30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Buru Aroma Khas Sampai Pelosok Desa

Melirik Geliat Usaha Budidaya Gaharu di Sumut

Tanaman gaharu terus menjadi incaran sebagian pengusaha untuk memenuhi pundi-pundi uang mereka dari aroma gaharu yang khas. Tak ayal, perburuan akan tanaman hutan bukan kayu ini terus dilakukan pengusaha hingga ke berbagai pelosok desa. Salah satunya di Desa Timbang Jaya, Kecamatan Bahorok, Langkat.

Demi mendapatkan produk kelas dunia ini, PT Gaharu Sejati rela mengikat kerja sama dengan Asosiasi Penangkar Tanaman (Aspenta) di daerah tersebut.
Kerja sama ini bertujuan untuk membudidayakan gaharu berkualitas tinggi. “Ini tanaman langka, dan banyak yang mengaku berhasil membudidayakan gaharu. Padahal hasilnya nihil,” ujar Direktur PT Gaharu Sejati, Dodi Hariyanto, kemarin.

Dirinya menjelaskan, saat ini sangat sulit menemukan gumpalan-gumpalan gaharu asli dan memiliki kualitas. Walau banyak yang mengaku telah berhasil, tetapi bila ditelusuri malah tidak berkualitas. Untuk mengetahui tanaman itu berhasil dibudidayakan, lanjut Dodi, cukup dengan cara mengopek sedikit bagian kulit tanaman gaharu dan membakarnya. “Jika mengeluarkan aroma wangi, berarti gaharu tersebut berhasil,” sebutnya.
Lebih jauh Dodi memaparkan, tanaman gaharu ini pertama kali dikenal dalam bentuk gubal (bongkahan), yang ditemukan di Assam, India dari tanaman jenis Aquilaria Agaloccha  Rottb pada abad ke-7.

Di Indonesia, dikenal mulai abad ke-12 melalui perdagangan dengan pedagang Kwang Tung, Cina. (ram)
Gaharu dalam bentuk gubal semula dipungut dari pohon penghasilnya di dalam hutan dengan cara menebang pohon dan mencacahnya untuk mendapatkan bagian yang berkualitas.

Dodi mengatakan, komoditas gaharu telah cukup lama dikenal masyarakat umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain Aquilaria Malaccensis, A Filaria, A Hirta, A Agalloccha, A Macrophylum dan beberapa puluh jenis lainnya.

Dari puluhan jenis tanaman tersebut, Aquilaria Malaccensis adalah tanaman penghasil gaharu berkualitas terbaik dengan nilai jual tinggi. Jenis ini termasuk dalam family Thymelleaceae, tumbuh di dataran rendah hingga pegunungan, 0-750 meter diatas permukaan laut (dpl), suhu rata-rata 32°C dengan kelembaban rata-rata 70 persen, curah hujan sekitar 2.000 mm.

Dikatakannya, tanaman ini memiliki potensi cukup tinggi dan penyebarannya terbesar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di Pulau Bangka, tanaman ini sering disebut Mengkaras, sedangkan di Belitung disebut Kepang.

Di kedua pulau ini, diameter pohon dapat mencapai 40 – 80 cm. Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu daerah sebaran pohon atau jenis-jenis penghasil gaharu, terutama Aquilaria Malaccensis.

Untuk itulah, sambung Dodi, saat ini dirinya mencoba melakukan budidaya jenis pohon gaharu di Desa Timbang Jaya, Bahorok, Kabupaten Langkat. Bekerja sama dengan Sofian Lubis, salah seorang petani yang tergabung dalam Aspenta.  Dodi mulai menanamai jenis bibit Aquilaria Malaccensis dan Cressna.

