31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Sosialisasi Kredit SS-1 dan SS-2

Direktur Utama Bank Sumut Gus Irawan menuturkan masyarakat nelayan tak dapat keluar dari garis kemiskinan, jika pemerintah terus-menerus menjalankan kebijakan populis. Hal ini ditandai dengan pemberian bantuan sosial tanpa upaya serius memberdayakan mereka menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif.

Hal tersebut dikemukakan dalam menjelaskan latar belakang sosialisasi program pemberdayaan masyarakat marginal melalui produk Bank Sumut skim kredit Sumut Sejahtera 1 (SS-1) dan Sumut Sejahtera 2 (SS-2). Kegiatan ini digelar di balai pertemuan TPI Bagan Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, baru-baru ini.

Dihadapan ratusan nelayan dan istri-istri nelayan, Gus Irawan meyakini kesejahteraan nelayan akan terangkat jika terjadi perubahan pola kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan. Ia yakin masyarakat nelayan akan bisa berubah menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif.

“Untuk itu, Bank Sumut meluncurkan program pemberdayaan marginal yang tidak hanya sebatas memfasilitasi pembiayaan modal usaha melainkan juga melakukan pendampingan dan bantuan peningkatan kapasitas,” ujarnya.

Untuk istri-istri nelayan, Bank Sumut menyediakan fasilitas pembiayaan modal usaha melalu skim kredit Sumut Sejahtera I (SS-1), dengan plafon berjenjang dari Rp500 ribu dan Rp1 juta sampai Rp5 juta yang khusus disalurkan kepada kaum perempuan secara berkelompok dengan angota 20-30 orang. Bagi istri nelayan yang telah sukses melampaui program SS-1, Bank Sumut juga sudah menyiapkan program lanjutan Sumut Sejahtera 2 (SS-2) dengan plafon Rp5 juta sampai dengan Rp50 juta.

“Kalau program SS-2, tidak hanya diperuntukkan oleh kaum ibu pelaku usaha mikro yang usahanya terus bertumbuh, tapi juga oleh kaum lelaki. Jadi selain istri nelayan, suami juga dapat memanfaatkan fasilitas pinjaman modal usaha SS-2. Misalnya ingin memiliki satu perahu dengan mesin dompeng yang saat ini perlu modal antara Rp20 juta sampai Rp25 juta,” tambah Gus Irawan.

Gus Irawan menjelaskan, kalau pada program SS-1 kredit diberikan tanpa agunan dan diberikan secara berkelompok, sedangkan di jenjang SS-2 mereka dianggap sudah mandiri sehingga kredit yang diberikan secara perorangan dan dipersyaratkan memakai agunan.

“Tapi jangan khawatir, namanya juga untuk usaha mikro, ya agunannya kita berikan kemudahan. Kemudahan seperti apa? Kalau ibu tak punya surat tanah bersertifikat dari BPN, tanah dengan surat apapun misalnya SK Camat, Lurah, Kepala Desa, Notaris atau grand sultan pun tak masalah. Kalau juga benar-benar tak punya surat tanah, ya cukuplah barang dagangan itu yang jadi jaminan, atau alat-alat produksi yang dibiayai dari kredit,” tuturnya.

“Contoh, ibu mau beli mesin pengolah tempe, ya mesin mesin produksi itu sajalah yang jadi jaminan, mau beli mesin kukur atau beli steling, itu juga cukup jadi jaminan. Tak usah pula mencemaskan biaya akte notaris sebagaimana berlaku pada kredit komersil umumnya, karena program SS-2 membebaskan calon debitur dari beban biaya notaris. Pokoknya, program SS-2 seperti halnya SS-1 memang dipersiapkan untuk memberdayakan pelaku usaha mikro,” jelasnya lagi.

Guntur, seorang nelayan yang mengikuti dialog dengan Gus Irawan kepada Sumut Pos mengatakan, dirinya sangat tertarik untuk mencoba program SS-2. “Saya tidak punya surat tanah. Tapi kalau kita bisa beli perahu dan mesin dompeng dengan modal pinjaman, dan cukup barang itu saja yang dijadikan agunan, saya jadi sangat berminat mengajukan kredit,” katanya. (saz)

Direktur Utama Bank Sumut Gus Irawan menuturkan masyarakat nelayan tak dapat keluar dari garis kemiskinan, jika pemerintah terus-menerus menjalankan kebijakan populis. Hal ini ditandai dengan pemberian bantuan sosial tanpa upaya serius memberdayakan mereka menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif.

