29.3 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Harga Cabai Merah Mahal, KPPU Temukan Stok Terbatas dan Harga Produksi Naik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penelusuran terkait mahalnya harga cabai keriting di pasar tradisional masih bertahan Rp83.000 per kilogram, sepekan belakang ini.

Selain itu, KPPU juga melakukan pemantauan harga cabai di daerah lainnya, seperti Banda Aceh, cabai merah di harga Rp103.750 per kilogram, di Padang harga Rp.85.500 per kilogram, di Pekanbaru harga Rp88.150 per kilogram dan di Batam harga cabai merah di kisaran harga Rp93.350 perkilogram.

Terkhusus untuk memantau harga cabai merah di Sumatera Utara. Kepala KPPU Wilayah I, Ridho Pamungkas langsung mengunjungi pusat perdagangan hortikultura terbesar di provinsi ini, yakni pasar roga di Kabupaten Karo.

Berdasarkan keterangan petani cabai merah, Bisma Sembiring di Kabupaten Karo, harga cabai saat ini dijual ke Pasar Roga dengan harga Rp80.000 per kilogram. Sementara petani dari Dolat Rakyat melempar ke pasar dengan harga Rp75.000 per kilogram.

“Harga tinggi ini sudah bertahan cukup lama karena memang pasokan Cabai dari Tanah Karo tidak begitu banyak, ditambah adanya kegagalan panen Cabai dari Aceh, Kabupaten Aceh Tengah,” sebut Ridho, Selasa (26/7).

Dalam penelusuran KPPU, juga ditemukan jenis bibit Cabai yang dikembangkan Petani di Karo saat ini adalah jenis Hibrida. Petani mengalami dampak kenaikan biaya produksi dari awalnya Rp 6.000/Batang menjadi Rp8.000/Batang karena kenaikan harga pupuk dan tingginya pestisida. Untuk pupuk sendiri paling murah saat ini Rp18.000 per kilogram.

Selanjutnya, Ridho mengatakan cabai merah dari petani langsung dibawa pengepul ke pasar roga dan ditawar oleh pedagang besar untuk di distribusikan ke berbagai daerah seperti Kota Medan yakni ke Pusat Pasar dan Pasar Induk Lau Cih dan Kabupaten/ kota lainnya di Sumut, juga sampai ke Aceh, Riau, Batam, dan Jambi.

“Dari pantauan harga di pasar roga di hari sabtu 23 Juli 2022, harga cabai berkisar antara Rp.80.000 hingga Rp85.000 per kilogram,” jelas Ridho.

Di dalam hukum pasar, fluktuasi harga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan. Pada komoditi pangan, berkurangnya pasokan bisa terjadi karena faktor panen atau perilaku pelaku usaha yang sengaja menahan produksi.

“Hasil pantauan di tingkat petani, penyebab sementara tingginya harga cabai. Mengakibatkan pasokan yang kurang karena faktor cuaca serta naiknya biaya produksi,” jelas Ridho.

Ridho mengatakan untuk menekan biaya produksi, Ridho mendukung penuh upaya Pemprov Sumut untuk mengembangkan produksi pupuk organik. Selain itu, KPPU juga terus mengkaji pola distribusi cabai yang melibatkan berbagai pihak mulai dari petani, pengumpul, pedagang besar, dan pedagang eceran, dimana masing-masing lini distribusi memiliki struktur pasar yang mempengaruhi harga akhir yang diterima konsumen.

“Yang selalu menjadi masalah terkait cabe adalah manajemen stok mengingat cabe adalah komoditi yang tidak bisa bertahan lama. Saya ingatkan para pedagang besar yang menguasai stok agar tidak mempermainkan harga untuk mengeruk keuntungan,” pungkas Ridho. (gus/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penelusuran terkait mahalnya harga cabai keriting di pasar tradisional masih bertahan Rp83.000 per kilogram, sepekan belakang ini.

Selain itu, KPPU juga melakukan pemantauan harga cabai di daerah lainnya, seperti Banda Aceh, cabai merah di harga Rp103.750 per kilogram, di Padang harga Rp.85.500 per kilogram, di Pekanbaru harga Rp88.150 per kilogram dan di Batam harga cabai merah di kisaran harga Rp93.350 perkilogram.

Terkhusus untuk memantau harga cabai merah di Sumatera Utara. Kepala KPPU Wilayah I, Ridho Pamungkas langsung mengunjungi pusat perdagangan hortikultura terbesar di provinsi ini, yakni pasar roga di Kabupaten Karo.

Berdasarkan keterangan petani cabai merah, Bisma Sembiring di Kabupaten Karo, harga cabai saat ini dijual ke Pasar Roga dengan harga Rp80.000 per kilogram. Sementara petani dari Dolat Rakyat melempar ke pasar dengan harga Rp75.000 per kilogram.

“Harga tinggi ini sudah bertahan cukup lama karena memang pasokan Cabai dari Tanah Karo tidak begitu banyak, ditambah adanya kegagalan panen Cabai dari Aceh, Kabupaten Aceh Tengah,” sebut Ridho, Selasa (26/7).

Dalam penelusuran KPPU, juga ditemukan jenis bibit Cabai yang dikembangkan Petani di Karo saat ini adalah jenis Hibrida. Petani mengalami dampak kenaikan biaya produksi dari awalnya Rp 6.000/Batang menjadi Rp8.000/Batang karena kenaikan harga pupuk dan tingginya pestisida. Untuk pupuk sendiri paling murah saat ini Rp18.000 per kilogram.

Selanjutnya, Ridho mengatakan cabai merah dari petani langsung dibawa pengepul ke pasar roga dan ditawar oleh pedagang besar untuk di distribusikan ke berbagai daerah seperti Kota Medan yakni ke Pusat Pasar dan Pasar Induk Lau Cih dan Kabupaten/ kota lainnya di Sumut, juga sampai ke Aceh, Riau, Batam, dan Jambi.

“Dari pantauan harga di pasar roga di hari sabtu 23 Juli 2022, harga cabai berkisar antara Rp.80.000 hingga Rp85.000 per kilogram,” jelas Ridho.

Di dalam hukum pasar, fluktuasi harga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan. Pada komoditi pangan, berkurangnya pasokan bisa terjadi karena faktor panen atau perilaku pelaku usaha yang sengaja menahan produksi.

“Hasil pantauan di tingkat petani, penyebab sementara tingginya harga cabai. Mengakibatkan pasokan yang kurang karena faktor cuaca serta naiknya biaya produksi,” jelas Ridho.

Ridho mengatakan untuk menekan biaya produksi, Ridho mendukung penuh upaya Pemprov Sumut untuk mengembangkan produksi pupuk organik. Selain itu, KPPU juga terus mengkaji pola distribusi cabai yang melibatkan berbagai pihak mulai dari petani, pengumpul, pedagang besar, dan pedagang eceran, dimana masing-masing lini distribusi memiliki struktur pasar yang mempengaruhi harga akhir yang diterima konsumen.

“Yang selalu menjadi masalah terkait cabe adalah manajemen stok mengingat cabe adalah komoditi yang tidak bisa bertahan lama. Saya ingatkan para pedagang besar yang menguasai stok agar tidak mempermainkan harga untuk mengeruk keuntungan,” pungkas Ridho. (gus/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/