32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Demi ‘Iga dan Bakso Mas Didan’, Ginan Nugroho Menembus Batasan Dirinya Sendiri

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Biasanya, para pengusaha memulai bisnisnya dari Offline ke Online. Atau, memilih salah satunya. Tetapi, hal terjadi pada owner ‘Iga dan Bakso Mas Didan’, Ginan Nugroho. Pria berusia 31 tahun ini belajar dan memulai bisnis secara online dan berhasil mendatangkan keuntungan. Menembus batasan dirinya sendiri, Ginan kini tak hanya memiliki bisnis online, tapi juga offline di Jalan Gaperta Ujung, Kota Medan.

Awalnya, Ginan Nugroho menjual satu jenis makanan saja, yaitu bakso tahu yang merupakan makanan favorit keluarganya di media sosial dan aplikasi, seperti Shoppefood, gofood, dan grabfood dengan nama ‘Bakso Tahu Maknyos’.

“Mulai jualan onlinenya tahun 2019. Itu karena banyak dukungan keluarga dan mereka bilang enak. Jadi, ya saya coba,” ujarnya beberapa waktu yang lalu.

Untuk memulai bisnis ini, Ginan Nugroho mengaku memulai dari nol. Semua ilmu didapatkan dari online, seperti membaca berbagai artikel tentang bisnis, desain grafis, dan lainnya. Saat itu, Ginan menyadari, seenak apapun makanannya, bila tidak ada yang kenal, maka tidak akan ada yang beli.

Saat itulah, Ginan mulai belajar untuk promosi aktif secara digital, mulai dari media sosial seperti Instagram dan Facebook. Ginan juga aktif mengikuti promo yang diberikan oleh aplikasi. Bukan hanya itu, layanan yang cepat tanggap seperti menjawab pertanyaan pelanggan di media sosial dan respon di aplikasi juga diterapkannya sebagai service pelanggan.

Secara keseluruhan, Ginan Nugroho mengaku kesulitan dalam promosi digital, terutama untuk membuat tema di media sosial, hal inilah yang membuat dirinya harus belajar untuk desain grafis. Setelah bertanya-tanya dengan orang sekitar, Ginan mengaku mendapatkan tema secara gratis dari berbagai aplikasi yang tersedia.

Malah, kendala utama yang dirasakan oleh Ginan Nugroho adalah mendapatkan pelanggan. Karena hanya menjual satu jenis makanan saja, dan harganya untuk kalangan menengah ke atas, membuat pergerakkan bisnisnya cukup lambat. Tetapi, karena konsisten dalam rasa dan kualitas, berjalannya waktu Bakso Tahu Maknyos pun mulai dilirik masyarakat.

Semakin bertambahnya pelanggan, semakin banyak pula permintaan yang diterimanya. Mulai dari penambahan menu baru hingga penyediaan layanan makan di tempat.

“Saya belum berpikir untuk membuka lapak jualan atau jualan secara offline, karena saya merasa belum siap secara mental dan materi,” ungkapnya.

Ginan Nugroho mengaku ada ketakutan di hatinya untuk mengambil keputusan berjualan secara offline. Dirinya merasa belum siap mengambil risiko seperti harus menyiapkan dana yang cukup lumayan menguras tabungan untuk sewa tempat, dekorasi, gaji karyawan, fasilitas makan, dan lain sebagainya. Selain itu, dirinya masih memiliki satu menu saja, dan waktu yang harus dihabiskan untuk memantau pekerja dan roda bisnisnya.

“Saat berjualan online, saya tidak membutuhkan biaya banyak. Cukup menu dan rasa yang enak. Pelanggan pesan, saya buat, antar. Selesai. Tapi, kalau offline, saya harus menggaji beberapa orang, sewa tempat dan lainnya. Jadi, benar-benar takut untuk mengambil keputusan saat itu,” ungkapnya.

