MEDAN- Harga Crude Palm Oil (CPO) Sumut terus mengalami penurunan sejak awal Juni lalu. Hal ini dikarenakan perekonomian global yang belum seutuhnya membaik. Sehingga permintaan akan CPO dari buyer (pembeli) menurun. Harga minyak sawit mentah ini cukup mengalami penurunan. Tercatat sejak April, CPO menyentuh harga USD1.180 perton, sedangkan saat ini, harganya berkisar USD1.035 perton.
Menurut Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut Laksamana Adyaksa, penurunan harga CPO ini sudah diprediksi sejak tahun lalu, saat krisis Yunani baru terjadi. Penurunan harga CPO ini, juga menyebabkan turunnya harga tandan buah segar (TBS), baik di tingkat pabrikan maupun petani.
“Hingga tiga bulan ke depan, kami perkirakan penurunan harga masih terus terjadi. Mudah-mudahan setelah ini kondisi ini kembali membaik,” ujarnya. Tercatat Selasa (12/6), harga CPO tingkat dunia sebesar USD1.098 perton atau harga sekitar Rp8 ribu per kilo.
Menurut Ketua Gapki, Timbas Ginting, naik turunnya harga CPO saat ini, selain karena pasar dunia, juga dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Karena tidak dipungkiri, pengangkutan CPO menggunakan kapal, yang notabene bahan bakarnya menggunakan minyak.
“Kalau saat ini, harga juga dipengaruhi oleh minyak mentah dunia. Naik harga minyak mentah, naik pula harga CPO, dan sebaliknya,” ujar Timbas.
Penurunan harga ini, juga berpengaruh pada harga penjualanan petani, terutama harga TBS (Tandan Buah Segar). “Kalau petani kan hanya menjual TBS, sedangkan pabrik yang menjual CPO,” ujar Wakil Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumut, Taswin Kaflan.
Dirinya menjelaskan, naik turunnya ini tidak berpengaruh pada petani. Karena hal ini sudah sering terjadi, minimal setahun sekali. “Karena sesuai dengan pasar, jadi kita tidak sudah terbiasa. Walaupun kerugian yang kita rasakan nantinya adalah BK (Bea Keluar),” ujar nya.
Menurutnya, kerugian yang akan dialami oleh petani 2 kali. Pertama harga turun, dan kedua BK, walau yang membayar itu adalah pengusaha. “Tetapi BK itukan jadi cost produksi, jadi pasti harga beli kita yang diturunkan,” tambahnya.
Taswin juga menjelaskan, selain karena krisis moneter, turunnya harga juga disebabkan sedikitnya permintaan oleh buyer, karena panen raya dinegara mereka. “Kalau panen raya, seperti bunga matahari, gandum, dan lainnya. Minyak sawit diganti dengan minyak tersebut. Jadi permintaan turun, sehingga harga juga menurun.” Tutupnya. (ram)