KARO- Revisi Permendag No 30 tahun 2012 menjadi Permendag No 60/M-Dag /Per/9/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura dinilai merugikan petani jeruk khususnya yang berada di Kabupaten Karo.
Dalam pasar 2 peraturan itu disebutkan “produksi dan pasokan produk hortikultura di dalam negeri wajib diperhatikan, apabila importir berkeinginan untuk mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH)”.
Sekretaris Assosiasi Exportir Hortikultura Indonesia (AEHI) Sumut Drs Joy Harlim Sinuhaji mengatakan meski era perdagangan bebas, tetapi impor produk hortikultura yang jenisnya bisa diproduksi dalam negeri, hendaknya diperhatian pemerintah.
Seperti diketahui nilai impor produk hortikultura pada tahun 2011 sejumlah 1,7 miliar dollar AS, itu setara dengan sekitar Rp16,15 triliun.Yang terdiri dari impor buah apel sebanyak 153,8 juta dollar AS atau sekitar Rp1,46 triliun, anggur 99,8 juta dollar AS atau setara dengan Rp943 miliar.
Hal ini masih bisa ditolerir, karena buah apel dan buah anggur bukan merupakan tanaman hortikultura dalam negeri, tetapi kalau aktivitas impor jeruk selama tahun 2011 mencapai sejumlah 150,3 juta dollar AS atau setara dengan Rp1,50 triliun (tiga kali lipat APBD Karo/tahun), ini yang merupakan sesuatu yang kelewatan, karena diaanggap hal tersebut tidak berpihak kepada petani jeruk di Sumut.
“Sebenarnya petani jeruk di Sumut musuh besarnya bukanlah hanya hama lalat buah yang juga memang sampai hari ini masih belum mendapat penanggulangan secara serius oleh pihak pemerintah. Namun kegiatan impor jeruk yang terlalu bebas dan terbuka lebar selama ini adalah juga merupakan musuh besar utama para petani jeruk di Sumut,” papar pria Alumni Fisipol USU itu.
Karenannya ia menghimbau semua elemen masyarakat terutama stake holder aktivitas perdagangan jeruk baik dari Pemerintah, LSM, Asosiasi Perdagangan, Pres, Tokoh Masyarakat petani jeruk untuk dapat secara bersama-sama mengawasi pelaksaanan aktivitas perdagangan impor buah jeruk secara bersama-sama.(wan)