25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Pabrik Rokok Terjun Bebas, 50 Persen Gulung Tikar

net-ilustrasi rokok
net-ilustrasi rokok

SUMUTPOS.CO-  Pasca dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangaan (PMK) Nomor 200/PMK.04/2008 yang telah disahkan dan diberlakukan secara efektif, hampir 50 persen pabrik rokok kretek gulung tikar.

Bekas Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Enny Ratnaningtyas mengatakan, banyak faktor di balik penurunan produksi rokok, terlebih untuk sigaret kretek tangan (SKT).

Salah satunya, menurut Enny, adalah PMK Nomor 200 yang menetapkan ketentuan luas bangunan minimal 200 meter persegi bagi pabrik rokok.

Selain itu, penetapan pajak rokok sebesar 10 persen bagi perusahaan rokok lewat peraturan daerah (perda) juga salah satu faktor yang memberi kontribusi besar menurunnya produksi rokok yang kemudian berkorelasi dengan penurunan konsumsi rokok.

“Kedua faktor itu sangat mempengaruhi. Belum lagi faktor lain seperti harga cengkeh yang semakin tinggi yang memaksa industri atau perusahaan mengambil kebijakan merumahkan pekerjanya,” jelasnya.

Menurut Enny, salah satu solusi agar perusahaan rokok, khususnya perusahaan kecil tetap bertahan adalah dengan cara merger alias menggabungkan perusahaan-perusahaan kecil untuk menjadi besar. “Tapi persoalannya apakah mereka mau bergabung,” imbuhnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Sulami mengatakan, dari 3.000-an pabrik rokok di Indonesia saat ini hanya tersisa sekitar 1.970 lokasi. Khusus di Jawa Timur dari 1.100 pabrik rokok yang tercatat di tahun 2009 jumlahnya merosot drastis menjadi 563 pabrik.

“Jumlahnya terjun bebas. Khususnya pabrik rokok kecil-kecil banyak yang gulung tikar,” katanya di Jakarta, kemarin.

Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perubahan luas lokasi dibanding peraturan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 75. Dalam PMK Nomor 75 mengenai luas bangunan hanya 50 meter2, di PMK Nomor 200 batas luas usaha minimal 200 meter2.

Sebab itu, Gapero mendesak dana bagi hasil cukai dan tembakau dialokasikan sebagian untuk mendirikan pabrik-pabrik kawasan rokok.

Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita menyampaikan kebijakan penawaran program pensiun dini sukarela bagi karyawan SKT. (net/bbs)

net-ilustrasi rokok
net-ilustrasi rokok

SUMUTPOS.CO-  Pasca dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangaan (PMK) Nomor 200/PMK.04/2008 yang telah disahkan dan diberlakukan secara efektif, hampir 50 persen pabrik rokok kretek gulung tikar.

Bekas Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Enny Ratnaningtyas mengatakan, banyak faktor di balik penurunan produksi rokok, terlebih untuk sigaret kretek tangan (SKT).

Salah satunya, menurut Enny, adalah PMK Nomor 200 yang menetapkan ketentuan luas bangunan minimal 200 meter persegi bagi pabrik rokok.

Selain itu, penetapan pajak rokok sebesar 10 persen bagi perusahaan rokok lewat peraturan daerah (perda) juga salah satu faktor yang memberi kontribusi besar menurunnya produksi rokok yang kemudian berkorelasi dengan penurunan konsumsi rokok.

“Kedua faktor itu sangat mempengaruhi. Belum lagi faktor lain seperti harga cengkeh yang semakin tinggi yang memaksa industri atau perusahaan mengambil kebijakan merumahkan pekerjanya,” jelasnya.

Menurut Enny, salah satu solusi agar perusahaan rokok, khususnya perusahaan kecil tetap bertahan adalah dengan cara merger alias menggabungkan perusahaan-perusahaan kecil untuk menjadi besar. “Tapi persoalannya apakah mereka mau bergabung,” imbuhnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Sulami mengatakan, dari 3.000-an pabrik rokok di Indonesia saat ini hanya tersisa sekitar 1.970 lokasi. Khusus di Jawa Timur dari 1.100 pabrik rokok yang tercatat di tahun 2009 jumlahnya merosot drastis menjadi 563 pabrik.

“Jumlahnya terjun bebas. Khususnya pabrik rokok kecil-kecil banyak yang gulung tikar,” katanya di Jakarta, kemarin.

Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perubahan luas lokasi dibanding peraturan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 75. Dalam PMK Nomor 75 mengenai luas bangunan hanya 50 meter2, di PMK Nomor 200 batas luas usaha minimal 200 meter2.

Sebab itu, Gapero mendesak dana bagi hasil cukai dan tembakau dialokasikan sebagian untuk mendirikan pabrik-pabrik kawasan rokok.

Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita menyampaikan kebijakan penawaran program pensiun dini sukarela bagi karyawan SKT. (net/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/