29.3 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Reshuffle Biang Masalah

Dollar v Rupiah.
Dollar v Rupiah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Partai Demokrat dan Golkar mengkritik hasil reshuffle (perombakan) Kabinet Kerja oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah berjalan lebih dari 10 hari. Keduanya menilai, kondisi bangsa tidak mengalami perubahan yang berarti dan bahkan dianggap gagal membangun harapan baru. Terbukti kian anjloknya nilai rupiah terhadap nilai tukar dolar Amerika Serikat yang menembus hingga mencapai Rp14 ribu. Reshuffle yang sejatinya memberikan harapan baru malah berubah menjadi biang masalah.

“Kemarin ada reshuffle tentu ada harapan besar terobosan, memberi pencerahan dan harapan lebih baik. Alih-alih perubahan tapi di awal malah gaduh. Sampai hari ini kita lihat perbaikannya belum kelihatan,” ujar Didi Irawadi, juru bicara PD kepada wartawan di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu (23/8).

Didi mencontohkan, dalam hal ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar terus payah karena terus melemah, bahkan hampir menembus angka Rp14.000. Presiden Jokowi harus bisa mengatasi masalah ini. “Sekarang di depan mata agak rawan. Pikirkan yang terbaik kalau dolar Rp15 ribu apa yang harus dipikirkan. Presiden ibarat dirijen, harus ada harmonisasi dan perpaduan. Berperan sesuai perannya masing-masing agar lagunya indah,” imbuhnya.

Laksana gayung bersambut, Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical), Bambang Soesatyo mengatakan, reshuffle kabinet praktis gagal membangun harapan baru. Sebaliknya, suasana pasca reshuffle justru hanya memberi gambaran buruk tentang soliditas pemerintahan. Maka, Presiden Jokowi harus bisa memulihkan kepercayaan rakyat dan pemodal asing.

Nilai tambah dari reshuffle kabinet baru-baru ini, sambung pria yang akrab disapa Bamsoet itu, sudah tidak ada lagi, akibat insiden atau perang kata-kata yang melibatkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) serta Menteri BUMN, Rini Soemarno.

“Alhasil, masyarakat dan juga pebisnis lokal maupun pemodal asing menilai Kabinet Kerja sudah rapuh dan pemerintahan secara keseluruhan tidak solid,” ungkapnya kepada Indopos (grup Sumut Pos) melalui keterangan tertulisnya, Minggu (23/8).

Bamsoet mengaku, kendati insiden itu diklaim sudah diselesaikan di Sidang Paripurna Kabinet pada Rabu (19/8) lalu, publik tidak percaya bahwa penyelesaian itu akan membuat kabinet solid atau kompak. “Pernyataan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan setidaknya mencerminkan luka yang dialami Kabinet Kerja belum kering atau belum sembuh benar,” ujarnya.

Usai menemui Wapres JK pada Jumat (21/8), lanjutnya, Luhut menegaskan bahwa jika ada menteri yang tidak sejalan dengan presiden akan dibuang. Tema yang sama juga sempat dikemukakan Luhut di forum sidang paripurna kabinet Jumat lalu itu. Artinya, dari aspek soliditas, kerusakannya terbilang parah.

Mau tak mau, kata Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI itu, beban persoalan ini harus dikembalikan ke pundak Presiden Jokowi. Formula seperti apa yang akan dipilih untuk memulihkan kepercayaan publik kepada pemerintah, hanya presiden yang tahu. Namun, upaya itu menjadi keharusan karena adanya dua tantangan yang cukup serius.

“Pertama, pemerintah dan semua elemen masyarakat ditantang untuk bisa menyelenggarakan pilkada yang jujur, bersih dan aman di 269 daerah pemilihan. Ini sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia. Kedua, tantangan eksternal meningkatnya ketidakpastian perekonomian global akibat perang nilai tukar yang melibatkan kekuatan-kekuatan utama ekonomi dunia, seperti Cina dan Amerika Serikat membuat depresiasi rupiah makin melebar,” papar Bamsoet.

