25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

2012, Nilai Ekspor CPO Sumut Turun 23,71 %

MEDAN- Selama tahun 2012, nilai ekspor crude palm oil (CPO) Sumatera Utara turun 23,71 persen  menjadi USD3,047 miliar dari tahun lalu sebesar USD3,944 miliar. Hal ini dikarenakan masih belum stabilnya kondisi ekonomi eropa.

Berdasarkan data Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri periode Januari-Desember 2012, total CPO yang dikirimkan ke beberapa negara tujuan sebanyak 3,843 juta ton dengan nilai ekspor USD 3,047 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan 2011 tercatat sebanyak 4,262 juta ton dengan nilai ekspor USD 3,944 miliar.

Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri, Fitra Kurnia mengatakan, penurunan nilai ekspor komoditi unggulan asal Sumut tersebut sudah diprediksi sejak awal, saat Amerika Serikat (AS) dan Yunani mengalami krisis.

Krisis tersebut berdampak terhadap harga komoditi sehingga penurunan nilai ekspor tak terelakkan. “Nilai ekspor kita turun karena harga jual komoditinya juga menurun. Apalagi untuk 2012, secara volume juga mengalami penurunan jadi jelas nilai ekspor secara keseluruhan turun,” katanya.
Dijelaskan Fitra, penurunan ekspor ini sudah terlihat sejak pertengahan tahun lalu hingga akhir tahun. Kondisi 2012 tersebut dinilai pengusaha CPO sebagai tahun terburuk karena harganya turun sangat drastis hingga  mencapai USD759 per metrik ton.

“Harga terus bergerak turun hingga titik terendah sebesar USD 759 per metrik ton. Harga segitu dianggap  sebagai harga terendah bahkan lebih rendah dari 2011,” ujarnya.

Untuk negara tujuan ekspor, lanjut dia meliputi India, China, Rusia, Belanda, Spanyol dan Malaysia, New Zealand, Ukraina, Afrika Selatan dan Brazil. Bahkan pada 2011, sempat ada pengiriman ke Pakistan, namun pada 2012  tidak ada lagi pengiriman ke negara tersebut.
“Ada negara-negara tujuan tetap ekspor tapi ada juga yang tidak, seperti Mesir, Pakistan, Vietnam dan lainnya tergantung pasar baru yang akan dijajal pengusaha,” jelasnya.

Walaupun begitu, Fitra memprediksi kondisi akan kembali membaik pada tahun ini. Dampak krisis negara AS dan Yunani berangsur-angsur akan pulih yang mulai tampak pada triwulan III 2013. “Walaupun mungkin tidak drastis, tapi akan ada perbaikan harga komoditi. Diperkirakan akan mulai pada triwulan III sesuai siklus pengiriman oleh eksportir yang dimulai triwulan itu setelah libur musim dingin setiap Oktober akhir tahun,” paparnya.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas P Ginting menilai, harga ekspor CPO akan kembali mengalami peningkatan meski tidak begitu tinggi dari tahun lalu. Menurutnya harga akan berada pada kisaran USD999 per metrik ton. Sambil menunggu harga kembali meningkat, pengusaha sawit akan melakukan replanting atau peremajaan.

“Pengusaha sawit Sumut akan berupaya meningkatkan ekspor tahun ini dengan melakukan peremajaan. Peremajaan menjadi upaya yang bisa dilakukan saat ini pada lahan lebih kurang hingga 25.000 hektare (ha) dengan tujuan mendongkrak produktivitas menjadi 35 ton per hektar per tahun,” katanya.(ram)

MEDAN- Selama tahun 2012, nilai ekspor crude palm oil (CPO) Sumatera Utara turun 23,71 persen  menjadi USD3,047 miliar dari tahun lalu sebesar USD3,944 miliar. Hal ini dikarenakan masih belum stabilnya kondisi ekonomi eropa.

Berdasarkan data Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri periode Januari-Desember 2012, total CPO yang dikirimkan ke beberapa negara tujuan sebanyak 3,843 juta ton dengan nilai ekspor USD 3,047 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan 2011 tercatat sebanyak 4,262 juta ton dengan nilai ekspor USD 3,944 miliar.

Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri, Fitra Kurnia mengatakan, penurunan nilai ekspor komoditi unggulan asal Sumut tersebut sudah diprediksi sejak awal, saat Amerika Serikat (AS) dan Yunani mengalami krisis.

Krisis tersebut berdampak terhadap harga komoditi sehingga penurunan nilai ekspor tak terelakkan. “Nilai ekspor kita turun karena harga jual komoditinya juga menurun. Apalagi untuk 2012, secara volume juga mengalami penurunan jadi jelas nilai ekspor secara keseluruhan turun,” katanya.
Dijelaskan Fitra, penurunan ekspor ini sudah terlihat sejak pertengahan tahun lalu hingga akhir tahun. Kondisi 2012 tersebut dinilai pengusaha CPO sebagai tahun terburuk karena harganya turun sangat drastis hingga  mencapai USD759 per metrik ton.

“Harga terus bergerak turun hingga titik terendah sebesar USD 759 per metrik ton. Harga segitu dianggap  sebagai harga terendah bahkan lebih rendah dari 2011,” ujarnya.

Untuk negara tujuan ekspor, lanjut dia meliputi India, China, Rusia, Belanda, Spanyol dan Malaysia, New Zealand, Ukraina, Afrika Selatan dan Brazil. Bahkan pada 2011, sempat ada pengiriman ke Pakistan, namun pada 2012  tidak ada lagi pengiriman ke negara tersebut.
“Ada negara-negara tujuan tetap ekspor tapi ada juga yang tidak, seperti Mesir, Pakistan, Vietnam dan lainnya tergantung pasar baru yang akan dijajal pengusaha,” jelasnya.

Walaupun begitu, Fitra memprediksi kondisi akan kembali membaik pada tahun ini. Dampak krisis negara AS dan Yunani berangsur-angsur akan pulih yang mulai tampak pada triwulan III 2013. “Walaupun mungkin tidak drastis, tapi akan ada perbaikan harga komoditi. Diperkirakan akan mulai pada triwulan III sesuai siklus pengiriman oleh eksportir yang dimulai triwulan itu setelah libur musim dingin setiap Oktober akhir tahun,” paparnya.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas P Ginting menilai, harga ekspor CPO akan kembali mengalami peningkatan meski tidak begitu tinggi dari tahun lalu. Menurutnya harga akan berada pada kisaran USD999 per metrik ton. Sambil menunggu harga kembali meningkat, pengusaha sawit akan melakukan replanting atau peremajaan.

“Pengusaha sawit Sumut akan berupaya meningkatkan ekspor tahun ini dengan melakukan peremajaan. Peremajaan menjadi upaya yang bisa dilakukan saat ini pada lahan lebih kurang hingga 25.000 hektare (ha) dengan tujuan mendongkrak produktivitas menjadi 35 ton per hektar per tahun,” katanya.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/