Sulitnya memprediksi harga Crude Palm Oil (CPO) saat ini, mendorong para pelaku industri berkumpul guna merumuskan proyeksi harga di 2013.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia ( GAPKI), Joefly Bachroeny mengatakan dengan kondisi krisis global, khususnya Eropa yang belum pulih saat ini, sangat sulit untuk memprediksi harga CPO ke depan.
“Kita sulit memprediksi apakah harga CPO ini bisa pulih seperti semula, yang bisa mencapai US$1.000 per ton atau US$700 atau US$800 atau bahkan malah di bawah itu,” ujarnya dalam acara jumpa pers menjelang penyelenggarakan konferensi sawit internasional ke-8 (IPOC/Indonesian Palm Oil Conference and 2013 Price Outlook) di Jakarta, Jumat (9/11).
Joefly pun menilai, pembahasan khusus di antara pelaku industri sawit dan para pemerhati pasar CPO sangat diperlukan. Terutama untuk merumuskan secara bersama angka proyeksi harga CPO ini. “Dari sana nanti kita baru akan merumuskan berapa proyeksi harga CPO di 2013 mendatang,” tuturnya.
Selain masalah harga, Joefly juga menyampaikan kekhawatiran roadmap produksi yang diproyeksikan sebelumnya, yakni sebesar 40 juta ton di 2020, tidak akan tercapai. Hal ini disebabkan ekspansi lahan yang terus menurun. “Kalau dulu setahun ekspansinya bisa mencapai 300-400 ribu hektar, sekarang paling hanya 150-250 hektar saja. Ini akhirnya roadmap bisa tidak tercapai,” ucapnya.
Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gapki menambahkan, penurunan ekspansi lahan sawit ini terjadi pada industri sawit swasta. Sedang untuk perkebunan rakyat, menurutnya, masih sangat kencang. “Saya perkirakan akan ada tambahan 230 ribu hektar lahan perkebunan rakyat ini dari 2011 ke 2012,” tuturnya.
Ia mengatakan, penurunan lahan di industri sawit swasta ini terjadi terutama sejak keluarnya instruksi presiden moratorium hutan alam primer dan lahan gambut. Konferensi sawit internasional yang akan dibuka Menko Perekonomian Hatta Rajasa.(net/jpnn)
ini rencananya akan diadakan di Bali dengan menargetkan 1.500 peserta dari pelaku industri sawit.(net/jpnn)