Tetapi, ketakutan itu perlahan sirna. Ginan Nugroho tanpa sadar menembus batasan dirinya sendiri dengan terus belajar dan mengikuti berbagai pelatihan, mengurus dokumen untuk menjadikan bisnisnya terdaftar sebagai produk UMKM. Bukan itu saja, Ginan Nugroho juga mengambil kesempatan untuk mengikuti berbagai pameran dengan harapan untuk memperkenalkan produknya lebih luas.

Ginan Nugroho juga berinovasi dengan membuat bakso, iga, mie ayam, sop dan lain sebagainya. Bakso tahu tetap dipertahankannya, karena ini menjadi andalan bagi dirinya sendiri.

“Akhirnya 6 bulan lalu, Alhamdulillah, saya punya lapak jualan sendiri di Jalan Gaperta Ujung Kota Medan. Saya juga sudah bisa menggaji beberapa karyawan. Bahkan, saya sudah memiliki menu tambahan yang menjadi andalan juga. Karena sudah banyak, saya mengganti nama, dari ‘Bakso Tahu Maknyos’ menjadi ‘Iga dan Bakso Mas Didan’. Ketakutan saya hilang karena adanya dukungan dari pelanggan, keluarga, dan Indosat,” ungkapnya dengan senyum terkembang.

Menurut Ginan, menjadi bagian UMKM Indosat sangat berpengaruh dalam keputusannya untuk membuka lapak tersediri. Dirinya selalu diundang untuk terlibat dalam event yang diselenggarakan oleh Indosat, seperti acara Indosat ooredoo Hutchison pasca merger pada 4 Januari yang lalu. Kemudian, Pasar Ramadan IM3, Pesta Rakyat, dan Indosat Run baru-baru ini.

Bukan itu saja, beberapa Iga dan Bakso Mas Didan juga menjadi makanan untuk karyawan saat rapat internal.

“Saat pameran dan menjadi makanan rapat secara tidak langsung saya menjadi belajar untuk berdagang secara offline. Hampir semua kegiatan saya ikuti, karena acara yang diselenggarakan oleh Indosat selalu ramai dan tentu saja produk saya juga ikut laku,” tambahnya.

Menurut Ginan, dukungan yang didapatkannya dari Indosat adalah nyata tapi tidak tampak. Dukungan itu dirasakannya saat ini, setelah semua kesulitan dirasakannya.

“Kuota, itu dukungan tahap awal yang saya sadari. Percaya atau tidak, untuk paket internet kami di rumah menggunakan IM3. Setiap bulan saya isi Rp100 ribu untuk 50 GB. Kami gunakan untuk dagang online, browsing, dan untuk isteri bekerja. Sekarang, sering mengajak kami pameran,” tutupnya.

Head of Region Sumatera Indosat Ooredoo Hutchison, Fahd Yudhanegoro, menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang kosentrasi untuk mengembangkan UMKM. Karena itu, setiap acara Indosat Ooredoo Hutchinson baik itu IM3 dan 3 akan selalu menggandeng UMKM lokal.

“Ada juga produk nasional yang ingin ikut, jadi kita kombain. Tapi, tetap yang lokal yang harus lebih banyak,” ungkapnya.

Untuk Sumatera Utara sendiri, Fadh Yudhanegoro menyatakan akan terus berkomunikasi dengan dinas-dinas terkait untuk mendapatkan informasi dan perkembangan UMKM. Apalagi, sebagai provinsi terbesar di Indonesia, Sumatera Utara memiliki potensi untuk memperkenalkan produknya.

“Kita berharap, dapat membantu UMKM untuk mempromosikan produknya secara digital sehingga dapat bersaing dengan perusahaan dan produk lain. Apalagi banyak produk dari Sumut yang sudah dikenal tapi susah dapat karena promosi yang kurang. Dan Medan, tentu saja dikenal dengan kulinernya yang enak atau enak sekali,” tutupnya.

