SUMUTPOS.CO – Merebaknya wabah virus corona di China berimbas cukup telak pada perekonomian Singapura. Negara tetangga Indonesia ini jadi salah satu negara yang paling bergantung pada China. Dilansir dari CNBC, Minggu (9/2), Singapura begitu bergantung pada China.
Banyak berhentinya bisnis di China, serta anjloknya wisatawan asal Negeri Panda itu, membuat Singapura sangat terpukul. Sebelum virus corona menyerang, Singapura sudah mengalami tekanan ekonomi imbas perang dagang China-Amerika Serikat serta perlambatan ekonomi global.
“Hari ini, China tak hanya memproduksi barang-barang murah, barang dengan nilai murah, tetapi mereka juga menguasai pasokan dari barang-barang bernilai tinggi. Ini artinya, pengaruh rantai pasok (China) sangat signifikan ke seluruh dunia,” kata Chan Chun Sing, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura.
“Saya pikir ini yang jadi pelajaran bagi semua orang untuk benar-benar melihat ketahanan rantai pasok,” lanjutnya.
Pemerintah Singapura menetapkan dan menaikkan level kewaspadaan terhadap virus corona hingga ke level oranye. Level oranye merupakan satu level di bawah level merah atau level yang paling berbahaya.
Hingga hari ini, warga Singapura yang diduga terpapar virus corona adalah 24 kasus. Salah satu negara dengan kasus tertinggi di luar China.
Level oranye berarti pertanda bahwa virus dapat menular dengan mudah antar manusia, namun virus tersebut belum menyebar luas di negara ini. Pengumuman pemerintah Singapura terkait perubahan tingkat kewaspadaan terhadap virus corona ini, membuat warga panik untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
“Sejujurnya semua orang akan terkena dampak ini, ini soal masalah tingkat kesulitannya saja. Kuncinya adalah siapa yang bisa pulih lebih cepat dan bagaimana orang merespon krisis,” ujarnya.
Chan berujar, wabah virus corona ini jadi pengalaman berharga bagi Singapura untuk tidak terlalu bergantung pada China secara ekonomi.Dunia pariwisata Singapura jelas terkena dampak merebaknya virus korona ini. Singapura juga bersiap menghadapi dampak ekonomi dari virus ini.
“Kami harus siap menghadapi dampak ekonomi, bisnis, dan kepercayaan konsumen, terutama karena situasinya diperkirakan bertahan untuk beberapa waktu,” kata Chan. (kpc/ram)