26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Bank akan Banyak Merger di 2021

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso berharap semakin banyak lembaga jasa keuangan yang melakukan penggabungan usaha (merger) maupun akuisisi.

Wimboh menilai hal itu perlu dilakukan untuk mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang akan semakin ketat dengan era digitalisasi. Dengan demikian, kebutuhan modal juga harus semakin kuat terutama di sektor perbankan.

“Trennya (di 2021) akan lebih banyak lagi bank yang melakukan akuisisi dan merger. Ini bagus untuk mencegah permasalahan dan lebih dini untuk melakukan itu,” kata Wimboh dalam webinar bertajuk ‘Akselerasi Pemulihan Ekonomi’, Selasa (26/1).

Pihaknya juga sudah memberlakukan kebijakan menaikkan modal inti bank menjadi Rp 3 triliun secara bertahap mulai tahun 2022. Dia mau bank yang belum bisa memenuhi ketentuan modal inti minimal harus mencari partner strategis.

Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun ini, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022. Dengan ketentuan yang baru ini, setidaknya ada sejumlah bank yang berpotensi turun kelas jadi BPR.

“Dari awal kami minta plan. Kalau memang tidak bisa, kami preventive dengan mengundang investor, mencari partner sehingga tidak ada yang mengalami kesulitan tentang hal ini,” ucapnya.

Wimboh menyebut adanya 4 bank merger beberapa waktu lalu juga dalam rangka meningkatkan kompetitifnya di sektor jasa keuangan. Ke depan, kompetisi akan menjadi berat apalagi dengan kebutuhan teknologi.

“4 bank merger dalam rangka itu, apabila bisa memenuhi sendiri silakan. Permodalan ini suatu proses yang dinamis karena kompetisi akan berat dengan teknologi,” ujarnya. (dtc/ram)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso berharap semakin banyak lembaga jasa keuangan yang melakukan penggabungan usaha (merger) maupun akuisisi.

Wimboh menilai hal itu perlu dilakukan untuk mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang akan semakin ketat dengan era digitalisasi. Dengan demikian, kebutuhan modal juga harus semakin kuat terutama di sektor perbankan.

“Trennya (di 2021) akan lebih banyak lagi bank yang melakukan akuisisi dan merger. Ini bagus untuk mencegah permasalahan dan lebih dini untuk melakukan itu,” kata Wimboh dalam webinar bertajuk ‘Akselerasi Pemulihan Ekonomi’, Selasa (26/1).

Pihaknya juga sudah memberlakukan kebijakan menaikkan modal inti bank menjadi Rp 3 triliun secara bertahap mulai tahun 2022. Dia mau bank yang belum bisa memenuhi ketentuan modal inti minimal harus mencari partner strategis.

Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun ini, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022. Dengan ketentuan yang baru ini, setidaknya ada sejumlah bank yang berpotensi turun kelas jadi BPR.

“Dari awal kami minta plan. Kalau memang tidak bisa, kami preventive dengan mengundang investor, mencari partner sehingga tidak ada yang mengalami kesulitan tentang hal ini,” ucapnya.

Wimboh menyebut adanya 4 bank merger beberapa waktu lalu juga dalam rangka meningkatkan kompetitifnya di sektor jasa keuangan. Ke depan, kompetisi akan menjadi berat apalagi dengan kebutuhan teknologi.

“4 bank merger dalam rangka itu, apabila bisa memenuhi sendiri silakan. Permodalan ini suatu proses yang dinamis karena kompetisi akan berat dengan teknologi,” ujarnya. (dtc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/