Dan untuk diketahui, Menurut data Dinas Koperasi dan UMKM Sumatera Utara, 72 persen masyarakat di Sumut sudah terakses dengan internet. Dari data tersebut, 68 persennya berbelaja online setiap minggunya. (ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Biasanya, para pengusaha memulai bisnisnya dari Offline ke Online. Atau, memilih salah satunya. Tetapi, hal terjadi pada owner ‘Iga dan Bakso Mas Didan’, Ginan Nugroho. Pria berusia 31 tahun ini belajar dan memulai bisnis secara online dan berhasil mendatangkan keuntungan. Menembus batasan dirinya sendiri, Ginan kini tak hanya memiliki bisnis online, tapi juga offline di Jalan Gaperta Ujung, Kota Medan.

Awalnya, Ginan Nugroho menjual satu jenis makanan saja, yaitu bakso tahu yang merupakan makanan favorit keluarganya di media sosial dan aplikasi, seperti Shoppefood, gofood, dan grabfood dengan nama ‘Bakso Tahu Maknyos’.

“Mulai jualan onlinenya tahun 2019. Itu karena banyak dukungan keluarga dan mereka bilang enak. Jadi, ya saya coba,” ujarnya beberapa waktu yang lalu.

Untuk memulai bisnis ini, Ginan Nugroho mengaku memulai dari nol. Semua ilmu didapatkan dari online, seperti membaca berbagai artikel tentang bisnis, desain grafis, dan lainnya. Saat itu, Ginan menyadari, seenak apapun makanannya, bila tidak ada yang kenal, maka tidak akan ada yang beli.

Saat itulah, Ginan mulai belajar untuk promosi aktif secara digital, mulai dari media sosial seperti Instagram dan Facebook. Ginan juga aktif mengikuti promo yang diberikan oleh aplikasi. Bukan hanya itu, layanan yang cepat tanggap seperti menjawab pertanyaan pelanggan di media sosial dan respon di aplikasi juga diterapkannya sebagai service pelanggan.

Secara keseluruhan, Ginan Nugroho mengaku kesulitan dalam promosi digital, terutama untuk membuat tema di media sosial, hal inilah yang membuat dirinya harus belajar untuk desain grafis. Setelah bertanya-tanya dengan orang sekitar, Ginan mengaku mendapatkan tema secara gratis dari berbagai aplikasi yang tersedia.

Malah, kendala utama yang dirasakan oleh Ginan Nugroho adalah mendapatkan pelanggan. Karena hanya menjual satu jenis makanan saja, dan harganya untuk kalangan menengah ke atas, membuat pergerakkan bisnisnya cukup lambat. Tetapi, karena konsisten dalam rasa dan kualitas, berjalannya waktu Bakso Tahu Maknyos pun mulai dilirik masyarakat.

Semakin bertambahnya pelanggan, semakin banyak pula permintaan yang diterimanya. Mulai dari penambahan menu baru hingga penyediaan layanan makan di tempat.

“Saya belum berpikir untuk membuka lapak jualan atau jualan secara offline, karena saya merasa belum siap secara mental dan materi,” ungkapnya.

Ginan Nugroho mengaku ada ketakutan di hatinya untuk mengambil keputusan berjualan secara offline. Dirinya merasa belum siap mengambil risiko seperti harus menyiapkan dana yang cukup lumayan menguras tabungan untuk sewa tempat, dekorasi, gaji karyawan, fasilitas makan, dan lain sebagainya. Selain itu, dirinya masih memiliki satu menu saja, dan waktu yang harus dihabiskan untuk memantau pekerja dan roda bisnisnya.

“Saat berjualan online, saya tidak membutuhkan biaya banyak. Cukup menu dan rasa yang enak. Pelanggan pesan, saya buat, antar. Selesai. Tapi, kalau offline, saya harus menggaji beberapa orang, sewa tempat dan lainnya. Jadi, benar-benar takut untuk mengambil keputusan saat itu,” ungkapnya.

