BANDUNG, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut, Drs Hendrik Halomoan Sitompul MM berharap, para pengusaha ekspor di Indonesia dapat membantu para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam memasarkan produk-produk mereka ke pasar global.
Hal ini disampaikan Hendrik saat menghadiri pelantikan DPD GPEI Jawa Barat periode 2018-2023 yang dirangkai dengan Seminar dan Rakernas GPEI Industri Unggulan Ekspor Jawa Barat, di Hotel Prama Grand Preanger, Jalan Asia Afrika Nomor 81 Bandung, Kamis (21/2).
Dalam sekembapatan itu, Hendrik juga mengucapkan selamat atas dilantiknya pengurus DPD GPEI Jawa Barat Periode 2018-2023 yang diketuai Abdul Sobur. “Selamat atas pelantikan pengurus DPD GPEI Jawa Barat Periode 2018-2023. Semoga para pengusaha ekspor dapat membantu para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) Jabar memasarkan produk-produk lokal ke pasar global,” ujar Hendrik Sitompul yang merupakan Caleg Partai Demokrat untuk DPR RI dari dapil Sumut 1 ini.
Hendrik berharap, terjadi loncatan pertumbuhan ekonomi nasional yang signifikan. Hal ini akan mendukung target Making Indonesia 4.0, yakni masuk 10 besar perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. “Maka itu, perlu mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah tinggi,” pungkas Alumni Lemhannas ini.
Sementara, Seminar dan Rakernas GPEI Industri Unggulan Ekspor Jawa Barat bertajuk “Memperbaiki Daya Saing Sektor Industri Strategis Guna Peningkatan Ekspor Nasional” tersebut dibuka secara resmi oleh Menteri Perdagangan Indonesia yang diwakili oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan, Dipl, Ing. Pada kesempatan tersebut, Oke Nurwan meminta pengurus DPD GPEI Jawa Barat bekerja untuk membantu UKM dan IKM dalam memasarkan produknya hingga ke pasar internasional.
Oke mengatakan, saat ini struktur permintaan pasar dunia, 81 persennya didominasi oleh ekspor produk manufaktur. “Hanya 19 persen yang produk primer,” katanya.
Di sisi lain, ekspor produk sumber daya alam juga rentan. Perbaikan kinerja ekspor mudah terpengaruh oleh pergerakan harga komoditas. Oleh sebab itulah Oke mengatakan agar kinerja perdagangan dalam negeri bisa digenjot, pemerintah harus melakukan transformasi agar ekspor yang selama ini hanya bertumpu pada sumber daya alam bisa bergeser ke produk manufaktur.
Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri telah mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit sebesar USD 8,57 miliar pada Desember 2018. Dengan demikian, defisit itu menjadi yang terbesar sejak tahun 1975 lalu. “Nah, saat ini pemerintah sedang berusaha mengatasi defisit tersebut. Segala jurus saat ini tengah mereka jalankan agar defisit tersebut bisa diatasi. Salah satunya adalah dengan mengontrol impor,” ungkapnya. (adz/ram)