26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Angka Kemiskinan Bertambah Bukan karena Corona

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin mengatakan angka kemiskinan di Sumatera Utara meningkat bukan karena Covid-19. Melainkan perang dagang yang telah terjadi sejak pertengahan tahun 2019 yang lalu.

“Saya menilai, angka kemiskinan yang melonjak di Maret 2020, tersebut ini bukanlah sepenuhnya karena COVID-19. Karena saya tidak yakin kalau kenaikan angka sebanyak 23 ribu jiwa itu. Hanya terjadi di bulan maret semuanya. Karena di bulan maret ini awal ditemukannya kasus. Memang ada karantina disitu. Tetapi, tidak seharusnya lantas angka kemiskinan mengalami kenaikan,” ungkap Gunawan kepada wartawan, Kamis (16/7).

Gunawan menjelaskan April hingga Juli 2020 sangat berpeluang terjadi ledakan jumlah angka kemiskinan akibat pandemi Corona. Ia mengatakan, jika merunut data yang dirilis BPS per semester ini, tentunya tidak bisa dijadikan acuan dalam kerangka kebijakan penyelamatan ekonomi masyarakat yang terdampak corona. Karena pasti terlambat.

 “Jadi saat pemerintah berupaya untuk menyelamatkan daya beli masyarakat, maka yang paling utama adalah bagaimana caranya agar batuan sosial yang diberikan benar-benar bisa menjangkau masyarakat miskin. Jadi disini data yang harus dikumpulkan adalah data yang bisa diupdate setiap hari. Jadi tidak mengunakan acuan data BPS per semester tersebut,” tuturnya.

 Dari data BPS terlihat bahwa garis kemiskinan pada Maret 2020 di Sumut itu, tercatat sebesar 502 ribu jiwa. Jadi pada dasarnya sudah bisa memetakan bagaimana bentuk bantuan ke masyarakat dengan mengacu ke data tersebut. Jadi setiap warga miskin setidaknya bisa dibantu maksimal setara uang tunai 500 ribuan per bulan.

 “Jadi kalau ada 1,28 juta masyarakat miskin,maksimal kita butuh uang sebanyak Rp 640 milyar per bulan. Itu hitungan paling besar. Karena toh pada dasarnya tidak semua masyarakat miskin tidak memiliki pendapatan sama sekali. Saat maret lalu saya pernah menghitung setidaknya kita butuh 528 milyar untuk bantu masyarakat yang terdampak corona,” kata Gunawan.

Ia mengatakan dengan uang sebesar itu bukan hanya menolong mereka yang miskin. Tetapi masyarakat miskin ditambah mereka yang kehilangan pendapatan atau berkurang pendapatannya. 

“Yang menurut hitungan saya jumlahnya sekitar 2.2 juta jiwa penduduk Sumut yang membutuhkan pertolongan. Karena disaat terjadi pandemi, ada sebagian masyarakat yang langsung masuk dalam garis kemiskinan, sekalipun sifatnya temporer, sampai dapat pekerjaan lagi,” jelas Gunawan.

 Dan di bulan Juli ini, sebagian masyarakat memang sudah mengalami pemulihan pendapatan. Meskipun belum kembali seperti sedia kala. Jadi hitung-hitungan kebutuhan dana bantuan sosial tentunya berkurang. 

“Tetapi kebutuhan akan bantuan tersebut harus tetap jalan sampai nantinya ekonomi benar-benar mulai kembali ke sedia kala,” jelas Gunawan.

 Ia menambahkan masalah kemiskinan ini sulit untuk ditekan dalam waktu dekat. Beberapa masalah mendasar seperti kondisi ekonomi global yang masih saja bermasalah. Setidaknya butuh paling cepat 2 tahun agar angka kemiskinan ini bisa ditekan diangka sebelum masa Covid-19.

 “Masalah peningkatan kemiskinan di Sumut ini lebih dipengaruhi oleh penurunan serta hilangnya sejumlah pendapatan masyarakat, yang berimbas ke daya beli. Terlebih masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata, banyak yang kehilangan pekerjaan disitu. Untuk harga kebutuhan pokok, Sumut justru trennya dalam penurunan harga selama 3 bulan terakhir,” pungkasnya. (gus/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin mengatakan angka kemiskinan di Sumatera Utara meningkat bukan karena Covid-19. Melainkan perang dagang yang telah terjadi sejak pertengahan tahun 2019 yang lalu.

