulat untuk mencabut subsidi 900 VA, maka PLN bisa masuk ke kebijakan penyesuaian tarif. Sebab, alokasi subsidi ke PLN dipastikan akan turun, sehingga substitusinya adalah penerimaan dari pelanggan yang tak disubsidi lagi. “Kelompok yang tadinya disubsidi jadi tidak subsidi. Tapi belum tentu kenaikan tarif, karena tergantung Dollar, ICP, dan inflasi. Masuk tarif penyesuaian 3 bulanan saja,” jelas Djoko lagi.
Sementara itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan juga akan berlaku untuk seluruh peserta. Kenaikan tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020 mendatang.
Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu per jiwa. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.
Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PP-UP), yang terdiri dari ASN/TNI/Polri, semula besaran iuran adalah 5 persen dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, 3 persen ditanggung oleh Pemerintah dan 2 persen ditanggung ASN/TNI/Polri yang bersangkutan.
Diubah menjadi 5 persen dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS daerah, dengan batas sebesar Rp12 juta. Dan 4 persen ditanggung oleh Pemerintah dan 1 persen ditanggung oleh ASN/TNI/Polri yang bersangkutan.
Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU), semula 5 persen dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp8 juta, 4 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 1 persen ditanggung pekerja. Diubah menjadi 5 persen dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp12 juta, 4 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 1 persen ditanggung oleh pekerja.
Dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/Peserta Mandiri, Kelas 3 naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per jiwa. Kelas 2 naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per jiwa. Dan Kelas 1 naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per jiwa. (dtc/saz)