MEDAN- Konversi gas elpij di Sumatera telah mencapai 2.575.724 untuk tahap I, II, dan III. Yang berarti tugas untuk konversi gas 3 kg telah selesai di Sumut. Walaupun begitu, untuk wilayah Nias belum dapat didistribusikan.
“Untuk Nias belum dapat diberikan karena belum ada perintah dari pusat. Selain itu, masyarakat di sana juga belum siap menerima konversi ini,” ujar Asisten Manajer Customer Relation PT Pertamina Fuel Retail Marketing Regional Sumbangut, Fitri Erika, dalam acara orientasi wartawan di Sibolangit (Kamis, 24/5) kemarin. Karena itu, walau Nias belum tersentuh distribusi konversi, tetap Sumut dianggap sudah dapat memenuhi target konversi.
“Untuk APBN 2012 dijumlahkan sekitar 3.606.105 Metrix Ton (MT),” tambah Erika.
Dirinya menjelaskan, selain di Sumut konversi gas di Sumatera Bagian Utara lainnya seperti di Provinsi Aceh juga dalam progres pendataan atau hingga sekarang mencapai 902.555, Sumatera Barat dalam estimasi 971.420. Sedangkan Riau telah selesai dengan angka 1.11.366 dan Kepulauan Riau mencapai 298.221.
Untuk penjualan LPG Wilayah pemasaran Sumut, dijelaskan Erika, dengan tahap pertama mencapai 1.158.000 di Kota Medan sebanyak 313.806, Kabupaten Deliserdang 370.954, Langkat mencapai 284.047 dan Serdang Bedagai 138.633. Untuk tahap kedua mencapai 867.375 di 9 kabupaten/kota dan kemudian distribusi tahap ketiga mencapai 550.349 di 13 kabupaten/kota. “Meski penyaluran paket perdana elpiji sudah hampir rampung di Sumut, tetapi penarikan minyak tanah belum 100 persen selesai dilakukan khususnya di daerah Nias dengan alasan infrastruktur di daerah tersebut belum memadai serta kemauan masyarakat menggunakan gas elpiji,” katanya.
Sementara penjualan Elpiji 3 kg atau Public Service Obligation (PSO) hingga Maret 2012 mencapai 71.908.59 mengalami kenaikan dari tahun 2011 yakni 50.256.26 dan ditahun 2010 sebanyak 49.495.90. “Angka penjualan ini terus naik, karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan gas elpiji atau tidak lagi membutuhkan minyak tanah yang memang harga sudah tinggi,” ucap Erika.
Sementara itu, menurut pengamat ekonomi dari Unimed, M Ishak menyatakan bahwa penggunaan gas lebih murah dibandingkan dengan minyak. Tetapi, dirinya belum mengetahui, apakah minyak memang lebih murah dibandingkan dengan gas. “Kalau penggunaan gas dikarenakan adanya beban minyak yang tidak tertampung / terkontrol secara baik oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah pertamina, Coba bayangi, kalau memang penggunaan gas itu lebih ekonomis, maka selayaknya sudah sejak lama, indonesia ngusahain agar masyarakat luas pakai gas,” ujarnya.
Dirinya menambahkan bahwa, untuk saat ini yang perlu diwaspadai harga sampai di konsumen bisa melebihi harga minyak sampai konsumen. “Harga pokok mungkin lebih murah, tapi kalau sampai ke konsumen?, karena untuk sampai ke konsumen, jalur distribusinya lebih panjang dibanding dengan minyak,” tutupnya. (ram)