Hal tersebut dikemukakan dalam menjelaskan latar belakang sosialisasi program pemberdayaan masyarakat marginal melalui produk Bank Sumut skim kredit Sumut Sejahtera 1 (SS-1) dan Sumut Sejahtera 2 (SS-2). Kegiatan ini digelar di balai pertemuan TPI Bagan Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, baru-baru ini.

Dihadapan ratusan nelayan dan istri-istri nelayan, Gus Irawan meyakini kesejahteraan nelayan akan terangkat jika terjadi perubahan pola kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan. Ia yakin masyarakat nelayan akan bisa berubah menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif.

“Untuk itu, Bank Sumut meluncurkan program pemberdayaan marginal yang tidak hanya sebatas memfasilitasi pembiayaan modal usaha melainkan juga melakukan pendampingan dan bantuan peningkatan kapasitas,” ujarnya.

Untuk istri-istri nelayan, Bank Sumut menyediakan fasilitas pembiayaan modal usaha melalu skim kredit Sumut Sejahtera I (SS-1), dengan plafon berjenjang dari Rp500 ribu dan Rp1 juta sampai Rp5 juta yang khusus disalurkan kepada kaum perempuan secara berkelompok dengan angota 20-30 orang. Bagi istri nelayan yang telah sukses melampaui program SS-1, Bank Sumut juga sudah menyiapkan program lanjutan Sumut Sejahtera 2 (SS-2) dengan plafon Rp5 juta sampai dengan Rp50 juta.

“Kalau program SS-2, tidak hanya diperuntukkan oleh kaum ibu pelaku usaha mikro yang usahanya terus bertumbuh, tapi juga oleh kaum lelaki. Jadi selain istri nelayan, suami juga dapat memanfaatkan fasilitas pinjaman modal usaha SS-2. Misalnya ingin memiliki satu perahu dengan mesin dompeng yang saat ini perlu modal antara Rp20 juta sampai Rp25 juta,” tambah Gus Irawan.

Gus Irawan menjelaskan, kalau pada program SS-1 kredit diberikan tanpa agunan dan diberikan secara berkelompok, sedangkan di jenjang SS-2 mereka dianggap sudah mandiri sehingga kredit yang diberikan secara perorangan dan dipersyaratkan memakai agunan.

“Tapi jangan khawatir, namanya juga untuk usaha mikro, ya agunannya kita berikan kemudahan. Kemudahan seperti apa? Kalau ibu tak punya surat tanah bersertifikat dari BPN, tanah dengan surat apapun misalnya SK Camat, Lurah, Kepala Desa, Notaris atau grand sultan pun tak masalah. Kalau juga benar-benar tak punya surat tanah, ya cukuplah barang dagangan itu yang jadi jaminan, atau alat-alat produksi yang dibiayai dari kredit,” tuturnya.

“Contoh, ibu mau beli mesin pengolah tempe, ya mesin mesin produksi itu sajalah yang jadi jaminan, mau beli mesin kukur atau beli steling, itu juga cukup jadi jaminan. Tak usah pula mencemaskan biaya akte notaris sebagaimana berlaku pada kredit komersil umumnya, karena program SS-2 membebaskan calon debitur dari beban biaya notaris. Pokoknya, program SS-2 seperti halnya SS-1 memang dipersiapkan untuk memberdayakan pelaku usaha mikro,” jelasnya lagi.

Guntur, seorang nelayan yang mengikuti dialog dengan Gus Irawan kepada Sumut Pos mengatakan, dirinya sangat tertarik untuk mencoba program SS-2. “Saya tidak punya surat tanah. Tapi kalau kita bisa beli perahu dan mesin dompeng dengan modal pinjaman, dan cukup barang itu saja yang dijadikan agunan, saya jadi sangat berminat mengajukan kredit,” katanya. (saz)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/