Untuk bisa menanggapi dua tantangan itu, masih menurut Bamsoet, presiden harus mampu mengembalikan istana sebagai sumber solusi bangsa. “Karena istana adalah pusat pemerintahan, bukan pusat kegaduhan seperti istana kampret di pohon beringin halaman istana yang perlu dikepret,” seloroh Bamsoet sekaligus menyudahi pernyataannya. (aen/jpg/rbb)

Dollar v Rupiah.
Dollar v Rupiah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Partai Demokrat dan Golkar mengkritik hasil reshuffle (perombakan) Kabinet Kerja oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah berjalan lebih dari 10 hari. Keduanya menilai, kondisi bangsa tidak mengalami perubahan yang berarti dan bahkan dianggap gagal membangun harapan baru. Terbukti kian anjloknya nilai rupiah terhadap nilai tukar dolar Amerika Serikat yang menembus hingga mencapai Rp14 ribu. Reshuffle yang sejatinya memberikan harapan baru malah berubah menjadi biang masalah.

“Kemarin ada reshuffle tentu ada harapan besar terobosan, memberi pencerahan dan harapan lebih baik. Alih-alih perubahan tapi di awal malah gaduh. Sampai hari ini kita lihat perbaikannya belum kelihatan,” ujar Didi Irawadi, juru bicara PD kepada wartawan di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu (23/8).

Didi mencontohkan, dalam hal ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar terus payah karena terus melemah, bahkan hampir menembus angka Rp14.000. Presiden Jokowi harus bisa mengatasi masalah ini. “Sekarang di depan mata agak rawan. Pikirkan yang terbaik kalau dolar Rp15 ribu apa yang harus dipikirkan. Presiden ibarat dirijen, harus ada harmonisasi dan perpaduan. Berperan sesuai perannya masing-masing agar lagunya indah,” imbuhnya.

Laksana gayung bersambut, Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical), Bambang Soesatyo mengatakan, reshuffle kabinet praktis gagal membangun harapan baru. Sebaliknya, suasana pasca reshuffle justru hanya memberi gambaran buruk tentang soliditas pemerintahan. Maka, Presiden Jokowi harus bisa memulihkan kepercayaan rakyat dan pemodal asing.

Nilai tambah dari reshuffle kabinet baru-baru ini, sambung pria yang akrab disapa Bamsoet itu, sudah tidak ada lagi, akibat insiden atau perang kata-kata yang melibatkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) serta Menteri BUMN, Rini Soemarno.

“Alhasil, masyarakat dan juga pebisnis lokal maupun pemodal asing menilai Kabinet Kerja sudah rapuh dan pemerintahan secara keseluruhan tidak solid,” ungkapnya kepada Indopos (grup Sumut Pos) melalui keterangan tertulisnya, Minggu (23/8).

Bamsoet mengaku, kendati insiden itu diklaim sudah diselesaikan di Sidang Paripurna Kabinet pada Rabu (19/8) lalu, publik tidak percaya bahwa penyelesaian itu akan membuat kabinet solid atau kompak. “Pernyataan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan setidaknya mencerminkan luka yang dialami Kabinet Kerja belum kering atau belum sembuh benar,” ujarnya.

Usai menemui Wapres JK pada Jumat (21/8), lanjutnya, Luhut menegaskan bahwa jika ada menteri yang tidak sejalan dengan presiden akan dibuang. Tema yang sama juga sempat dikemukakan Luhut di forum sidang paripurna kabinet Jumat lalu itu. Artinya, dari aspek soliditas, kerusakannya terbilang parah.

Mau tak mau, kata Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI itu, beban persoalan ini harus dikembalikan ke pundak Presiden Jokowi. Formula seperti apa yang akan dipilih untuk memulihkan kepercayaan publik kepada pemerintah, hanya presiden yang tahu. Namun, upaya itu menjadi keharusan karena adanya dua tantangan yang cukup serius.

“Pertama, pemerintah dan semua elemen masyarakat ditantang untuk bisa menyelenggarakan pilkada yang jujur, bersih dan aman di 269 daerah pemilihan. Ini sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia. Kedua, tantangan eksternal meningkatnya ketidakpastian perekonomian global akibat perang nilai tukar yang melibatkan kekuatan-kekuatan utama ekonomi dunia, seperti Cina dan Amerika Serikat membuat depresiasi rupiah makin melebar,” papar Bamsoet.

Untuk bisa menanggapi dua tantangan itu, masih menurut Bamsoet, presiden harus mampu mengembalikan istana sebagai sumber solusi bangsa. “Karena istana adalah pusat pemerintahan, bukan pusat kegaduhan seperti istana kampret di pohon beringin halaman istana yang perlu dikepret,” seloroh Bamsoet sekaligus menyudahi pernyataannya. (aen/jpg/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/