31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Proyeksi Nilai Tukar Rupiah, BI dan Pemerintah Tak Kompak

Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah anggota Komisi XI DPR RI mempertanyakan tidak kompaknya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam menyusun proyeksi nilai tukar rupiah tahun ini dan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Proyeksi yang berlainan tersebut dinilai menyulitkan dalam melihat perkiraan asumsi makro APBN.

Salah satu anggota Komisi XI DPR yang melayangkan kritik adalah anggota dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun. “Dua angka yang sangat mencolok perbedaan ini (antara pemerintah dan BI),” kata Misbakhun dalam rapat kerja dengan Kemenkeu, BI, OJK, Bappenas, dan BPS, Senin (22/6).

Misbakhun pun mengingatkan saat penyusunan asumsi makro APBN 2018 dan APBN 2019. Saat menyusun APBN 2018, nilai tukar rupiah dipatok terlalu tinggi dibandingkan realisasi.

Sebaliknya, pada APBN 2019 nilai tukar rupiah yang disepakati ternyata jauh lebih rendah dari realisasi. “Tolong belajar dari APBN 2018 dan APBN 2019 yang sangat kontradiktif (antara asumsi dan realisasi). Satunya memberikan windfall (durian runtuh) (2018), satunya lagi memberikan kontraksi dan tekanan ke penerimaan negara dalam APBN 2019,” kata Misbakhun.

“Minta tolong ini antara pemerintah dan Bank Indonesia disepakati idealnya seperti apa,” imbuhnya.

Pertanyaan senada juga dilontarkan sejumlah anggota DPR lainnya. Menjawab itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk masalah kurs, tentu BI sebagai bank sentral memiliki data dan model yang lebih akurat untuk menyusun asumsi.

“Jadi, walaupun Kementerian Keuangan memiliki estimasi, kalau seandainya Komisi XI mau mengadopsi (angka) BI kami juga bisa menerima hal tersebut,” ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, bank sentral melihat pergerakan kurs untuk menentukan proyeksi nilai tukar 2020 dan dalam RAPBN 2021.

Perry menuturkan, pada Juni Rupiah menguat 5,56 persen secara rerata dan menguat 3,6 persen secara point-to-point dibandingkan akhir Mei 2020.

“Sekarang ini nilai tukar bergerak antara 14.100-14.200. Ke depan, kami sampaikan cenderung menguat. itulah dasar kami memproyeksikan tahun ini 14.000-14.600,” katanya.

Seiring dengan membaiknya perekonomian global dan domestik, BI memperkirakan Rupiah kembali menguat tahun depan. “Insya Allah akan lebih baik dari sekarang, globalnya juga lebih baik. Faktor-faktor itulah yang mendukung proyeksi kami tahun depan di kisaran 13.700-14.300,” ucap Perry. (bbs/azw)

Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah anggota Komisi XI DPR RI mempertanyakan tidak kompaknya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam menyusun proyeksi nilai tukar rupiah tahun ini dan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Proyeksi yang berlainan tersebut dinilai menyulitkan dalam melihat perkiraan asumsi makro APBN.

Salah satu anggota Komisi XI DPR yang melayangkan kritik adalah anggota dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun. “Dua angka yang sangat mencolok perbedaan ini (antara pemerintah dan BI),” kata Misbakhun dalam rapat kerja dengan Kemenkeu, BI, OJK, Bappenas, dan BPS, Senin (22/6).

Misbakhun pun mengingatkan saat penyusunan asumsi makro APBN 2018 dan APBN 2019. Saat menyusun APBN 2018, nilai tukar rupiah dipatok terlalu tinggi dibandingkan realisasi.

Sebaliknya, pada APBN 2019 nilai tukar rupiah yang disepakati ternyata jauh lebih rendah dari realisasi. “Tolong belajar dari APBN 2018 dan APBN 2019 yang sangat kontradiktif (antara asumsi dan realisasi). Satunya memberikan windfall (durian runtuh) (2018), satunya lagi memberikan kontraksi dan tekanan ke penerimaan negara dalam APBN 2019,” kata Misbakhun.

“Minta tolong ini antara pemerintah dan Bank Indonesia disepakati idealnya seperti apa,” imbuhnya.

Pertanyaan senada juga dilontarkan sejumlah anggota DPR lainnya. Menjawab itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk masalah kurs, tentu BI sebagai bank sentral memiliki data dan model yang lebih akurat untuk menyusun asumsi.

“Jadi, walaupun Kementerian Keuangan memiliki estimasi, kalau seandainya Komisi XI mau mengadopsi (angka) BI kami juga bisa menerima hal tersebut,” ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, bank sentral melihat pergerakan kurs untuk menentukan proyeksi nilai tukar 2020 dan dalam RAPBN 2021.

Perry menuturkan, pada Juni Rupiah menguat 5,56 persen secara rerata dan menguat 3,6 persen secara point-to-point dibandingkan akhir Mei 2020.

“Sekarang ini nilai tukar bergerak antara 14.100-14.200. Ke depan, kami sampaikan cenderung menguat. itulah dasar kami memproyeksikan tahun ini 14.000-14.600,” katanya.

Seiring dengan membaiknya perekonomian global dan domestik, BI memperkirakan Rupiah kembali menguat tahun depan. “Insya Allah akan lebih baik dari sekarang, globalnya juga lebih baik. Faktor-faktor itulah yang mendukung proyeksi kami tahun depan di kisaran 13.700-14.300,” ucap Perry. (bbs/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/