JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,50 persen. BI Rate tercatat naik sebanyak 25 basis poin (bps) dari bulan sebelumnya sebesar 4,75 persen.
Keputusan itu diambil setelah bank sentral menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7 days reverse repo rate 25 bps jadi 5,50 persen,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara daring, Kamis (22/12).
Ia mengatakan, tekanan ekonomi global masih tinggi meskipun mulai melandai dipengaruhi oleh gangguan dan ketatnya rantai pasokan tenaga kerja terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Inflasi yang tinggi mendorong kebijakan moneter global tetap ketat.
Bank Sentral AS atau The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga kebijakan hingga tahun 2023 dengan siklus kebijakan moneter yang panjang meskipun lebih rendah dari perkiran.
Hal ini mendorong tetap kuatnya mata uang dolar AS dan masih tingginya ketidakpastiaan pasar keuangan global yang berdampak sedikitnya aliran modal yang masuk ke negara-negara berkembang. Termasuk Indonesia.
“Meski begitu pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih tetap baik. Permintaan domestik tetap berdaya tahan dipengaruhi daya beli masyarakat dan keyakinan pelaku ekonomi yang tetap terjaga,” jelasnya.
Selain menaikkan suku bunga, Perry mengatakan BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan imported inflation di samping memitigasi dampak perlambatan imbas kuatnya dolar AS.
Lebih lanjut, Perry mengungkapkan keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1 persen.
Menegaskan arah bauran kebijakan Bank Indonesia tahun 2023 sebagaimana disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 tanggal 30 November 2022, kebijakan moneter tahun 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (“pro-stability”) sementara kebijakan makroprudensial.
“Lalu, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan atau pro growth,” tandasnya. (jpc/ram)