Site icon SumutPos

Apindo Sumut: Regulasi Menhub Lucu & Konyol

Sekretaris Apindo Sumut, Laksamana Adyaksa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien mengatakan, kebijakan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang mengalihkan pelabuhan hub internasional wilayah Indonesia bagian Barat dari Kuala Tanjung ke Tanjung Priok, merupakan kerugian besar bagi Sumut. Sebab, nantinya PAD akan lebih besar dan pertumbuhan ekonomi bisa menggeliat. Selain itu, Sumut semakin dikenal dikancah internasional. Tapi, ternyata ini tidak terjadi dan kelas Sumut tidak berkembang.

“Jangan aturan ditabrak-tabrak begitu saja tanpa mengikuti prosedur atau aturan main. Kebijakan itu kontradiktif dengan Pepres. Seharusnya, Menhub meminta persetujuan dulu kepada presiden untuk menarik peraturannya (Perpres). Setelah disetujui, barulah mengeluarkan keputusan. Untuk itu, Pemprov Sumut harus mempertahankan apa yang ditetapkan Perpres. Sebab, peraturan tersebut (Perpres) tidak mungkin dikeluarkan tanpa pengkajian lebih dalam,” cetus Johan Brien yang dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (24/1).

Kata dia, adanya kebijakan menteri ini menggambarkan ego individual. Ibaratnya, ganti menteri lain kebijakan. “Ini sangat lucu dan bahaya. Karena, tidak ada kepastian yang jelas,” ucap Johan Brien.

Tak jauh beda disampaikan Sekretaris Apindo Sumut, Laksamana AdyaksaApindo Sumut, Laksamana Adyaksa. Ia pun mempertanyakan apakah kebijakan Menhub melalui keputusan yang dikeluarkannya boleh melanggar Perpres? Kemudian, apakah Perpres sebegitu mudahnya diubah dengan keputusan menteri?

“Menhub perlu bercermin, dan dalam hal ini presiden perlu bertindak. Regulasi yang dikeluarkan Menhub tersebut lucu sekali. Di mana, aturan yang dikeluarkannya itu bertentangan dari atasannya. Oleh sebab itu, secara regulasi kebijakan Menhub konyol sekali. Sebab, menteri kok bisa menentang keputusan presiden,” papar Laksamana.

Ia menyebutkan, diharapkan semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah tidak membingungkan pihak investor. Terus terang saja, investasi terhadap Kuala Tanjung sudah sangat besar hingga mencapai triliunan dalam menentukannya sebagai pelabuhan peti kemas.

Maka dari itu, investasi tersebut akan sia-sia dan perlu menjadi perhatian. Apakah triliunan investasi yang sudah masuk dibiarkan begitu saja, dengan kata lain tidak bermanfaat optimal.

“Sebagai orang Sumut, pastinya sangat keberatan. Kenapa begitu, karena pengusaha di daerah mengharapkan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan peti kemas internasional. Namun, apabila statusnya dicabut tidak lagi menjadi peti kemas, maka seakan-akan ini menganaktirikan Sumut untuk maju dan berkembang,” beber Laksamana.

Dia melanjutkan, oleh sebab itu, ini suatu kebijakan yang tidak fair. Karenanya, Pemprov Sumut dan anggota dewan harus menyampaikan protes keras terhadap kebijakan itu. “Jangan buat kebijakan yang semena-mena, tidak memikirkan investasi yang masuk dan ditambah lagi melanggar putusan dari presiden. Padahal, pemerintah pusat menginginkan pengembangan ekonomi secara merata, dan tidak hanya terpusat. Jadi, kalau Kuala Tanjung dialihkan fungsinya ke Tanjung Priok, bagaimana mau berkembang pertumbuhan ekonomi di Sumut,” tukasnya.

Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario .

Sementara, Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario menilai, kebijakan yang dikeluarkan Menhub menggambarkan, pemerintah tidak konsisten. Sebab, sebelumnya dalam Sistem Logistik Nasional (Sislognas) untuk hub internasional di barat dan timur ada dua, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Bitung.

Menurut Ario, bila kebijakan tersebut dijalankan dikhawatirkan kegiatan ekspor akan menumpuk. Sebab, semua terpusat lagi ke Pulau Jawa. Jadi, apakah Menhub tidak memikirkan itu? Apakah mungkin sanggup, dan tempatnya cukup? “Kapal-kapal besar itu melintas dari Selat Malaka. Sedangkan Kuala Tanjung itu sendiri terletak di kawasan Selat Malaka. Jadi, kebijakan tersebut seakan mundur ke belakang,” tuturnya.

Ario mengatakan, kebijakan tersebut memunculkan dugaan asumsi bahwa ekspor di Sumut kecil, sehingga dialihkan ke Jakarta. Selain itu, muncul juga asumsi ada permasalahan di Kuala Tanjung, terutama soal lahan. “Masih menjadi pertanyaan besar, apakah negara benar membatalkan Kuala Tanjung menjadi pelabuhan besar berskala internasional? Kemudian, apakah sementara, sampai kapan atau seterusnya? Jadi, ini muncul dugaan ada sesuatu yang disembunyikan pemerintah dan seharusnya ini transparan,” ketusnya.

Diungkapkan Ario, kalau seandainya Kuala Tanjung jadi pelabuhan hub internasional, maka sangat besar kontribusinya baik itu kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Kalau kebijakan Menhub terealisasi, maka lebih tak efisien. Makanya, alasan menteri terhadap rencananya tidak tepat. Malahan, bila Kuala Tanjung jadi hub internasional tentu lebih efisien,” ucap Ario.

Ia membeberkan, bila kebijakan tersebut dijalankan dampaknya sudah sangat jelas ke banyak sektor, seperti lapangan pekerjaan, investasi, dan lainnya. Untuk itu, ada potensi yang hilang. Padahal potensi itu membawa pengaruh besar ke arah positif dalam pembangunan.

“Dugaan saya, apakah ada masalah sehingga hub internasional itu ditarik ke Tanjung Priok? Isu yang berkembang, kabarnya permasalahan lahan yang terbatas dan ini yang masih jadi pertanyaan juga,” tandasnya. (ris)

Exit mobile version