25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Solar Impor Distop, Energi Terbarukan Bisa Hemat APBN Triliunan Rupiah

no picture

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah berencana menghentikan impor solar dalam waktu dekat. Ini adalah momen bagus untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan yang saat beroperasi akan menghemat belanja APBN untuk bahan bakar fosil hingga triliunan rupiah.

Organisasi lingkungan yang kerap bersuara keras menentang diharapkan memahami bahwa pembangunan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air, akan mengurangi konsumsi energi fosil yang boros dan polutif.

“(Stop impor solar) ide dan kebijakan yang cemerlang,” kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur pemerhati lingkungan hidup Sonny Keraf kepada wartawan di Jakarta, Minggu (12/5/2019). Kebijakan menghentikan impor solar dinyatakan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Jumat (10/5/2019). Penghentian impor solar dan avtur dikarenakan pemerintah ingin mengoptimalkan produksi dalam negeri sekaligus menyeimbangkan defisit neraca transaksi berjalan.

Langkah konkret menindaklanjuti rencana penghentian impor solar adalah segera membangun kilang pengolahan minyak mentah dalam negeri. Kemudian, pemerintah harus berani memberi insentif dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik, untuk memenuhi kebutuhan mobil listrik.

Sonny mengingatkan faktor keseimbangan neraca perdagangan dan dampak lingkungan harus menjadi pertimbangan dalam menghitung risiko tersebut.

“Sudah tepat jika Menko (bidang Perekonomian Darmin Nasution) dengan pesetujuan Presiden mendorong kebjakan ini. Dalam jangka pendek memang ada risikonya, tapi lebih bagus dalam jangka panjang,” katanya.

Cari Jalan Tengah

Soal protes yang kerap dari organisasi yang mengatasnamakan lingkungan terhadap proyek pembangkit listrik energi terbarukan, Sonny menyayangkan hal itu. Menurut dia, LSM lingkungan sering melihat hanya pada satu aspek saja, misalnya konservasi ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.

“Padahal energi terbarukan, seperti PLTA dan geotermal, juga diperlukan untuk kepentingan lingkungan hidup, khususnya pengurangan emisi karbon dari bahan bakar fosil,” katanya.

Dia meminta agar mereka yang kerap protes pada pengembangan energi terbarukan untuk mau duduk bersama mencari jalan tengah. “Agar kedua-duanya (energi terbarukan dan konservasi ekosistem) bisa jalan tanpa saling menegasi,” katanya.

Saat ini sejumlah proyek PLTA sedang dibangun. Salah satunya adalah PLTA Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Proyek bertipe peaker itu bisa menghasilkan listrik hingga 510 MW dan menyangga hingga 15 persen saat beban puncak Sumatera Utara.

Saat beroperasi tahun 2022, PLTA Batang Toru akan menghemat solar pembangkit listrik tenaga diesel hingga 400 juta dollar AS atau Rp 5,6 triliun per tahun.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyatakan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bersama pembangkit listrik geotermal sangat diandalkan untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam produksi listrik nasional. Jonan berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memberikan dukungan bagi pengembangan PLTA dan geothermal agar penggunaan energi terbarukan bagi pengendalian perubahan iklim bisa semakin meningkat.

Menurut dia, PLTA dan geotermal menyumbang 10% untuk bauran energi terbarukan dalam produksi listrik nasional saat ini. (ila/ram)

no picture

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah berencana menghentikan impor solar dalam waktu dekat. Ini adalah momen bagus untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan yang saat beroperasi akan menghemat belanja APBN untuk bahan bakar fosil hingga triliunan rupiah.

Organisasi lingkungan yang kerap bersuara keras menentang diharapkan memahami bahwa pembangunan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air, akan mengurangi konsumsi energi fosil yang boros dan polutif.

“(Stop impor solar) ide dan kebijakan yang cemerlang,” kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur pemerhati lingkungan hidup Sonny Keraf kepada wartawan di Jakarta, Minggu (12/5/2019). Kebijakan menghentikan impor solar dinyatakan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Jumat (10/5/2019). Penghentian impor solar dan avtur dikarenakan pemerintah ingin mengoptimalkan produksi dalam negeri sekaligus menyeimbangkan defisit neraca transaksi berjalan.

Langkah konkret menindaklanjuti rencana penghentian impor solar adalah segera membangun kilang pengolahan minyak mentah dalam negeri. Kemudian, pemerintah harus berani memberi insentif dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik, untuk memenuhi kebutuhan mobil listrik.

Sonny mengingatkan faktor keseimbangan neraca perdagangan dan dampak lingkungan harus menjadi pertimbangan dalam menghitung risiko tersebut.

“Sudah tepat jika Menko (bidang Perekonomian Darmin Nasution) dengan pesetujuan Presiden mendorong kebjakan ini. Dalam jangka pendek memang ada risikonya, tapi lebih bagus dalam jangka panjang,” katanya.

Cari Jalan Tengah

Soal protes yang kerap dari organisasi yang mengatasnamakan lingkungan terhadap proyek pembangkit listrik energi terbarukan, Sonny menyayangkan hal itu. Menurut dia, LSM lingkungan sering melihat hanya pada satu aspek saja, misalnya konservasi ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.

“Padahal energi terbarukan, seperti PLTA dan geotermal, juga diperlukan untuk kepentingan lingkungan hidup, khususnya pengurangan emisi karbon dari bahan bakar fosil,” katanya.

Dia meminta agar mereka yang kerap protes pada pengembangan energi terbarukan untuk mau duduk bersama mencari jalan tengah. “Agar kedua-duanya (energi terbarukan dan konservasi ekosistem) bisa jalan tanpa saling menegasi,” katanya.

Saat ini sejumlah proyek PLTA sedang dibangun. Salah satunya adalah PLTA Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Proyek bertipe peaker itu bisa menghasilkan listrik hingga 510 MW dan menyangga hingga 15 persen saat beban puncak Sumatera Utara.

Saat beroperasi tahun 2022, PLTA Batang Toru akan menghemat solar pembangkit listrik tenaga diesel hingga 400 juta dollar AS atau Rp 5,6 triliun per tahun.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyatakan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bersama pembangkit listrik geotermal sangat diandalkan untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam produksi listrik nasional. Jonan berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memberikan dukungan bagi pengembangan PLTA dan geothermal agar penggunaan energi terbarukan bagi pengendalian perubahan iklim bisa semakin meningkat.

Menurut dia, PLTA dan geotermal menyumbang 10% untuk bauran energi terbarukan dalam produksi listrik nasional saat ini. (ila/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/