27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Sumut Bangkitkan Kejayaan Minyak Atsiri Melalui Serai Wangi

SERAI WANGI: Pabrik  mini pengolahan serai wangi di Desa Pintu Padang, Kabupaten Tapanuli Selatan.
SERAI WANGI: Pabrik mini pengolahan serai wangi di Desa Pintu Padang, Kabupaten Tapanuli Selatan.

INDONESIA dikenal sebagai negara pengekspor minyak atsiri terbesar ke-9 di dunia. Di mana Amerika Serikat, India, Perancis, Singapura, dan Spanyol adalah pengimpor terbesar di dunia. Minyak atsiri dihasilkan dari metabolit skunder yang terdapat pada akar, kulit batang, daun, bunga dan biji tumbuhan.

Provinsi Sumatera Utara (Provsu) merupakan satu daerah sentra produksi minyak atsiri di Indonesia, dengan jenis yang dihasilkan dari tanaman perkebunan seperti nilam, cengkeh, serai wangi, kemenyan dan pala. Dari tanaman penghasil minyak atsiri yang ada di Sumut, yakni serai wangi yang mempunyai potensi cukup besar.

Sebelum perang dunia kedua, Indonesia dikenal sebagai pengekspor utama minyak serai wangi di dunia. Akan tetapi saat ini RRC menjadi pro dusen utama minyak serai dunia. Ini akibat menurunnya mutu dan kualitas minyak serai wangi Indonesia.

Memperhatikan kondisi tersebut di atas, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Wakil Gubsu Musa Rajekshah, baru-baru ini mengharapkan, agar bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Sumatera Utara bisa mengembalikan kejayaan serai wangi Indonesia, melalui potensi yang ada di berbagai Kabupaten di Sumut.

Ini mengingat kebutuhan pasar dunia untuk komoditi ini sangat menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dari neraca perdagangan eksport minyak atsiri yang selama 5 tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 10,12 %. Beberapa kabupaten penghasil serai wangi terbesar di Sumatera Utara ada di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel).

Ketua Kelompok Tani Rapradoda Kecamatan Penyabungan, Kabupaten Madina, Dedy Saputra, mengatakan, dari hasil penelusurannya tanaman serai wangi dapat membantu perekonomian petani, disaat harga karet yang saat ini masih melemah.

“ Perekonomian petani karet bisa terbantu melalui penanaman serai wangi , disaat harga karet melemah. Ini kami sampaikan berdasarkan hasil penelusuran dilapangan,” sebutnya.

Petugas penyuluh minyak atsiri di Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta), Jamaluddin mengatakan, terdapat tiga kecamatan di Paluta yang merupakan potensi menanam serei wangi, yaitu Kecamatan Sosopan seluas lebih kurang 20 hektare, Kecamatan Batangonang lebih kurang 8 hektare dan Kecamatan Padangbolak lebih kurang 4 hektare.

Menurutnya, potensi ini masih bisa terus berkembang mengingat kualitas minyak serei wangi di Tabagsel, memiliki keunggulan mutu yang lebih baik dibandingkan yang ada di pulau Jawa. Namun, saat ini harga minyak atsiri dari serai wangi sangat menurun, dengan kisaran harga Rp 175.000/kg yang mengakibatkan petani terpaksa menjual hasil minyak serei wanginya ke daerah Pasaman Provinsi Sumatera Barat.

Hal yang sama juga dialami H Ahmad Nasution, seorang petani serai wangi di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) yang terpaksa menghentikan produksi pabrik serai wanginya di Desa Pintu Padang. Ini akibat biaya produksi yang tidak sesuai dengan harga jual. Sat ini harga produksi berada di kisaran Rp120.000 per kilogram (Kg). Sementara untuk mendapatkan 1 kg minyak, dibutuhkan sebanyak 150-160 kg serai wangi dengan rendemen sekitar 0,08 persen.

Harapannya, idealnya harus ada sistem kelembagaan bermitra/bermuamalah, sehingga bisa membangun SDM yang terampil dan terlatih dengan menggunakan teknologi penyulingan memadai. Sehingga menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas dengan kandungan citronella 35 persen, merupakan standar kualitas ekspor. Dengan demikian diharapkan harga pasar akan bisa stabil di kisaran Rp270.000 hingga Rp300.000 per kg.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, Ir Herawati N MMA, Selasa (22/10) menjelaskan, sejalan dengan harapan Gubsu dan Wagubsu, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara melalui fasilitasi dana APBD TA. 2020, akan melaksanakan kegiatan pemberian bantuan benih serai wangi sebanyak 20.000 batang.

Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih unggul dan bersertifikat di lapangan, karena pada saat ini petani masih menggunakan benih lokal. Dengan penggunaan benih unggul diharapkan produksi serta rendemen dapat lebih ditingkatkan.

Terhadap harga yang cenderung menurun, menurut Ir Herawati N MMA hal ini dikarenakan teknologi penyulingan yang dilakukan petani serai masih belum sesuai dengan SOP yang diharapkan, sehingga kualitas minyak atsiri yang dihasilkan belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan.

Selain itu tata niaga juga perlu diatur kembali, dimana petani harus memiliki posisi tawar melalui perolehan akses untuk langsung bertemu dengan buyer/eksportir sehingga tidak harus menjual ke daerah atau provinsi lain.