“Saya menilai, angka kemiskinan yang melonjak di Maret 2020, tersebut ini bukanlah sepenuhnya karena COVID-19. Karena saya tidak yakin kalau kenaikan angka sebanyak 23 ribu jiwa itu. Hanya terjadi di bulan maret semuanya. Karena di bulan maret ini awal ditemukannya kasus. Memang ada karantina disitu. Tetapi, tidak seharusnya lantas angka kemiskinan mengalami kenaikan,” ungkap Gunawan kepada wartawan, Kamis (16/7).

Gunawan menjelaskan April hingga Juli 2020 sangat berpeluang terjadi ledakan jumlah angka kemiskinan akibat pandemi Corona. Ia mengatakan, jika merunut data yang dirilis BPS per semester ini, tentunya tidak bisa dijadikan acuan dalam kerangka kebijakan penyelamatan ekonomi masyarakat yang terdampak corona. Karena pasti terlambat.

 “Jadi saat pemerintah berupaya untuk menyelamatkan daya beli masyarakat, maka yang paling utama adalah bagaimana caranya agar batuan sosial yang diberikan benar-benar bisa menjangkau masyarakat miskin. Jadi disini data yang harus dikumpulkan adalah data yang bisa diupdate setiap hari. Jadi tidak mengunakan acuan data BPS per semester tersebut,” tuturnya.

 Dari data BPS terlihat bahwa garis kemiskinan pada Maret 2020 di Sumut itu, tercatat sebesar 502 ribu jiwa. Jadi pada dasarnya sudah bisa memetakan bagaimana bentuk bantuan ke masyarakat dengan mengacu ke data tersebut. Jadi setiap warga miskin setidaknya bisa dibantu maksimal setara uang tunai 500 ribuan per bulan.

 “Jadi kalau ada 1,28 juta masyarakat miskin,maksimal kita butuh uang sebanyak Rp 640 milyar per bulan. Itu hitungan paling besar. Karena toh pada dasarnya tidak semua masyarakat miskin tidak memiliki pendapatan sama sekali. Saat maret lalu saya pernah menghitung setidaknya kita butuh 528 milyar untuk bantu masyarakat yang terdampak corona,” kata Gunawan.

Ia mengatakan dengan uang sebesar itu bukan hanya menolong mereka yang miskin. Tetapi masyarakat miskin ditambah mereka yang kehilangan pendapatan atau berkurang pendapatannya. 

“Yang menurut hitungan saya jumlahnya sekitar 2.2 juta jiwa penduduk Sumut yang membutuhkan pertolongan. Karena disaat terjadi pandemi, ada sebagian masyarakat yang langsung masuk dalam garis kemiskinan, sekalipun sifatnya temporer, sampai dapat pekerjaan lagi,” jelas Gunawan.

 Dan di bulan Juli ini, sebagian masyarakat memang sudah mengalami pemulihan pendapatan. Meskipun belum kembali seperti sedia kala. Jadi hitung-hitungan kebutuhan dana bantuan sosial tentunya berkurang. 

“Tetapi kebutuhan akan bantuan tersebut harus tetap jalan sampai nantinya ekonomi benar-benar mulai kembali ke sedia kala,” jelas Gunawan.

 Ia menambahkan masalah kemiskinan ini sulit untuk ditekan dalam waktu dekat. Beberapa masalah mendasar seperti kondisi ekonomi global yang masih saja bermasalah. Setidaknya butuh paling cepat 2 tahun agar angka kemiskinan ini bisa ditekan diangka sebelum masa Covid-19.

 “Masalah peningkatan kemiskinan di Sumut ini lebih dipengaruhi oleh penurunan serta hilangnya sejumlah pendapatan masyarakat, yang berimbas ke daya beli. Terlebih masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata, banyak yang kehilangan pekerjaan disitu. Untuk harga kebutuhan pokok, Sumut justru trennya dalam penurunan harga selama 3 bulan terakhir,” pungkasnya. (gus/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/