“Seharusnya Sabtu (7/4) kemarin kita sudah panen, tapi kita tunda karena minimnya waktu yang dimiliki. Kebetulan, investor asal Cina yang ingin melihat langsung tanaman kita, ada kesibukan lain. Makanya saya harus mendapangi dan panen gaharu di Bahorok ditunda,” terang Dodi.
Dia berharap, nantinya masyarakat petani gaharu di Baharok memperoleh hasil tanaman seperti yang diinginkan. (ram)

Melirik Geliat Usaha Budidaya Gaharu di Sumut

Tanaman gaharu terus menjadi incaran sebagian pengusaha untuk memenuhi pundi-pundi uang mereka dari aroma gaharu yang khas. Tak ayal, perburuan akan tanaman hutan bukan kayu ini terus dilakukan pengusaha hingga ke berbagai pelosok desa. Salah satunya di Desa Timbang Jaya, Kecamatan Bahorok, Langkat.

Demi mendapatkan produk kelas dunia ini, PT Gaharu Sejati rela mengikat kerja sama dengan Asosiasi Penangkar Tanaman (Aspenta) di daerah tersebut.
Kerja sama ini bertujuan untuk membudidayakan gaharu berkualitas tinggi. “Ini tanaman langka, dan banyak yang mengaku berhasil membudidayakan gaharu. Padahal hasilnya nihil,” ujar Direktur PT Gaharu Sejati, Dodi Hariyanto, kemarin.

Dirinya menjelaskan, saat ini sangat sulit menemukan gumpalan-gumpalan gaharu asli dan memiliki kualitas. Walau banyak yang mengaku telah berhasil, tetapi bila ditelusuri malah tidak berkualitas. Untuk mengetahui tanaman itu berhasil dibudidayakan, lanjut Dodi, cukup dengan cara mengopek sedikit bagian kulit tanaman gaharu dan membakarnya. “Jika mengeluarkan aroma wangi, berarti gaharu tersebut berhasil,” sebutnya.
Lebih jauh Dodi memaparkan, tanaman gaharu ini pertama kali dikenal dalam bentuk gubal (bongkahan), yang ditemukan di Assam, India dari tanaman jenis Aquilaria Agaloccha  Rottb pada abad ke-7.

Di Indonesia, dikenal mulai abad ke-12 melalui perdagangan dengan pedagang Kwang Tung, Cina. (ram)
Gaharu dalam bentuk gubal semula dipungut dari pohon penghasilnya di dalam hutan dengan cara menebang pohon dan mencacahnya untuk mendapatkan bagian yang berkualitas.

Dodi mengatakan, komoditas gaharu telah cukup lama dikenal masyarakat umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain Aquilaria Malaccensis, A Filaria, A Hirta, A Agalloccha, A Macrophylum dan beberapa puluh jenis lainnya.

Dari puluhan jenis tanaman tersebut, Aquilaria Malaccensis adalah tanaman penghasil gaharu berkualitas terbaik dengan nilai jual tinggi. Jenis ini termasuk dalam family Thymelleaceae, tumbuh di dataran rendah hingga pegunungan, 0-750 meter diatas permukaan laut (dpl), suhu rata-rata 32°C dengan kelembaban rata-rata 70 persen, curah hujan sekitar 2.000 mm.

Dikatakannya, tanaman ini memiliki potensi cukup tinggi dan penyebarannya terbesar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di Pulau Bangka, tanaman ini sering disebut Mengkaras, sedangkan di Belitung disebut Kepang.

Di kedua pulau ini, diameter pohon dapat mencapai 40 – 80 cm. Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu daerah sebaran pohon atau jenis-jenis penghasil gaharu, terutama Aquilaria Malaccensis.

Untuk itulah, sambung Dodi, saat ini dirinya mencoba melakukan budidaya jenis pohon gaharu di Desa Timbang Jaya, Bahorok, Kabupaten Langkat. Bekerja sama dengan Sofian Lubis, salah seorang petani yang tergabung dalam Aspenta.  Dodi mulai menanamai jenis bibit Aquilaria Malaccensis dan Cressna.

“Seharusnya Sabtu (7/4) kemarin kita sudah panen, tapi kita tunda karena minimnya waktu yang dimiliki. Kebetulan, investor asal Cina yang ingin melihat langsung tanaman kita, ada kesibukan lain. Makanya saya harus mendapangi dan panen gaharu di Bahorok ditunda,” terang Dodi.
Dia berharap, nantinya masyarakat petani gaharu di Baharok memperoleh hasil tanaman seperti yang diinginkan. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/