Site icon SumutPos

Taksi Online Terapkan Tarif Batas Atas-Bawah per 1 November

Angkutan online-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 diakui Kementerian Perhubungan tidak akan mudah. Meski aturan sudah terpampang jelas, penerapannya harus dilakukan setahap demi setahap. Salah satunya adalah tarif batas atas dan bawah untuk taksi online yang seharusnya mulai berlaku per 1 November lalu.

Pengamatan Jawa Pos (grup Sumut Pos), Minggu (12/11), tarif angkutan online memang masih berubah-ubah menyesuaikan ’’jam sibuk’’. Sebelum pukul 19.00, tarif di salah satu aplikasi mencapai Rp93 ribu untuk 12 km, atau sekitar Rp7.600 per km. Namun, pukul 19.00, tarifnya turun menjadi Rp77.000 atau Rp6.400 per km.

Sebelumnya, batas atas yang ditetapkan Kemenhub untuk wilayah 1 (Jawa, Sumatera, Bali) adalah Rp6.000 per km, dan batas bawah Rp3.000 per km. Sementara, untuk wilayah 2 (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua) tarifnya antara Rp3.700-Rp6.500 per km.

Menhub Budi Karya Sumadi menuturkan, pihaknya secara bertahap mulai menerapkan aturan dalam Permenhub 108 pada angkutan online. ’’Yang akan kita berlakukan dulu adalah tarif batas bawah (dan atas), mungkin dalam satu dua minggu ini,’’ terangnya saat ditemui di sela peringatan hari Kesehatan Nasional di Bundaran Hotel Indonesia, kemarin.

Sambil berjalan, pihaknya juga mulai mendorong penerapan aturan lainya, seperti SIM, uji kir, dan stiker. ’’Minggu lalu, kami dorong mereka untuk uji kir. Pekan ini, yang kami dorong adalah SIM,’’ urai mantan Dirut PT Angkasa Pura II itu. Termasuk di dalamnya adalah pemasangan stiker sebagai penanda angkutan.

Pada bulan ketiga setelah terbitnya Permenhub, yakni Januari, barulah Kemenhub akan berkoordinasi dengan Dishub dan kepolisian untuk penindakan. Saat itu, para driver taksi online akan mendapat tindakan tegas bila tidak patuh pada aturan. Sanksinya berupa teguran, tilang, hingga larangan beroperasi.

Dalam hal sanksi, Budi cenderung menginginkan diterapkan secara individu sesuai temuan di lapangan. ’’Kita akan bikin satu kondisi di mana katakanlah kir dan SIM, kalau nggak ada, ya (kendaraannya) nggak boleh beroperasi,’’ lanjutnya.

Untuk memastikan sanksi tersebut diterapkan, pihaknya akan menggandeng dinas-dinas perhubungan dan kepolisian di berbagai daerah. Bila pelanggarannya bersifat masif, barulah pihak perusahaan, dalam hal ini penyedia aplikasi, yang akan diberi peringatan melalui kemenkominfo. ’’Dalam hal itu (pelanggaran) signifikan, kita minta dilakukan upaya paksa. Tapi itu yang kedua,’’ lanjutnya.

Yang jelas, sasaran utamanya tetap para pengemudi, bagaimana agar mereka taat. Pihaknya pun siap memfasilitasi agar pengemudi mau patuh terhadap regulasi yang ada. Kemenhub tidak akan langsung menyasar aplikasi, mengingat skalanya yang besar. ’’Kalau kita memutus satu operasi yang jumlahya 10 ribu, 5.000, kan masif, hajat hidup orang banyak,’’ tuturnya. Maka, sanksi individu lebih didahulukan. Aplikasi hanya akan diberi peringatan.

Foto: Sumut Pos
Kadishub Sumut, Anthony Siahaan menempelkan stiker tanda khusus bertuliskan “Sumut”, ke mobil angkutan online, Senin (31/7). Stiker itu untuk Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang sudah dinaungi perusahaan pemilik izin operasional.

Dirjen Aptika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan, pada dasarnya, pihaknya merupakan eksekutor. Maka, Kemenkominfo akan lebih bersikap pasif. ’’Karena yang menyatakan melanggar seharusnya dari (kementerian) Perhubungan. Kami yang menjalankan sanksinya,’’ terangnya saat dikonfirmasi.

Misalnya, salah satu perusahaan aplikasi untuk taksi online diputuskan untuk diblokir, maka pihaknya yang akan memblokir sehingga tidak bisa diakses oleh konsumen. ’’Tapi harus ada bukti dari perhubungan. Kalau ini memang salah ya kita eksekusi (sesuai putusan Kemenhub),’’ lanjutnya.

Sementara itu, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengisyaratkan kepatuhan perusahaannya untuk menerapkan tarif yang ditentukan Kemenhub. Hanya, bila langsung menerapkan dalam waktu dekat, dia mengaku kesulitan. ’’Kami membutuhkan waktu setidaknya dua bulan untuk penyesuaian ini,’’ terangnya.

Dia mengaku butuh proses dan tahapan untuk menyesuaikan algoritma yang optimal sesuai aturan yang berlaku. Beberapa pertimbangannya, setiap daerah memiliki karakteristik daya beli yang berbeda satu sama lain. Dia juga mengingatkan, perubahan regulasi yang terlalu tergesa-gesa bisa memberikan dampak yang kurang baik.

Dampaknya bisa berupa kurangnya transportasi yang secara tarif terjangkau masyarakat. ’’Dampaknya bisa ke ketersediaan kendaraan bagi masyarakat yang sudah terbiasa memakai dan memanfaatkan lauyanan kami,’’ lanjutnya. Penyesuaian selama dua bulan diyakini cukup untuk mempersiapkan penerapan tarif tersebut. (byu/oki/jpg/adz)

Exit mobile version