25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Pasok Energi Kendaraan Listrik, Pertamina Mau Bangun Pabrik Baterai

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan energi telah melakukan persiapan dan bertransformasi dalam menjalankan bisnis energi terbarukan. Seiring dengan program pemerintah dalam mempercepat elektrifikasi kendaraan berbasis baterai, Pertamina tengah mempersiapkan konsep baru, salah satunya dengan memproduksi baterai.

Senior Vice President Research & Technology PT Pertamina, Dadi Sugiana mengatakan, pihaknya menyadari energi transisi akan terjadi dan elektrifikasi itu suatu hal yang tidak bisa ditolak. Pertamina menempuh cara ini karena sadar bahwa minyak bumi akan habis dan tak bisa diperbarui. Untuk itu, pihaknya melakukan diversifikasi bisnis.

“Kita tahu bahwa kita pertama yang akan bebas internal combustion engine (kendaraan dengan sistem pembakaran) di Inggris pada 2021 yang tidak memperkenankan lagi memproduksi kendaraan dengan internal combustion engine. Sehingga kita, fokus utamanya untuk membangun industri baterai dalam waktu cepat,” ujar Dadi, di sela-sela kegiatan Pertamina Energy Forum, Rabu (27/11).

Menurut Dadi, baterai akan menjadi backbone atau dasar pengembangan energi dan energi terbarukan. Karena perlu disadari bahwa kelemahan energi harus memiliki keberlanjutan. Karena itu, kini Pertamina tengah mempersiapkan untuk energi terbarukan hingga pada 2026, salah satunya dengan membangun pabrik baterai dengan kapasitas 1.300 MWh.

“Kita akan bangun pabrik baterai, dengan kapasitas nanti berjalan 1.300 MWh. Namun nanti aktualnya akan kita pasang 4GW,” ujar Dadi.

“Dan kita targetkan pada 2022 punya demo baterai dengan kapasitas 200 MWh,” tambahnya.

Menurut Dadi, Indonesia memiliki potensi yang besar terhadap industri baterai. Mengingat salah satu bahan utama baterai adalah nikel, dan Indonesia memiliki sumber daya alam nikel yang cukup melimpah.

“Tentang baterai, kenapa Indonesia harus masuk ke industri baterai. Kita tahu baterai itu formulasinya mengandung nikel tertinggi atau 80 persennya baterai itu nikel. Siapa yang punya nikel saat ini? Kita produsen nikel terbesar di dunia. Jadi kita menyia-nyiakan kesempatan ini, kita bisa tertinggal, tidak bisa memanfaatkan apa yang kita punya saat ini,” jelas Dadi.

Meski begitu, Dadi mengatakan elektrifikasi butuh ekosistem yang tidak bisa dilakukan oleh salah satu pemangku kepentingan saja. (dtc/ram)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan energi telah melakukan persiapan dan bertransformasi dalam menjalankan bisnis energi terbarukan. Seiring dengan program pemerintah dalam mempercepat elektrifikasi kendaraan berbasis baterai, Pertamina tengah mempersiapkan konsep baru, salah satunya dengan memproduksi baterai.

Senior Vice President Research & Technology PT Pertamina, Dadi Sugiana mengatakan, pihaknya menyadari energi transisi akan terjadi dan elektrifikasi itu suatu hal yang tidak bisa ditolak. Pertamina menempuh cara ini karena sadar bahwa minyak bumi akan habis dan tak bisa diperbarui. Untuk itu, pihaknya melakukan diversifikasi bisnis.

“Kita tahu bahwa kita pertama yang akan bebas internal combustion engine (kendaraan dengan sistem pembakaran) di Inggris pada 2021 yang tidak memperkenankan lagi memproduksi kendaraan dengan internal combustion engine. Sehingga kita, fokus utamanya untuk membangun industri baterai dalam waktu cepat,” ujar Dadi, di sela-sela kegiatan Pertamina Energy Forum, Rabu (27/11).

Menurut Dadi, baterai akan menjadi backbone atau dasar pengembangan energi dan energi terbarukan. Karena perlu disadari bahwa kelemahan energi harus memiliki keberlanjutan. Karena itu, kini Pertamina tengah mempersiapkan untuk energi terbarukan hingga pada 2026, salah satunya dengan membangun pabrik baterai dengan kapasitas 1.300 MWh.

“Kita akan bangun pabrik baterai, dengan kapasitas nanti berjalan 1.300 MWh. Namun nanti aktualnya akan kita pasang 4GW,” ujar Dadi.

“Dan kita targetkan pada 2022 punya demo baterai dengan kapasitas 200 MWh,” tambahnya.

Menurut Dadi, Indonesia memiliki potensi yang besar terhadap industri baterai. Mengingat salah satu bahan utama baterai adalah nikel, dan Indonesia memiliki sumber daya alam nikel yang cukup melimpah.

“Tentang baterai, kenapa Indonesia harus masuk ke industri baterai. Kita tahu baterai itu formulasinya mengandung nikel tertinggi atau 80 persennya baterai itu nikel. Siapa yang punya nikel saat ini? Kita produsen nikel terbesar di dunia. Jadi kita menyia-nyiakan kesempatan ini, kita bisa tertinggal, tidak bisa memanfaatkan apa yang kita punya saat ini,” jelas Dadi.

Meski begitu, Dadi mengatakan elektrifikasi butuh ekosistem yang tidak bisa dilakukan oleh salah satu pemangku kepentingan saja. (dtc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/