Tetapi, ketakutan itu perlahan sirna. Ginan Nugroho tanpa sadar menembus batasan dirinya sendiri dengan terus belajar dan mengikuti berbagai pelatihan, mengurus dokumen untuk menjadikan bisnisnya terdaftar sebagai produk UMKM. Bukan itu saja, Ginan Nugroho juga mengambil kesempatan untuk mengikuti berbagai pameran dengan harapan untuk memperkenalkan produknya lebih luas.

Ginan Nugroho juga berinovasi dengan membuat bakso, iga, mie ayam, sop dan lain sebagainya. Bakso tahu tetap dipertahankannya, karena ini menjadi andalan bagi dirinya sendiri.

“Akhirnya 6 bulan lalu, Alhamdulillah, saya punya lapak jualan sendiri di Jalan Gaperta Ujung Kota Medan. Saya juga sudah bisa menggaji beberapa karyawan. Bahkan, saya sudah memiliki menu tambahan yang menjadi andalan juga. Karena sudah banyak, saya mengganti nama, dari ‘Bakso Tahu Maknyos’ menjadi ‘Iga dan Bakso Mas Didan’. Ketakutan saya hilang karena adanya dukungan dari pelanggan, keluarga, dan Indosat,” ungkapnya dengan senyum terkembang.

Menurut Ginan, menjadi bagian UMKM Indosat sangat berpengaruh dalam keputusannya untuk membuka lapak tersediri. Dirinya selalu diundang untuk terlibat dalam event yang diselenggarakan oleh Indosat, seperti acara Indosat ooredoo Hutchison pasca merger pada 4 Januari yang lalu. Kemudian, Pasar Ramadan IM3, Pesta Rakyat, dan Indosat Run baru-baru ini.

Bukan itu saja, beberapa Iga dan Bakso Mas Didan juga menjadi makanan untuk karyawan saat rapat internal.

“Saat pameran dan menjadi makanan rapat secara tidak langsung saya menjadi belajar untuk berdagang secara offline. Hampir semua kegiatan saya ikuti, karena acara yang diselenggarakan oleh Indosat selalu ramai dan tentu saja produk saya juga ikut laku,” tambahnya.

Menurut Ginan, dukungan yang didapatkannya dari Indosat adalah nyata tapi tidak tampak. Dukungan itu dirasakannya saat ini, setelah semua kesulitan dirasakannya.

“Kuota, itu dukungan tahap awal yang saya sadari. Percaya atau tidak, untuk paket internet kami di rumah menggunakan IM3. Setiap bulan saya isi Rp100 ribu untuk 50 GB. Kami gunakan untuk dagang online, browsing, dan untuk isteri bekerja. Sekarang, sering mengajak kami pameran,” tutupnya.

Head of Region Sumatera Indosat Ooredoo Hutchison, Fahd Yudhanegoro, menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang kosentrasi untuk mengembangkan UMKM. Karena itu, setiap acara Indosat Ooredoo Hutchinson baik itu IM3 dan 3 akan selalu menggandeng UMKM lokal.

“Ada juga produk nasional yang ingin ikut, jadi kita kombain. Tapi, tetap yang lokal yang harus lebih banyak,” ungkapnya.

Untuk Sumatera Utara sendiri, Fadh Yudhanegoro menyatakan akan terus berkomunikasi dengan dinas-dinas terkait untuk mendapatkan informasi dan perkembangan UMKM. Apalagi, sebagai provinsi terbesar di Indonesia, Sumatera Utara memiliki potensi untuk memperkenalkan produknya.

“Kita berharap, dapat membantu UMKM untuk mempromosikan produknya secara digital sehingga dapat bersaing dengan perusahaan dan produk lain. Apalagi banyak produk dari Sumut yang sudah dikenal tapi susah dapat karena promosi yang kurang. Dan Medan, tentu saja dikenal dengan kulinernya yang enak atau enak sekali,” tutupnya.

Dan untuk diketahui, Menurut data Dinas Koperasi dan UMKM Sumatera Utara, 72 persen masyarakat di Sumut sudah terakses dengan internet. Dari data tersebut, 68 persennya berbelaja online setiap minggunya. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/