“Perlu peran dan kerjasama berbagai pihak baik Pemerintah Provinsi, pemerintah kabupaten/kota maupun stakeholder terkait dalam mendorong potensi yang ada guna meningkatkan kesejahteraan petani serai wangi di Sumut,” pungkas.(rel/azw)

SERAI WANGI: Pabrik  mini pengolahan serai wangi di Desa Pintu Padang, Kabupaten Tapanuli Selatan.
SERAI WANGI: Pabrik mini pengolahan serai wangi di Desa Pintu Padang, Kabupaten Tapanuli Selatan.

INDONESIA dikenal sebagai negara pengekspor minyak atsiri terbesar ke-9 di dunia. Di mana Amerika Serikat, India, Perancis, Singapura, dan Spanyol adalah pengimpor terbesar di dunia. Minyak atsiri dihasilkan dari metabolit skunder yang terdapat pada akar, kulit batang, daun, bunga dan biji tumbuhan.

Provinsi Sumatera Utara (Provsu) merupakan satu daerah sentra produksi minyak atsiri di Indonesia, dengan jenis yang dihasilkan dari tanaman perkebunan seperti nilam, cengkeh, serai wangi, kemenyan dan pala. Dari tanaman penghasil minyak atsiri yang ada di Sumut, yakni serai wangi yang mempunyai potensi cukup besar.

Sebelum perang dunia kedua, Indonesia dikenal sebagai pengekspor utama minyak serai wangi di dunia. Akan tetapi saat ini RRC menjadi pro dusen utama minyak serai dunia. Ini akibat menurunnya mutu dan kualitas minyak serai wangi Indonesia.

Memperhatikan kondisi tersebut di atas, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Wakil Gubsu Musa Rajekshah, baru-baru ini mengharapkan, agar bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Sumatera Utara bisa mengembalikan kejayaan serai wangi Indonesia, melalui potensi yang ada di berbagai Kabupaten di Sumut.

Ini mengingat kebutuhan pasar dunia untuk komoditi ini sangat menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dari neraca perdagangan eksport minyak atsiri yang selama 5 tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 10,12 %. Beberapa kabupaten penghasil serai wangi terbesar di Sumatera Utara ada di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel).

Ketua Kelompok Tani Rapradoda Kecamatan Penyabungan, Kabupaten Madina, Dedy Saputra, mengatakan, dari hasil penelusurannya tanaman serai wangi dapat membantu perekonomian petani, disaat harga karet yang saat ini masih melemah.

“ Perekonomian petani karet bisa terbantu melalui penanaman serai wangi , disaat harga karet melemah. Ini kami sampaikan berdasarkan hasil penelusuran dilapangan,” sebutnya.

Petugas penyuluh minyak atsiri di Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta), Jamaluddin mengatakan, terdapat tiga kecamatan di Paluta yang merupakan potensi menanam serei wangi, yaitu Kecamatan Sosopan seluas lebih kurang 20 hektare, Kecamatan Batangonang lebih kurang 8 hektare dan Kecamatan Padangbolak lebih kurang 4 hektare.

Menurutnya, potensi ini masih bisa terus berkembang mengingat kualitas minyak serei wangi di Tabagsel, memiliki keunggulan mutu yang lebih baik dibandingkan yang ada di pulau Jawa. Namun, saat ini harga minyak atsiri dari serai wangi sangat menurun, dengan kisaran harga Rp 175.000/kg yang mengakibatkan petani terpaksa menjual hasil minyak serei wanginya ke daerah Pasaman Provinsi Sumatera Barat.

Hal yang sama juga dialami H Ahmad Nasution, seorang petani serai wangi di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) yang terpaksa menghentikan produksi pabrik serai wanginya di Desa Pintu Padang. Ini akibat biaya produksi yang tidak sesuai dengan harga jual. Sat ini harga produksi berada di kisaran Rp120.000 per kilogram (Kg). Sementara untuk mendapatkan 1 kg minyak, dibutuhkan sebanyak 150-160 kg serai wangi dengan rendemen sekitar 0,08 persen.

Harapannya, idealnya harus ada sistem kelembagaan bermitra/bermuamalah, sehingga bisa membangun SDM yang terampil dan terlatih dengan menggunakan teknologi penyulingan memadai. Sehingga menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas dengan kandungan citronella 35 persen, merupakan standar kualitas ekspor. Dengan demikian diharapkan harga pasar akan bisa stabil di kisaran Rp270.000 hingga Rp300.000 per kg.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, Ir Herawati N MMA, Selasa (22/10) menjelaskan, sejalan dengan harapan Gubsu dan Wagubsu, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara melalui fasilitasi dana APBD TA. 2020, akan melaksanakan kegiatan pemberian bantuan benih serai wangi sebanyak 20.000 batang.

Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih unggul dan bersertifikat di lapangan, karena pada saat ini petani masih menggunakan benih lokal. Dengan penggunaan benih unggul diharapkan produksi serta rendemen dapat lebih ditingkatkan.

Terhadap harga yang cenderung menurun, menurut Ir Herawati N MMA hal ini dikarenakan teknologi penyulingan yang dilakukan petani serai masih belum sesuai dengan SOP yang diharapkan, sehingga kualitas minyak atsiri yang dihasilkan belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan.

Selain itu tata niaga juga perlu diatur kembali, dimana petani harus memiliki posisi tawar melalui perolehan akses untuk langsung bertemu dengan buyer/eksportir sehingga tidak harus menjual ke daerah atau provinsi lain.

“Perlu peran dan kerjasama berbagai pihak baik Pemerintah Provinsi, pemerintah kabupaten/kota maupun stakeholder terkait dalam mendorong potensi yang ada guna meningkatkan kesejahteraan petani serai wangi di Sumut,” pungkas.(rel/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/