25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Pengembang Rugi Rp1,2 Miliar

Subsidi Kredit Perumahan Rakyat Dihentikan Sementara

MEDAN- Penghentian sementara program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari kemenpera dan perbankan, membuat pengembang rumah kecil di Sumatera Utara merugi Rp1,2 miliar.

Kerugian ini dikarenakan pihak developer harus membayar bunga ke perbankan, sementara program KPR belum mendapatkan titik temu.
“Dari hitungan kita se Sumut, pengembang mengalami kerugian Rp1,2 miliar, karena kita harus bayar bunga, sementara kejelasan FLPP belum ada titik terang,” ujar Sekretaris DPD Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia) Sumut, Irwan Ray.

Kerugian yang harus diterima oleh developer ini, menurut Irwan, tidak disadari oleh pihak kemenpera, yang hanya menganggap bahwa ini adalah masalah perundingan antara pihak bank dan pemerintah. Padahal, banyak sekali kerugian yang harus ditanggung karena penghentian sementara program ini. Bahkan, target pembangunan juga tidak menjadi masalah bagi kemenpera.

“Target pembangunan rumah sederhana untuk apersi selama tahun 2012 ini sekitar 8 ribu unit, dan penghentian sementara yang hampir 2 bulan ini, membuat kita menunggak pembangunan rumah sekitar 1200-1500 rumah,” ujar Irwan.

“Nah, kalau terus dipending, berarti kita tidak mencapai target. Bagaimana tanggung jawab kita?,” tambah Irwan.

Secara pribadi, Irwan menyatakan, menerima tawaran dari BTN yang memberikan bunga lebih tinggi dibandingkan bank lain. Menurutnya, masyarakat masih mampu membayar kreditnya. “Anggaplah kita menyetujui permintaan bunga BTN, kalau dihitung-hitung cicilannya sebesar Rp800 ribu, sama dengan motor kan? Jadi masyarakat masih mampu membayar kreditnya,” ungkapnya.

Hal lain yang bisa dirundingkan dalam masalah ini, menurut Irwan pada jangka waktu pembayaran. Yang awalnya 15 tahun menjadi 20 atau 25 tahun, sesuai dengan kesepakatan. “Perundingan bisa dilakukan, jadi kita ikuti permintaan si bank, dan bank ngikuti permintaan kita. Nah, sama ringan kan cicilannya?,” ungkapnya.

Sementara itu, Samsul, pengembang dari perumahan Rumah Hijau 3 di Tanjung Morawa mengatakan, tidak masalah bila BTN masih bersikeras dengan bunga yang mereka tawarkan (7,75 persen). Yang penting baginya, proyek berjalan hingga tidak menimbulkan kerugian. Karena kerugian yang paling mendasar saat ini dirasakannya adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat. “Kalau pemerintah ok, bank ok, saya tidak masalah. Yang penting masalah ini selesai, tidak ada yang rugi. Selama 2 bulan tidak ada proyek, kepercayaan masyarakat pada kita jadi berkurang juga,” ungkap Samsul.
Ketua Real Estate Indonesia (REI), Tomi Winstan berharap, program ini tidak dihentikan, agar pengembang swakelola tidak mengalami kesulitan likuiditas.(ram)

Subsidi Kredit Perumahan Rakyat Dihentikan Sementara

MEDAN- Penghentian sementara program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari kemenpera dan perbankan, membuat pengembang rumah kecil di Sumatera Utara merugi Rp1,2 miliar.

Kerugian ini dikarenakan pihak developer harus membayar bunga ke perbankan, sementara program KPR belum mendapatkan titik temu.
“Dari hitungan kita se Sumut, pengembang mengalami kerugian Rp1,2 miliar, karena kita harus bayar bunga, sementara kejelasan FLPP belum ada titik terang,” ujar Sekretaris DPD Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia) Sumut, Irwan Ray.

Kerugian yang harus diterima oleh developer ini, menurut Irwan, tidak disadari oleh pihak kemenpera, yang hanya menganggap bahwa ini adalah masalah perundingan antara pihak bank dan pemerintah. Padahal, banyak sekali kerugian yang harus ditanggung karena penghentian sementara program ini. Bahkan, target pembangunan juga tidak menjadi masalah bagi kemenpera.

“Target pembangunan rumah sederhana untuk apersi selama tahun 2012 ini sekitar 8 ribu unit, dan penghentian sementara yang hampir 2 bulan ini, membuat kita menunggak pembangunan rumah sekitar 1200-1500 rumah,” ujar Irwan.

“Nah, kalau terus dipending, berarti kita tidak mencapai target. Bagaimana tanggung jawab kita?,” tambah Irwan.

Secara pribadi, Irwan menyatakan, menerima tawaran dari BTN yang memberikan bunga lebih tinggi dibandingkan bank lain. Menurutnya, masyarakat masih mampu membayar kreditnya. “Anggaplah kita menyetujui permintaan bunga BTN, kalau dihitung-hitung cicilannya sebesar Rp800 ribu, sama dengan motor kan? Jadi masyarakat masih mampu membayar kreditnya,” ungkapnya.

Hal lain yang bisa dirundingkan dalam masalah ini, menurut Irwan pada jangka waktu pembayaran. Yang awalnya 15 tahun menjadi 20 atau 25 tahun, sesuai dengan kesepakatan. “Perundingan bisa dilakukan, jadi kita ikuti permintaan si bank, dan bank ngikuti permintaan kita. Nah, sama ringan kan cicilannya?,” ungkapnya.

Sementara itu, Samsul, pengembang dari perumahan Rumah Hijau 3 di Tanjung Morawa mengatakan, tidak masalah bila BTN masih bersikeras dengan bunga yang mereka tawarkan (7,75 persen). Yang penting baginya, proyek berjalan hingga tidak menimbulkan kerugian. Karena kerugian yang paling mendasar saat ini dirasakannya adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat. “Kalau pemerintah ok, bank ok, saya tidak masalah. Yang penting masalah ini selesai, tidak ada yang rugi. Selama 2 bulan tidak ada proyek, kepercayaan masyarakat pada kita jadi berkurang juga,” ungkap Samsul.
Ketua Real Estate Indonesia (REI), Tomi Winstan berharap, program ini tidak dihentikan, agar pengembang swakelola tidak mengalami kesulitan likuiditas.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/